Sepuluh

44.6K 3.9K 157
                                    

Tolong koreksi typo, eyd, kalimat rancu dll yah. Makasih.

Bab Sepuluh

Cinta terindah adalah yang berbalas.

Namun sepahit empedu,

Saat berbalas, namun tiada restu.

Panas terik di luar tak mengurangi semangat Shanas untuk bercerita panjang lebar tentang keluh kesah Riena di malam pertama ponakan mereka. Riena menceritakan semua tentang kesakitannya juga kepada Shannon melalui BBM. Hanya saja hari ini Shannon dan Shanas mengulanginya lagi untuk menertawakan kepolosan keponakan mereka sambil menikmati makan siang bersama.

Kedua saudara itu berbincang asyik hingga mengabaikan satu sosok yang sejak tadi mencuri pandang ke arah Shanas. Pandangannya menyorotkan kebingungan akan kehadiran Shanas siang ini. Hingga akhirnya kebingungannya itu terputus oleh pertanyaan Shannon yang mengarah pada hal yang juga ingin dia tanyakan sejak tadi yang menjadi sumber kegelisahannya.

"Koper kamu mana? Masih di mobil?" tanya Shan mengedarkan pandangannya mencari barang adiknya. Dia masih berharap jika Shanas akan tinggal di sini bersamanya.

Berharap dengan begitu mungkin Pras bisa bersikap baik dengannya mengingat Pras tak mungkin membentak atau bersikap dingin padanya di saat ada orang lain di antara mereka.

"Oh ... nggak mau pindah ah, Mbak. Jaraknya terlalu jauh dari tempat kerja sama kampus," jawab Shanas tak mampu melihat sorot mata Pras yang telah menajam siap merajam semua keputusan sepihaknya. Walau siapa yang memutuskan kepindahan Shanas ke rumahnya? Pria itu. Pria itu yang meminta Shanas tinggal bersamanya tanpa menanyakan hal itu dulu kepada siapapun. Itu adalah keputusannya dan dia marah karena Shanas menentangnya.

Shanas kembali pada apel di tangannya. Mengunyah benda itu sambil memandangi kakaknya yang nampak cemberut sedih. Andai Shannon tahu jika Shanas tak mungkin di sini dan membuka jalan perselingkuhan semakin lebar.

"Nanti aku sering-sering main ke sini, Mbak. Oh ya ... ibu titip pesan. Cepet punya momongan katanya." Shanas langsung terkikik melihat wajah merah kakaknya.

Ingin dia berlari menjauh dari rumah ini lalu menangis sepuasnya karena tak kuasa menahan semua sakit yang mendera batinnya. Tapi Shanas tidak melakukan itu yang berujung pada terbongkar semua kejahatannya kepada sang kakak.

Bunyi benda bergeser mengalihkan perhatian dua wanita ini. Pras sudah berdiri dengan rahang kerasnya. Rahang yang begitu kokoh membuat Shanas sangat ingin menjatuhkan bibirnya ke sana dan membuat dirinya merintih tak sanggup untuk segera memiliki pria itu. Berbeda dengan Shannon yang sangat ingin melembutkan kekerasan pria itu dengan sentuhannya maupun dengan ucapannya. Dinginnya pria itu mengerikan untuknya. Namun menggairahkan bagi Shanas.

Batinnya langsung berteriak menasehati. Nuraninya berjalan pada arah yang benar. Melarangnya mendekati Pras karena pria itu sudah bukan miliknya lagi. Namun perasaannya tak mampu dibohongi. Dia masih sangat mencintai pria itu. Dulu, sekarang bahkan nanti.

"Aku kembali kerja," pamitnya tanpa melirik ke arah Shannon maupun Shanas. Bagi Shannon ini adalah hal biasa. Malah kemajuan karena pria ini pamit sebelum pergi. Sementara Shanas tahu jika itu merupakan alarm bahaya yang menandakan kemurkaan seorang Pras.

Dia tahu Pras sangat ingin dirinya tinggal di sini. Tapi Shanas masih memiliki hati untuk tidak melukai perasaan lembut sang kakak yang pasti akan mengalah deminya. Tapi dia tak ingin memanfaatkan hal itu. Baginya Shannon pantas bahagia. Walau ia tak yakin apakah Pras mau memberikan kebahagiaan itu untuk Shannon.

"Mana file fotonya. Mbak mau lihat," pinta Shannon memecah keheningan yang terjadi beberapa saat setelah kepergian Pras.

Shanas langsung berdiri mengeluarkan USB dari kantong belakang jeans yang ia kenakan. "Mana laptopnya. Aku males ke mobil ambil laptop," ucap wanita itu lalu mengikuti Shannon yang mengajaknya masuk ke kamar.

Thank You and Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang