3. Dibalik Sifatnya

16.2K 639 2
                                    

1 detik...
2 detik...
3 detik...
4 detik...

Aku tak merasakan apa apa. Tak lama kemudian aku mendengar suara tawa dari pak evan. Dia tertawa sampai terpingkal pingkal. Aku merasakan pipiku yang memanas karena menahan emosi dan malu. Dia terus saja tertawa karena melihat aku salah tingkah. Tak terasa ada cairan bening disudut mataku. Pak evan yang melihatku menangis dia langsung terdiam dan menarikku dalam pelukannya. Aku menangis didalam pelukannya. Pelukkannya sangat hangat. Setelah tangisanku mereda pak evan melepaskan pelukkannya. Kemudian menatapku dan berkata.

"Maafkan aku" ucap pak evan dengan lembut. Tidak ada tatapan tajam yang seprti tadi. Aku hanya melihat tatapan yang menyesal. Aku tak menyangka pak evan bisa lembut seperti ini. Aku tak membalas ucapannya. Aku hanya menundukkan kepalaku. Aku masih syok dengan apa yang telah terjadi tadi. Semuanya diluar dugaanku. Pak evan sangat lembut. Lembut dari perlakuannya dan ucapannya. Bahkan kapaspun kalah kelembutannya.

"Aku tak bermaksud untuk mempermalukan kamu. Maafkan aku" ucapnya lagi. Kemudian pak evan memegang daguku dan mengangkatnya supaya aku bisa melihatnya. Aku melihat dia tersenyum. Oh ya tuhan senyuman yang indah. Aku merasakan ppipiku yang memanas lagi.

"Oh, ya ampun dengan senyumannya aja sudah membuatku malu seperti ini" ucap batinku yang kegirangan.

"Hei, you're blushing?" Ucap pak evan sambil menghapuskan sisa air mataku disudut mataku. Kemudian kami mendengar bel masuk pertanda bahwa bel istirahat telah usai.

"Oh maafkan aku. Sudah bel masuk. Padahal kamu belum makan apa apa" ucap dia dengan tatapan menyesal. Padahal aku sendiri pun lupa dengan hal itu.

"Kenapa aku bisa lupa sih? Kalau mama tau aku bisa bisa aku disemprot abis abisan dengan mama." Ucap batinku. Aku pun masih belum menjawaab semua perkataannya.

"Bagaimana kalau nanti pulang sekolah aku ajak kamu makan diluar?" Tanya pak evan dengan senyumannya. Dengan senyumannya itu membuatku lupa tentang kejadian barusan.

"Ini beda banget sama pak evan yang tadi dikelas?" Ucap batinku.
"Pulang sekolah?"
"Ah, aku lupa hari ini aku bekerja setelah pulang sekolah" ucap ku dalam hati. Saat aku ingin menjawab, pak evan sudah berkata duluan.

"Ya sudah. Aku tunggu diparkiran guru etelah pulang sekolah. Oke cantik." Ucap pak evan. Kemudian pak evan mendorongku keluar ruangnya. Sebelum aku keluar, aku merasakan sesuatu yang basah dikeningku. Aku membelakkan mataku. Oh, ya ampun pak evan mencium keningku dengan lama dan lembut. Aku terbuai dengan ciumannya yang ada dikeningku. Setelah selesai aku keluar dari ruanganya dan berjalan kearah kelasku.

"Oh, ya tuhan kenapa pak evan melakukan hal itu? Aku suka dengan senyumannya. Aku berharap ini bukan mimpi" ucap batinku yang sangat senang.

✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏

Saat ini aku berada didalam kelasku. Aku tidak fokus apa yang dijelaskan oleh bu putri. Bu putri mengajarkan pelajaran sosiologi  aku masih memikirkan bagaimana caranya aku menolak ajakannya pak evan. Aku harus bekerja diaebuah cafe. Aku bekerja di cafe victoria audah 5 tahun. Pada saat itu aku kelas 1 SMP. Bayangkan saja umur segitu harusnya bermain dengan teman seusianya. Tetapi beda denganku, aku harus bekerja untuk membantu ibuku membayar rumah kontrakan, memvayar uang sekolahku persemester dan untuk menyambung hidup kami.

Kalau aku mengingat kejadian 5 tahun yang lalu. Kejadian itu membuat aku sedih, kecewa dan hampir membuat ku gila. Ayahku pergi tanpa alasan kepada kami. Dia meninggalkan banyak hutang hutang disana sini. Ibuku yang bekerja keras untuk menyambung hidup kami dan untuk membayar hutang hutang si brengsek itu. Aku menjadi benci dengan ayahku. Karena ayahku ibuku selalu dicaci maki oleh rentenir jika tidak membayar hutang hutangnya.

Bahkan ibuku berniat untuk bunuh diri dengan cara meminum baygon. Aku yang melihat itu langsung aku buang baygonnya dan aku menangis sejadi jadinya. Jika ibuku meninggalkan aku mungkin aku juga melakukan hal yang sama pada saat itu juga. Semenjak kejadian itu kami menjual rumah yang kami tempati dan uangnya digunakan untuk membayar hutang hutang si brengsek itu 

Sekarang kami tinggal dirumah kontrakan yang sederhana. Ibuku bekerja sebagai pelayan disalah satu rumah makan. Dan aku juga ikut membantu mencari uang. Tadinya ibuku menolak aku untuk ikut membantu tapi aku meyakinkan ibuku untuk tidak perlu mengkhawatirkan ku.

✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏✏

Pulang sekolah aku langsung keluar dari kelas. Aku tak menghiraukan panggilan dari calista. Aku juga tak bilang kejadian istirahat tadi. Mengingat kejadian itu membuatku malu atas sikapnya  tak terasa aku menabrak seseorang sehingga membuatku jatuh terduduk dilantai.

"Aww sakit..." ucapku yang meringis kesakitan.

"Aduh, maaf maaf aku tak lihat kalau ada orang" ucap orang itu. Kemudian dia mengulurkan tangannya untuk membantuku. Aku menerima uluran itu dan dia menarikku hingga aku masuk dalam pelukkan orang itu. Pandangan kami bertemu sejenak aku melihat matanya yang berwarna cokelat itu. Membuat ku betah menatap matanya. Hidung yang mancung. Alis yang tak terlalu tebal. Dan bibirnya yang tersenyum. Dia tak putih tapi hitam manis cocoklah dia sangat manis dilihat. Dan tak lama kemudian ada seseorang yang berdehem.

"Ehkkehem. Sampai kapan kalian akan pelukkan seperti itu?" Ucqp seseorang. Suara baru baru ini sangat familiar ditelinga kirana.

"Suara itu? Sepertinya aku mengenali siapa suara itu?" Ucap batinku. Kemudian aku melihat pak evan dengan ekspresi yang tak bisa ku jelaskan. Pak evan melipat kedua tangannya didadanya. Aku yang sadar dengan kehadiran pak evan. Aku langsung berontak dalam pelukkan orang itu. Tetapi orang itu tidak melepaskanny. Aku sudah berusaha sekeras apapun tetap saja tidak bisa dilepaskannya. Pak evan yang melihat usahaku akhirnya pak evan menarikku hingga pergelangan tanganku memerah. Aku melihat rahang pak evan mengeras.

"sepertinya pak evan sedang menahan emosi. Tapi kenapa pak evan emosi?" Ucap batinku. Terkadang aku heran dengan sifatnya pak evan kepadaku. Pada saat pertemuan pertama kali dia dikelas dia sangat dingin, jutek, pendiam dan tak berulah. Dan pada saat diruangannya tadi dia lembut sangat lembut, manis dan perhatian. Aku dipusingkan dengan sifatnya itu.

Kemudian aku ditarik oleh pak evan. Menjauh dari orang yang menabrakku. Aku baru menyadari bahwa orang itu tidak memakai seragam sekolah.

"Mungkin dia murid baru yang ingin melihat lihat sekolahaanya dulu?" Ucap batinku. Pak evan membawaku keparkiran guru.

"Ah aku baru teringat dia akan mengajak ku makan bareng. Lalu bagaimana ini?" Ucap batinku lagi. Dia membukakan pintu penumpang disebelah kursi pengemudi.

"Masuk" ucap pak evan

"Mau kemana kita pak?" Tanyaku dengan muka polos. Padahal aku tau kalau kita akan makan bersama.

"Kan aku sudah bilang kepadamu aku akan mengajak makan sepulang sekolah. Jadi sekarang masuk" ucap pak evan dengan nada yang merintah. Kemudian aku mengikuti perintahnya.

"Kenapa sifatnya seperti bunglon yang suka berubah ubah? Aku tak mengerti?"

The Crazy TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang