Lima Belas

56.6K 5.1K 785
                                    



Tolong koreksinya yah. Mksih.

Bab Lima Belas

Senja memikat insani.
Belaian angin membuai mimpi.
Kebutuhan mulai mengikat diri.
Dari tubuh terjerat hati.

Pras menahan amarah saat menuju ke kantornya. Bukan hanya sekali. Tapi nyaris setiap hari dia akan pergi ke kantor dalam keadaan emosi karena Shannon yang selalu menyanggah ucapannya.

Jika begini, ia akan menghubungi Shanas untuk mengajak wanita itu bertemu, dan hilang semua emosinya. Wanita itu selalu bisa meredamkan emosinya. Tidak seperti Shannon yang hanya bisa membuatnya marah.

"Pak, siang ini ada rapat di Hotel Ranjaya. Saya sud--"

"Jam berapa?" Pras langsung memotong ucapan sekretarisnya.

"Jam dua siang pak," wanita itu menjawab.

Pras mengangguk mengerti. "Ooh ... sudah kamu siapkan semuanya, kan?"

"Sudah, Pak."

"Ya sudah. Oh ya, nanti Shanas datang ke sini. Langsung disuruh masuk saja."

Wanita itu tersenyum simpul lalu mengangguk. Setelah membicarakan beberapa hal, dia pamit keluar meninggalkan Pras yang kembali berkutat dengan pekerjaannya.

"Apa sih yang bisa kamu lakukan selain membentak dan bertindak kasar? Kamu mengatakan aku adalah seorang istri. Tapi sekalipun kamu tidak pernah memperlakukan aku sebagai seorang istri."

Pras langsung menghentikan jemari kokohnya yang sedang membolak-balokan lembar kerja di atas meja. Sedari tadi dia seolah fokus dengan pekerjaannya. Tapi nyatanya kejadian tadi pagi mengambil seluruh fokusnya untuk hanya mengingat bagaimana Shannon menentangnya dan menyudutkannya.

"Aah!!" Pria ini mengusap rambutnya kasar.

Dia pikir Shannon benar-benar wanita yang lemah. Dia pikir Shannon akan diam saja dan pergi setelah semua kelakuan kasarnya yang ia akui seperti binatang. Tapi sialnya wanita itu malah berbalik menantangnya. Selalu berhasil menyulut emosinya.

"Bekasnya sudah samar. Tambahin aja sama bekas yang baru."

Pras langsung menutup matanya erat saat bayangan bekas luka tergambar gelas di ingatannya. Kemudian perlahan ia membuka matanya dan melihat kedua tangan yang sudah menyakiti Shannon. Wanita yang tubuhnya hanya setengahnya saja. Atau bahkan lebih kecil lagi?

Kecil? Kurus? Apa wanita itu tidak pernah makan, sampai badannya hanya seperti tulang berbalut kulit begitu?

Lo yang buat dia begitu, Pras. Lo pengecut.

Tenggorokan Pras tercekat mendengar ledekan dewa batinnya sendiri. Dia pengecut. Menyiksa seorang wanita. Dia pengecut.

*
*

Tidak tenang. Itu yang Shannon pikirkan sejak mengajar. Akhirnya setelah jam pulang para murid kelas satu tiba. Shannon langsung izin pulang.

Wanita ini lupa jika tadi malam Pras tidak makan malam lantaran pulang terlalu larut. Walau tidak tidur di kamar yang sama dan tidak menunggui Pras pulang di meja makan seperti yang pernah dirinya lakukan dulu. Shannon tetap tahu kapan pria itu pulang dan kapan pria itu tidur. Dia menunggui Pras di kamarnya. Berpura-pura sudah tidur, walau nyatanya belum.

Tiba di rumah, Shannon langsung menuju dapur, bahkan tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Dia membuat menu makan siang dengan beberapa macam bahan makanan yang baru ia beli tiga hari yang lalu.

Pras memang kasar terhadapnya. Sangat kasar. Walau sudah tidak pernah menyentuhnya lagi setelah menamparnya beberapa minggu yang lalu, tapi ucapan pria itu tetap saja sama.

Thank You and Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang