Sebelas

47.4K 4.3K 289
                                    

Tolon koreksi untuk typo, kalimat rancu dll yah.

Bab Sebelas

Dia seperti nila merusak susu sebelangga.

Dia itu noda, mengotori yang suci.

Dia itu kejam, menggerogoti jiwa.

Dia itu satu yaitu BENCI.

Dengan hidangan makan malam yang sudah tersedia di atas meja makan. Shannon menggeletakan kepalanya di tepi meja dalam posisi duduk. Menunggu lebih dari tiga jam membuatnya terseret dalam arus kantuk yang begitu kuat hingga tak sadar, matanya mulai menutup dan alam mimpi pun menyambutnya.

Pras belum pulang juga bahkan telah lewat tengah malam. Hal yang memang sering dan nyaris tiap hari terjadi. Pras baru akan pulang, mungkin pukul satu atau mendekati subuh.

Setiap malam pula Shannon ketiduran di meja makan dan baru akan terbangun saat mendengar suara yang ditimbulkan oleh Pras.

Namun hingga adzan subuh berkumandang, suara Pras tak kunjung terdengar. Shannon menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal menyiksa. Dia menyapukan pandangan ke seluruh ruangan yang mampu sepasang mata sendunya gapai.

Sepertinya Pras memang belum pulang ke rumah. Dengan rasa hampa dan kecewa, wanita itu kemudian bangkit dan dengan lesu ia megambil wudhu untuk sholat subuh. Dia memiliki angan-angan untuk sholat dengan Pras sebagai imamnya. Namun mengapa untuk mewujudkan angannya itu seperti memetik bintang yang menggantung di atas sana? Mustahil.

Usai melakukan sholat subuh, Shannon beranjak dari tempatnya menuju tempat tidur. Walau terbersit keinginan untuk menelepon Pras, namun tak ia lakukan karena tak ingin mendengarkan omelan pria itu yang tak suka jika dihubungi olehnya.

Baru saja kegelapan yang begitu nyaman menyelimuti diri. Suara bantingan pintu kamar langsung membuatnya berjengkit kaget. Shannon membuka mata dengan cepat. Dia bangun untuk melihat siapa yang membuka pintu kamarnya.

Walau ia tahu siapa yang melakukan itu, hanya saja ia penasaran mengapa Pras membuka pintu dengan begitu keras. Melempar daun pintu hingga menabrak dinding.

"Adik kamu tidak jadi tinggal di sini, kan?! Jadi kamu bisa tidur di kamar lain!" bentak Pras menghampiri Shannon lalu menarik tangan wanita itu.

Wajah dan mata Pras nampak merah. Saat jaraknya berdekatan dengan suaminya, dia bisa membaui aroma alkohol dari kemeja kucel Pras.

"Keluar!" teriak pria itu menarik Shannon dari atas peraduan dengan begitu kasar. Wanita itu bahkan terjatuh beberapa kali karena langkahnya yang terseret-seret.

"Mas ... aku bisa jalan sendiri mas. Jangan gini!" pekik Shannon berusaha melepaskan cengkeraman Pras di tangan kanannya.

Air mata wanita itu telah mengalir deras namun Pras bahkan tak mempedulikannya. Entah dia bisa melihat airmata pedih itu atau tidak, karena mata pria itu telah dibutakan oleh kemarahan.

Di kamar ketiga Pras membanting Shannon di sebuah ranjang berukuran sedang. Nafas pria itu memburu. Dia begitu kacau dengan wajah frustasi.

Shannon berusaha bangun, lalu memandang Pras nanar. Dihapus air mata yang menghalangi pandangannya sambil berdiri memijakan kaki di lantai. Walau goyah, ia berusaha berdiri tegap di hadapan suaminya. "Kenapa kamu tega melakukan itu?" tanyanya lirih berusaha menggapai bahu Pras yang kokoh namun ia tahu itu rapuh.

Pria itu terlihat begitu tak berdaya hingga ia ingin sekali menjadi penopangnya tak peduli jika ia tak kuat. Dia ingin memeluk pria itu tak peduli jika yang ia dapatkan adalah ribuan caci bak anak jarum yang menyerbu dengan kejam hatinya yang rapuh.

Thank You and Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang