Chapter 1

20.7K 461 9
                                    

Re-post. Beberapa part masih dalam proses editing.

Jangan lupa tinggalkan vote ya ⭐ 🙏

Sore itu Arya–suami Dian belum pulang dari kantornya. Maghrib segera tiba, semburat jingga di langit sore sudah berganti. Langit berganti latar menjadi warna malam yang gelap. Suara Azan Magrib bersahutan dari mesjid-mesjid di sekitar rumah menandakan waktu salat telah tiba. Setelah menutup pintu dan jendela Dian mengambil wudhu, lalu menunaikan salat maghrib. Terdengar pintu depan dibuka dengan kasar, tapi Dian masih tetap khusyuk dan menyelesaikan salatnya hingga salam.
Saat salam terakhir, tiba-tiba dari arah belakang seseorang menarik leher wanita itu dengan kasar. Lehernya dicengkeram hingga ia terlentang di lantai. Reflek ia meronta berusaha melepaskan diri dan berusaha mencari celah untuk bernafas karena semakin lama tangan itu terasa semakin menekan tenggorokannya. Wajahnya memerah, pembuluh darah di wajahnya membengkak seakan mau meledak. Tangannya berusaha melepaskan, tapi tenaga pria itu jauh lebih kuat.

"Kamu jangan macam-macam sama aku, dasar wanita murahan! Aku izinkan kamu kuliah biar pintar, bukan pintar bohong dan main serong!" bisiknya dingin dan penuh amarah sambil memperkuat penekanan tangannya di leher wanita itu.

"Lee ... paas ... kaan ... aarrghh ...." Dian berteriak sekuat tenaga.

Ia berusaha keras untuk merebut udara untuk dapat bernapas, karena yang terasa adalah semakin sakit dan sesak. Bayangan tentang kematian telah memenuhi pikirannya. Air mata menganak sungai di sudut matanya. Ia khawatir akan meninggalkan putri semata wayangnya.

"Kay ... Kayla ...." Dian berusaha memanggil putrinya.

"Kalau Kamu macam-macam, aku akan bunuh kamu, anakmu dan ibumu! kamu tau kan aku punya pistol. Tinggal aku doorrrr!" Dengan gigi gemeretak pria berseragam itu membisikkan acamannya di telinga Dian.

Air mata terus mengalir membasahi mukena yang masih membalut di tubuhnya. Pandangannya mulai kabur, ia pasrah sambil terus berusaha berzikir.

Pria itu akhirnya melepaskan tangannya kemudian saat Dian mulai terlihat sekarat. Dian pun terbatuk-batuk kesakitan hingga hampir memuntahkan isi perutnya. Ia
Ia menoleh ke arah pria yang telah membuatnya hampir mencium kematian. Dialah Arya–suaminya. Lelaki yang telah ia dampingi selama hampir sepuluh tahun ini.

"Sekali lagi kamu berhubungan dengan si Iyan itu, Aku bunuh dia!" ancamnya sambil berlalu pergi.

Dian percaya itu bukan ancaman kosong belaka, pria itu gila. Kali ini ia bahkan nyaris terbunuh. Ini bukan kali pertama perlakuan kasarnya pada Dian, tapi ini yang paling nyaris membuatnya hampir menemui ajal.

Dian masih meringkuk di atas sajadah. Tubuhnya masih terbalut mukena. Kayla–putrinya kemudian datang mendekati ibunya. Sejak tadi ia hanya bisa menyaksikan dari jauh apa yang dilakukan ayahnya pada ibunya itu. Ia terlihat syok, sesegukan di dekat pintu kamar menyaksikan semuanya.

"Papa jahat! Mama sakit, hicks." Kayla menangis terisak-isak.

Arya sudah keluar lagi dari rumah, pergi entah kemana seperti biasanya. Mungkin ke wanita-wanita yang pernah ditidurinya.

Dian masih ingat Ratih, janda muda yang ia pekerjakan sebagai penjaga kantin miliknya di salah satu kantor pelayanan masyarakat. Saat itu ia memang memiliki bisnis kecil-kecilan untuk menambah pendapatan. Kebetulan si pemilik yang lama akan hijrah ke kampung halamannya di Pulau Jawa sehingga ia menjual seluruh perlengkapan kantin itu pada Dian. Saat itu Ratih memang sudah bekerja di situ, jadi Dian tetap mempertahankan karyawan lama.

"Mbak ini gak bersyukur, Mas Arya itu kurang baik apa toh? Sudahlah ganteng, polisi pula, baik, duh, idaman banget." Ratih berkomentar setelah sebelumnya ia melihat Dian beradu argumen dengan Arya di kantin.

"Tau dari mana Mbak? Jangan hanya melihat tampilan luar," ujar Dian kesal.

