Tujuh

45.8K 4.4K 221
                                    

Bab Tujuh


Cinta.

Tuhan pemberinya.

Insan menguasainya.

Seakan itu hak miliknya.

Hingga jurang dalam nan gelap pun tetap diterjangnya.

Abaikan moral dan peraturan yang ada.

Seakan Sang Pemberi cinta, tak berhak ada di dalam kisahnya.

Author POV

Shannon sudah tiba di rumahnya di Gunungkidul. Dia datang bersama Satria yang mau menemui Pak Kardi ayah Seno. Pria itu memilih menetap sebentar untuk ikut membantu persiapan pernikahan Riena dan Anjas, menggantikan Seno yang tak bisa datang.

Sementara itu, Pras sendiri malah masih belum tiba, padahal esok Riena dan Anjas sudah resmi menjadi suami istri. Begitu pula dengan Shanas yang mengabarkan baru akan tiba nanti malam karena ada beberapa hal yang harus ia urus dulu di kota Solo.

"Bulek ikut luluran. Biar nanti sama Paklek Pras, proses bikin bayinya lancar."

Plak!

"Aduh!" Riena langsung meringis kesakitan saat merasakan pukulan di bahu telanjangnya.

Sore ini dia dan Shannon sedang berada di kamar meluluri tubuhnya dengan lulur yang diracik dengan beberapa bahan seperti kunyit, beras, daun pandan dan entah bahan apa lagi yang ada di dalam lulur yang saat ini tengah dibalurkan ke tubuh Riena yang hanya mengenakan kemben.

Shannon memasang wajah jengkel karena ucapan Riena. Bukan jengkel. Lebih tepatnya malu. Dia malu jika harus membicarakan hal seintim itu dengan orang lain. Membayangkannya saja membuat tubuhnya menggigil. Apalagi membicarakannya.

"Kok dipukul, to? Saran Rien ini benar, Bulek!" protes Riena memejamkan matanya menikmati sentuhan Shannon yang meluluri bahunya disertai pijatan yang merileksasikan kekakuannya karena gugup menyambut hari pernikahannya esok. "Tapi bulek, rasanya gimana? Sakit, nggak?"

Shannon mendadak kaku dengan pertanyan Riena.


Dia saja belum melakukan itu. Bagaimana dia tahu rasanya, Shannon menggigit bibir bawahnya, berusaha menyembunyikan kegelisahan. "Eem ... ya gitu. Sakit," katanya kemudian.

Menurut informasi yang dia dengar dari yang sudah berpengalaman mengatakan bahwa seks yang pertama bagi perempuan itu sakit. Jadi dia berikan saja info itu kepada Riena.

"Tsk! Ya sakit sih aku tahu. Temen aku yang udah nikah juga bilang gitu. Maksudnya sakitnya itu gimana?" Riena memperjelas pertanyaannya membuat Shannon seolah terkucilkan di pojok ruangan yang gelap. Dia tak tahu apapun tentang hal itu, kecuali teori yang bisa ia baca dan dengar dari siapapun.

Dia tak tahu bagaimana rasanya, karena Pras saja tak pernah menyentuhnya. Sakit. Dia kembali sakit jika harus mengingat dinding tak kasat mata yang sedang dibangun oleh suaminya itu. Dinding itu yang menghalangi dia agar tak mampu merasai sang suami. Tak hanya sentuhan. Tutur lembut pun tak pernah ia rasakan dari setiap kata yang keluar dari bibir pria itu.

Thank You and Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang