Chanyeol POV
Kini aku tengah menatapnya dari dekat. Dia di rumah sakit sekarang. Sungguh malang. Tapi apa boleh buat, aku bisa apa?
Ku angkat buku tua yang telah mengikutiku selama kurang lebih 36 jam sejak Suho memberikannya padaku. Aku terlalu penasaran dengan buku ini. Perlahan dengan hati-hati ku buka lembaran demi lembaran di dalamnya. Ini buku riwayat hidup gadis itu ternyata.
Di salah satu lembarannya terpampang fotonya bersama seorang gadis lainnya dan ditengahnya seorang lelaki. Jadi ini kedua sahabatnya itu? Di sana tertulis Jung Eunji dan Park Chan...
Oh tidak, dia telah siuman, ku tutup buku tua itu. Belum sempat aku membaca seluruh riwayatnya, gadis itu pun bangun. Membuka matanya perlahan. Sepertinya sulit mengingat ia pasti trauma akibat kejadian barusan, ditambah sekujur tubuhnya dipenuhi dengan memar akibat lemparan telur.
Aku menatapnya datar, ia sungguh gadis yang kuat. Aku hanya kasihan dengannya, apa dengan mengembalikan ingatannya dia dapat menjadi lebih baik?
Wendy POV
Aku membuka mataku perlahan. Inilah sebabnya aku tak memiliki teman, jangankan sahabat, teman pun aku tak punya. Bagiku seluruh murid disana hanyalah orang asing yang tak dapat ku percayai.
Mereka mengecapku sebagai pembunuh hanya karena kedua sahabatku meninggal. Oh, tidak. Maksudku Channie. Kata mereka Channie adalah idola sekolah yang sangat populer tentunya. Bahkan wajahnya saja aku tak ingat, ini sungguh menyedihkan.
Sosok malaikat aneh itu menatapku datar dari sudut ruangan. Dengan buku yang selalu menemaninya tentunya. Ia menghampiriku yang kini tak berdaya. Rasanya tubuhku seperti remuk, tapi bagaimana bisa aku belum mati ketika terjatuh dari lantai enam?
"Di-dimana aku?" Mulutku akhirnya dapat bersuara.
"A-ah kau sudah bangun?" Chanyeol. Ia terlihat sedikit gugup. "Kau di rumah sakit sekarang"
Aku berpikir keras, mencoba mengingatnya, "Apa aku sedang sekarat sekarang? atau justru sudah mati?" Mataku menjelajah sekeliling ruangan. Benar ini di rumah sakit. Dan aku benci berurusan dengan rumah sakit.
Chanyeol masih menatapku dengan datar, "Tidak. Kau masih hidup. Entahlah aku tak mengerti seharusnya kau sudah mati sekarang jika dipikirkan secara normal" Jelasnya.
"Aku begitu lelah, maksudku aku lelah dengan kehidupanku yang begitu terpuruk. Apa kau tau kapan aku dapat melepas semua bebanku ini? Kau malaikat kan?" Alisku bertautan memintanya untuk meyakinkanku. Lagi.
Bagaimana mungkin aku dapat dikatakan normal jika setiap hari aku dapat melihatnya yang nyatanya adalah makhluk kasat mata. Aku sungguh tak mengerti. Kehidupanku sungguh aneh.
"Mollayo, akan ku cari tahu" Jawabnya dengan nada dingin.
Aku mengangguk lemah, sepertinya ini akan menjadi makanan pokokku. Bahkan aku tak ingat apapun ketika kecelakaan itu terjadi. Namun mereka tetap bersikeras bahwa aku yang membunuh mereka. Terutama Channie, sang idola sekolah. "Apa kau tahu siapa Channie yang mereka maksud?" Aku tersenyum getir. Sedih rasanya, namun aku harus kuat.
"Channie? Temanmu semasa kecil?" Aku mengangguk mengiyakan Chanyeol. Dia menggeleng pelan, "Aku akan segera menemukan identitasnya, seingatku marganya adalah Park"
Dahiku mengerut bingung, "Park Chan?" Sangat familiar.
-------------------------------------------
Aku tak ingin berlama-lama di rumah sakit, setelah baikan sedikit aku segera pulang. Meski aku berjalan sedikit gontai.
"Kau akan pulang? Bukankah lebih baik jika kau pulang dengan taksi saja? Ini sudah malam" Ujar Chanyeol.
Tunggu. Sejak kapan dia peduli padaku?
"Arraseo" Akhirnya aku mengikuti sarannya. Lagipula kepalaku masih terasa sakit.
Beberapa menit berlalu, taksi yang ku tumpangi segera menepi di depan rumahku. Eomma yang melihatnya segera berjalan menghampiriku, "Apa kau baik-baik saja sayang? Kepala sekolah menelepon katanya kau jatuh dari lantai enam" Tanya eomma dengan tergesa-gesa.
"Aku baik-baik saja eomma, gwaenchanhayo" Ku lukiskan senyum tipis yang sangat memaksa di bibirku.
Sakit memang, tapi aku tak ingin membuat eomma khawatir. Aku sudah banyak merepotkannya. Ditambah ketika aku hilang ingatan dan harus mengulang segalanya dari awal.
"Siapa yang menbuatmu begini? Kau perlu pindah sekolah sepertinya" Eomma mulai membelai wajahku yang sedikit lebam terkena pecahan telur.
Ya memang keterlaluan kedengarannya. Membully hingga berniat untuk membunuh. Apa murid-murid disana sudah gila?!
"Tak apa eomma, aku telah memulainya disana. Maka aku juga harus mengakhirinya" Aku berjalan menaiki satu persatu anak tangga, lantas menghempaskan tubuhku ke kasur.
"Mengapa kau tidak menurut saja untuk pindah? Bukankah itu lebih baik?" Chanyeol kini mendudukan dirinya di pinggir kasur, ia menatap ke arahku.
Aku memandang langit-langit kamar, ini kebiasaanku ketika sedang penat. Tidak hanya penat jiwa, ragaku pun ikut penat, "Ani, aku benar-benar ingin mengetahui masa laluku. Jika aku pindah berarti aku tak akan mungkin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sebelum aku hilang ingatan"
Chanyeol mengangguk mengiyakan. Matanya menerawang lurus kearah luar jendela sebelum akhirnya kembali menatapku, "Aku akan membantumu untuk mendapat memori itu lagi"
Aku tersenyum senang mendengarnya, "Jinjjayo?"
"Ne" Ia mengangguk pelan.
Refleks aku memeluknya. Hey, ini aneh. Harusnya aku tak dapat memeluknya.
"Eoh? Apa yang kau lakukan?" Tanya Chanyeol gugup, Wendy yang menyadari tingkah bahagianya itu segera melepas pelukan refleksnya. Seketika cermin yang terletak di hadapan mereka dapat menangkap bayangannya.
"Chan? Apa sebelumnya bayanganmu dapat terlihat di cermin?" Aku mengabaikan pertanyaannya tadi. Ini sungguh mengejutkan bukan?
"Tidak.." Chanyeol membulatkan matanya menatap dirinya yang kini memiliki bayangan. ".. Ba-agaimana mungkin i-ini terjadi?" Ia sangat gugup kali ini.
"Sayang, ada ribut apa disana?"
"Aniya eomma, aku sedang bertelepon dengan temanku"
"Ini sudah larut sayang, cepatlah tidur" Ujar eomma dari balik pintu.
Beruntung kini Chanyeol telah kembali ke wujud asalnya. Menjadi makhluk kasat mata. Bisa habis aku jika eomma tahu dikamarku ada laki-laki. Apalagi ini sudah larut.
Author POV
"Syukurlah" Chanyeol menghela napas panjang. Hampir saja.
Ia terlihat sedang mengingat sesuatu, "Ah temanmu itu, tadi siang aku mendapat informasi mengenai namanya, kalau tidak salah namanya Park Chan.." Ucapan Chanyeol terhenti ketika mendapati gadis chubby dihadapannya telah terlelap. Ia yakin benar bahwa ia sangat mengenal gadis itu dimasa lampau.
"Kau sangat kuat. Meski kau rapuh, berbeda dengan mereka yang menyakitimu. Spesial" gumam Chanyeol sembari memandangi Wendy dari sudut ruang kamarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
Fanfiction"Apa aku terlalu bodoh untuk mempercayaimu sebagai malaikat?"