Dian berusaha sabar dengan perilaku lancang Ratih. Ia memang berencana memecat wanita itu, belakangan pakaiannya makin terbuka saja.

"Ya, taulah. Mana hot lagi di ranjang, hihihi," lirih Ratih tanpa peduli jika Dian mendengarnya.

Dian merasakan perih di hatinya. Ratih bukan orang pertama yang bermain api dengan suaminya. Hanya saja ia tak menyangka bahwa Arya seperti lelaki hypersex yang sanggup meniduri siapa saja. Ia merasa jijik, pastilah segala jenis penyakit menular bisa hinggap dan bersemayam di tubuhnya.

Sejak itu ia memang menjaga jarak dengan Arya.  Hanya ketakutan akan kehilangan Kayla yang membuat ia bertahan. Sekarang ditambah lagi dengan ancamannya yang akan membunuh ibu dan anaknya. Dian takut setengah mati, pria bergelar suaminya kini seperti monster yang bisa saja menghabisi diri dan keluarganya.

Dulu ia tak begitu, bahkan terlihat seperti ayah sempurna untuk Kayla. Menemani Kayla bermain, belajar, mengajarinya mengaji dan berenang. Sungguh Dian tak pernah menyangka di dalamnya ada ular yang selama ini tertidur.

Arya  memang memiliki masa kecil yang kelam. Ayahnya sering menyiksa, memukul, dan mencambuknya jika ia kedapatan berbuat nakal. Saat Arya beranjak remaja, ayahnya itu meninggal. Arya yang merupakan anak laki-laki tertua berubah menjadi tulang punggung keluarganya. Ia berusaha menghidupi keluarga disamping harus tetap melanjutkan pendidikannya.

Di satu sisi, Dian salut dengan perjuangan hidup suaminya itu. Ia tipe pekerja keras dan tak lekas putus asa. Ia berhasil lulus, mendapat beasiswa dan mengangkat ekonomi keluarganya yang sempat jatuh karena membiayai pengobatan ayahnya. Namun, siapa yang sangka ia ternyata menyimpan dendam di hatinya, dendam kepada rasa simpati yang menurutnya adalah kelemahan.
Rasa sayang dan cinta yang diberikan Dian padanya dianggap palsu, yang tulus hanyalah cinta dari ibunya. Tak salah memang, tapi jika berlebihan 'mother complexes' namanya.

Rasa sayangnya pada Kayla anak mereka satu-satunya itu pun seakan-akan berangsur hilang, ditelan rasa dendam. Makin ke sini, ia enggan dipeluk dan dicium Kayla, entah setan apa yang ada di dalam sana. Baginya Dian hanya istri pajangan yang harus mengurus anaknya dan menjaga nama baiknya di muka umum. Dibelakang itu semua, seorang Arya hanya pemabuk, pemburu nafsu dan penyiksa istrinya.

Padahal ia bukanlah orang yang tidak tau agama. Ia bahkan pernah mengenyam pendidikan di pesantren sejak sekolah. Namun, itu semua hilang ketika iblis di dalam dirinya lebih besar. Cuma satu yang ia dengar, ibunya. Tapi percuma mengharapkan wanita tua yang masih haus harta itu. Bagi mertuanya, Dian hanya wanita bodoh yang tidak pantas untuk anaknya yang menurutnya sangat sempurna itu.

"Arya itu milikku! kamu tau kan wanita nomor satu bagi seorang pria itu adalah ibunya, ingat itu! Jadi jangan sampai Arya jadi anak durhaka karena kamu, istrinya!" jelas wanita tua itu.

Itulah kata-kata yang di sampaikan ibu Arya ketika Dian mencoba mengadukan sikap suaminya itu kepada ibu mertuanya. Dian sebenarnya sudah lelah dengan pernikahan ini. Beberapa kali ia pernah mencoba kabur, namun Arya selalu berhasil menemukannya dan menyeret istrinya itu pulang.

Saat Dian pulang kampung ke tempat ibunya di kampung halamannya di Pulau Jawa, jangan harap ia bisa tinggal berlama-lama. Arya akan segera datang dan menjemput paksa. Namun, dengan cara seakan-akan Dian istri yang lalai dan tak menuruti perintah suaminya. Arya tetap berperan seolah-olah telah menjadi menantu yang baik untuk keluarga Dian.

Dian memang tidak menceritakan masalahnya pada ibunya. Sebisa mungkin ia menutupi masalah rumah tangganya pada siapapun. Ia tak ingin wanita yang melahirkannya itu menderita memikirkan masalah ini.

Makanya sekarang bagi Dian, yang penting bukan orang terdekatnya yang disakiti, ia masih berusaha untuk mempertahankan pernikahannya, meski entah sampai kapan. 

Tolong vote nya ya 🙏🏻

Enough! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang