Dian terbangun dengan nyeri hebat di kepalnya. Perlu waktu cukup lama sampai ia bisa membuka mata. Saat ia terbangun, Kayla sudah terbaring di sampingnya. Dian juga tahu, saat ini ia sudah berada di rumah pustu lagi.
Ia mencoba bergerak, tapi sulit sekali menggerakkan tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuh juga sama parahnya dengan nyeri di kepala. Ia benar-benar merasa babak belur, tenaganya seolah terkuras habis. Namun, di sisi lain, ada kelegaan yang luar biasa ketika mendapati putrinya-Kayla sedang tertidur pulas di sampingnya saat ini.
Mengetahui dirinya kembali ke rumah terkutuk itu membuatnya semakin yakin kalau Arya lah dalang peristiwa yang ia alami tadi malam. Jika mengingat kembali kejadian tadi malam, rasanya seperti mimpi. Adegan ala sinetron yang rasanya tidak mungkin ada di kehidupan nayata, Namun, rasa sakit pada tubuhnyalah yang membuktikan kalau itu semua nyata adanya.
Air mata mulai mengalir dari sudut matanya. Dian masih tak habis pikir, bagaimana mungkin pria yang pernah dicintainya itu berubah sangat drastis. Ke mana pria yang mengucapkan janji pernikahan dengan mengharu biru di hari pernikahannya itu. Apakah ini masih pria yang sama yang mengecup keningnya dengan lembut saat Dian melahirkan Kayla?
Dian seakan melihat satu orang dengan dua kepribadian yang jauh berbeda. Bagai bumi dan langit, pria ini bukan lagi Arya suaminya.
Lamunannya terhenti ketika Arya masuk ke kamar, masih mengenakan seragam dinasnya. Pria itu sepertinya baru saja pulang dari menghadiri apel pagi di kantornya.
"Sudah bangun rupanya, apa perlu acara sambutan atas kepulanganmu ke rumah ini?" sindirnya.
Dian menoleh, pria itu menatapnya dingin. Seringai mengerikan terlukis di wajahnya, seolah puas dengan apa yang menimpa Dian.
"Biadab! Tega sekali kau!"
Dian berusaha menekan nada suaranya. Dadanya sebenarnya sangat sesak, dan ingin menumpahkan segala kekesalannya saat itu. Namun, mengingat Kayla yang berbaring di sampingnya, ia urungkan niat itu.
"Itu cuma peringatan buatmu, Sayang. Kau tau aku bisa melakukan yang lebih dari itu!" ancamnya.
"Apa maumu? Sudahlah, lepaskan saja kami. Bukankah kau juga tak menginginkanku?"
Tangis Dian pecah, sesekali isakan itu keluar dari mulutnya. Namun, ia masih berusaha keras mengontrol emosi yang hampir meledak, tak ingin hal buruk kembali terjadi di depan Kayla. Putrinya itu pasti sudah sangat syok dengan kejadian kemarin.
"Baik, kalau maumu begitu, akan ku kabulkan. Tapi dengan caraku, pakai aturanku, bukan sesukamu, Dian!" ancamnya sambil mendekati wanita itu.
"Apa maumu?" balas Dian lagi.
Pria itu lalu menunduk ke arah wajah Dian, membelai rambut wanita itu dengan napas yang memburu. Seperti binatang buas yang siap menerkam mangsanya yang sudah tidak berdaya.
"Kejadian tadi malam baru peringatan, Sayang. Kamu tau aku bisa buat lebih bukan?" bisiknya lagi.
Suaranya yang melembut itu justru membuat Dian jadi merinding. Ancaman itu terdengar kelam dan kejam dengan nada sangat dingin. Arya semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Dian dan menciumnya dengan kasar. Bibirnya yang terasa dingin membuat Dian bergidik ngeri. Dian semakin yakin, pria itu bukan lagi suaminya yang dulu. Dengan enggan, ia mendorong wajah Arya dan membuang mukanya menghindari tatapan kelam itu.
"Dasar psikopat!" umpat Dian.
Namun, Arya hanya tertawa sinis, lalu meninggalkannya begitu saja. Terdengar suara pintu depan ditutup dan suara mobil yang dinyalakan lalu menghilang. Dian menghela napas lega, setidaknya ia kini hanya tinggal berdua bersama Kayla. Tubuh gadis kecil itu kemudian menggeliat bangun, dan terkejut melihat wanita yang berbaring di sebelahnya.
"Mama!" pekiknya sambil langsung memeluk Dian. "Jangan tinggalin Kayla lagi, Ma. Key takut," isaknya.
Dian membalas pelukan anaknya itu, meski gerakan tiba-tiba itu membuat tubuhnya yang nyeri kembali berdenyut. Namun, rasa senang membuat sakit itu seolah bukan apa-apa. Air matanya kembali tumpah.
"Maafin mama, ya, Nak. Mama janji kita akan selalu bersama."
Mereka pun sama-sama menangis melepas segala cemas akan kejadian tadi malam yang hampir saja membuat mereka terpisah. Dian tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya nasib anak itu jika dirinya mati malam tadi. Perih rasanya membayangkan perasaan Kayla saat ini. Pastilah anak itu terluka hatinya melihat kedua orang tuanya yang kini saling menyakiti.
Hal itu membuat Dian yakin akan keputusan selanjutnya yang akan ia ambil. Ia akan menuruti kemauan Arya. Yang penting saat ini baginya bisa lepas dari pria itu.
Bunyi dering ponsel mengakhiri drama haru ibu dan anak itu. Dian pun kemudian menjawab panggilan dari sahabatnya-Tifa.
"Halo, ya Tifa. Aku nggak apa-apa, besok saja ceritanya, ya. Aku mau istirahat dulu."
Segera ia tutup telpon dari sahabatnya itu. Ia tak ingin Tifa mendengar tangisnya.
"Tante Tifa, ya, Ma? Kemaren Kayla, Tante Tifa, Tante Lastri dan Omnya ke kantor polisi nyariin mama. Tapi mamanya gak ada juga. Emang Mama ke mana sih?" tanya Kayla.
Dian hanya diam, ia jadi yakin kalau Arya pasti sudah menyelesaikan laporan itu dengan skenario miliknya. Bukan hal baru bagi Dian. Ia makin yakin kalau jalannya berpisah dengan Arya bukanlah jalan yang mudah. Segala cara kotor mungkin akan ditempuh pria itu. Mau tak mau Dian harus siap menghadapi semua itu. Agar harapannya untuk lepas dari Arya bisa menjadi nyata.
***
"Ya Allah Kak, tega sekali orang yang melakukan semua ini? Sadis!" Ada bendungan air mata di sudut mata Tifa. Sahabat Dian itu terkejut saat mendapati lebam-lebam di tubuh Dian saat mereka mengunjunginya di kos.
Dian memang segera meninggalkan rumah ketika Arya pergi. Ia tidak mungkin berdiam diri di sana lebih lama, nyawanya bisa saja hilang jika ia tetap bertahan. Setelah merasa tubuhnya mulai bisa digerakkan, ia kembali meminta bantuan Lastri dan Tifa untuk menjempunya dan membawa mereka kembali ke kos.
"Kenapa nggak dilanjut laporannya, Dian? Kalau dibiarin, besok-besok dia bakal lakuin hal begini lagi," protes Lastri berapi-api.
Ia terlihat geram dengan apa yang terjadi dengan wanita itu. Dan ikut kesal ketika mengetahui kalau laporan mereka tadi malam sudah dicabut.
"Percuma, Mbak, paling juga laporannya dicabut dengan alasan kurang bukti, kurang saksi dan kurang lainnya. Aku udah buat keputusan, aku akan ikuti cara dia asal dia mau lepasin kami," optimisnya.
Mau tak mau, Dian merasa saat ini hanya itulah jalan satu-satunya. Setelah lepas nanti, barulah ia memikirkan langkah untuk bisa pergi sejauh mungkin agar pria itu tidak mengganggunya lagi. Namun, tentu saja jalan pilihan Arya bukan sesuatu yang mudah buat Dian. Akan banyak hal yang akan merugikan bagi Dian. Dia meyakinkan dirinya agar siap menghadapi semua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enough!
Mystery / Thriller🌟 COMPLETED! Karena emang lagi di edit. Jadi kalau keberatan silahkan leave dari pada komentar gak penting! #1 Kekerasan (261119) #1 kdrt #1 s2 #1 selingkuh (281119) #1 divorce (060320) #1 violence (030720) 👏👏👏 🙏🙏 Enough! - Syifa Aimbine...