7. Hujan

70.7K 4.8K 89
                                    

"Ini minuman lo." Evan membawa segelas java chip miliknya dan chocolate caramel milik Rachel.

"Makasih, kak." Rachel tersenyum lalu meraih gelas plastik Starbucks yang sudah sangat familiar berada di tangannya.

Evan terkekeh "Gak bisa ya lo panggil gue langsung namanya?"

"Eh, o-oh iya Van, lupa hehe. Soalnya kata papa, jangan langsung manggil nama sama yang lebih tua, jadi gak biasa deh hehe." Ucap Rachel si anak papi.

"Dasar daddy's little girl. Ya udah, gue mau ngomong to the point ya sama lo."

Rachel sedikit membulatkan matanya dan bersiap mendengarkan lontaran Evan. Penasaran sedari tadi mengekori pikirannya, membuatnya tak konsen belajar saat di sekolah tadi.

"Jadi," Evan membenarkan posisi duduknya "kalo lo jadi pacar boong-boongan gue, mau gak?"

Mata Rachel membulat sempurna. Pacar boong-boongan? Kayak di FTV aja.

"U-untuk apa kak? Eh, Van? Terus kenapa harus aku?" tanya Rachel dengan tatapan tak percaya pada Evan.

Evan menyeruput java chip nya "Biasalah, bokap gue minta gue ngenalin cewek gue. Padahal gue belom punya," ucap Evan yang sangat jelas berbohong "dan tambah ribetnya lagi, dia maunya cewek yang baik-baik, rajin gitu,"

Rachel mengangguk dan menyeruput minumannya, walau sebenarnya bingung mau menerima atau tidak, ditambah lagi tidak ada teman-temannya di sini yang bisa diajak diskusi. "Temen-temen gue gak ada yang tampangnya baik-baik kayak lo, dan cuma lo kenalan gue yang bisa gue ajak kompromi. Gimana? Mau?"

Bingung, benar-benar bingung. Ia takut, apapun jawaban yang ia lontarkan bisa salah. Kalau mau, ia takut semakin berlarut dalam zona tak jelas ini bersama Evan, kalau tidak, takutnya ia juga menyesal. Ditambah lagi, Rachel paling takut sama yang namanya karma, maka dari itu ia selalu mau menolong dan berbuat sebaik mungkin pada orang lain, agar ia mendapat kebaikan juga nantinya.

Alhasil, Rachel mengangguk, Evan langsung bernapas lega, kini ia tidak usah pusing lagi memikirkan siapa cewek yang akan dibawanya nanti.

"Kalo gitu, minggu ini dandan yang cantik."

--

Hujan mengguyur Jakarta pada sore hari itu. Rachel dan Evan yang tengah berada di motor pun basah kuyup. Evan menerjang dan menerobos hujan itu dengan kecepatan tinggi. Sedikit takut di benak Rachel karena jalanan yang licin ditambah kecepatan Evan yang tidak kira-kira. Kalau sampe papa tau aku jatoh dari motor, aku bisa abis.

Evan memperlambat jalur motor nya "Lo mau neduh atau mau terobos aja?" tanya Evan dengan volume suara ditinggikan agar Rachel dapat mendengar.

"Terobos aja kak, udah deket kok!" Evan pun langsung kembali melajukan cepat motor nya. Rachel pun mau tak mau memeluk punggung Evan yang hug-able ini. Satu kata, nyaman.

Sesampainya di rumah Rachel, Bi Suketi langsung cepat-cepat membuka pagar melihat majikannya yang sudah basah kuyup karena hujan, sampai-sampai dalamannya Rachel pun dapat tembus pandang.

"Kak Evan mandi dulu ya." Rachel memberikan handuk tebal dan kaos abu-abu serta celana pendek selutut berwarna hijau tentara, namun tak ketat, pada Evan. Rambutnya yang basah menambah kesan ketampanannya bertambah.

Evan terkekeh dan meraih handuk itu "Lo temenin mandinya?"

Rachel terkekeh "Gak lah! Itu kamar mandinya." Rachel menunjuk dengan bibir nya, membuat Evan menoleh ke arah tunjukan Rachel. "Oke deh." Evan pun berjalan ke kamar mandi dan Rachel menuju kamar mandi yang berada di kamar orang tua nya.

Selesai mandi, Rachel langsung pergi ke ruang TV, takut Evan sudah menunggunya. Namun Evan belum ada di sana, Rachel langsung cepat-cepat pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat untuk mereka berdua.

"Lagi ngapain sih?" suara Evan mengagetkan Rachel "Eh kak, hehe. Ini lagi buat teh. Nih, buat kakak." Rachel memberikan segelas teh hangat untuk Evan, segera saja Evan meminum minuman hangat tersebut.

Bibir Evan tersenyum "Enak." Rachel tersenyum tipis mendengarnya.

Rachel tiba-tiba saja teringat bayangan wajah Bu Grace yang sedang melotot, seakan-akan bayangan itu mengingatkan Rachel untuk mengerjakan peer matematika. "Kak, kalo aku kerjain peer di ruang TV, gak apa-apa? Kak Evan kalo mau nonton, nonton aja."

Evan tersenyum miring "Ya udah, sini gue bantu kerjainnya."

Wajah Rachel berubah sumringah, lumayan juga dibantu kakak kelas, ia langsung buru-buru ke kamarnya mengambil buku Matematika.

Laci pertama, laci kedua, laci ketiga, tidak aja juga buku itu. Ia pun mencari di tas, namun tak ada juga buku nya. Rachel mengacak rambutnya frustasi, kenapa bukunya harus hilang disaat genting seperti ini?!

"Wow, bagus juga kamar lo." Ucap Evan yang menyelonong masuk ke dalam kamar Rachel sambil melihat sekeliling.

"Hehe makasih. Sabar ya Kak, buku Matematika ku ilang nih." Rachel kembali mengacak rambutnya.

Mata Evan langsung beregerak menuju nakas di sebelah tempat tidur Rachel karena terdapat buku besar bertuliskan kata 'Matematika' besar di sana. Evan terkekeh dan mengambil buku itu. Tapi tangannya berhenti saat menatap foto Rachel yang sepertinya lebih muda saat itu dibanding ia sekarang, bersama cowok berkacamata yang tak dikenal, tangannya justru beralih ke bingkai foto itu. Rachel udah punya pacar?

"Ini siapa Hel? Kakak lo?" Evan sengaja tak langsung tanya kalau ini pacarnya atau bukan, entah mengapa ia tidak mau mengetahui fakta kalau Rachel memiliki pacar.

Rachel terdiam sejenak, menatap foto itu dengan tatapan kosong namun penuh arti. Rasanya ia kembali sulit bernapas. Dikta...

Rachel tersenyum "Bukan."

"Pacar?" akhirnya Evan melontarkan pertanyaan terkutuk itu.

Rachel menghela napas panjang, ia mengendikkan kedua bahu nya "Aku juga gak tau dia siapa."

Alis Evan menyatu sekaligus terkekeh "Lah, gak kenal siapa kok malah bisa foto bareng?"

Rachel pun tersenyum "Dulu ... dia pacar aku waktu kelas sepuluh, tapi, dua tahun lalu dia udah meninggal." Rachel tak mau menatap mata Evan, ia takut menangis.

Evan pun tertegun, kembali meletakan bingkai itu pada tempat nya "O-oh... so-sorry gue gak tau."

"Hehe, iya gak apa-apa," Rachel tersenyum agar air matanya tak keluar "eh, itu buku Matematika nya ya? Ya udah, kita kerjain di luar aja ya Kak." Ucap Rachel mengalihkan pembicaraan.

"Eh, iya iya."

Rachel dan Evan duduk di ruang TV. Sebenarnya Evan masih memikirkan kejadian beberapa detik lalu. Jadi, Rachel belum move on?

"Kak Evan kalo mau kerjain tugasnya di sini juga gak apa-apa." Rachel tersenyum manis, membuat Evan menatapanya dengan tatapan diam, tanpa ekspresi. Senyum Rachel pun memudar, berubah menjadi raut bingung, "Kak?"

Evan terbuyar dari lamunannya "Eh iya, kamu bilang apa tadi?"

Sial, jantung Rachel berpacu cepat hanya karena Evan bilang 'kamu'. Berlebihan memang, tapi kenapa ia mengucapkannya seakan-akan mereka sudah sangat sangat dekat?

Rachel terkekeh "Kakak kalo mau kerjain tugas di sini, kerjain aja."

Evan tertawa "Tugas apaan, gak tau juga ada tugas apa."

Mata Rachel membulat "Kok bisa gitu? Dosennya baik ya kak makannya gak kasih tugas?"

Evan tersenyum miring, dasar cewek polos "Ya kali, dosen bisa sebaik itu gak ngasih tugas. Mereka kasih, cuma aku aja yang gak tau tugasnya apa."

Rachel tertawa "Makannya, Kak Evan jangan ma--"

"Racheeel, nih mama pulang bawain roti pesenan kamu." Rachel dan Evan terdiam, saling bertatapan. Gawat, mama sama papa pulang!

****

Yeaaay seneng bgt readers nya udah 1k++ !! tapi berasa kayak gak 1k readers nya:( vommentnya dikit bgt:( #curhat

ayolah vote sama comment nya jangan pelit2:) hehe jefnjs

Meet a PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang