Chapter 5

6.9K 254 2
                                    

Kayla kecil menunggu ibunya di kamar sambil memainkan games di ponsel baru milik ibunya itu. Kayla tampak keasyikan menekan gambar-gambar animasi berbentuk permen yang menggemaskan. Terdengar bunyi yang membuatnya makin bersemangat dan fokus oada benda pipih itu. Setelah beberapa saat, anak itu baru menyadari mamanya sudah terlalu lama pergi. Ia pun mulai mencari.

"Kenapa Mama lama ya?" gumamnya.

Kayla beringsut untuk mengintip keluar melalui jendela, ia pikir mamanya menerima tamu di depan kamar, tapi ternyata kursi depan kamar itu kosong. Tidak ada mamanya di sekitar situ.

Kayla lalu memberanikan diri untuk membuka pintu, dia juga tidak melihat mamanya di sekeliling halaman kos-kosan. Kayla pun mulai panik, ia segera mencari mamanya di luar kamar. Setelah yakin tidak menemukan, Kayla pun lekas menghampiri bapak penjaga yang terlihat sedang makan di belakang pos tempat si bapak biasa duduk. Kayla dan mamanya memang pernah berbicara dengan penjaga tersebut. Apalagi Kayla sepertinya satu-satunya anak-anak yang ikut tinggal di kosan ini. Tentu saja ia jadi cukup terkenal di antara penghuni kos.

"Pak, liat mama Kayla nggak?" tanyanya pada Pak Man, begitu para penghuni kosan memanggilnya.

Pak Man menghentikan aktivitasnya dan memandang Kayla. Wajah gadis kecil itu terlihat panik.

"Tadi sama tamunya di depan, Neng, bentar ya, Pak Man minum dulu," lanjut Pak Man memilih menghentikan kegiatannya.

Setelah minum, Pak Man dan Kayla pun menuju ke luar pagar untuk melihat keberadaan Dian, tapi ternyata di jalan itu tidak ada orang, mobil yang parkir sejak sore tadi di seberang jalan pun tidak lagi kelihatan. Pak Man celingak-celinguk mencari. Namun, jalanan itu memang kosong. Kawasan ini memang tidak terlalu ramai, jalan yang berada di depan juga bukan jalan umum. Hanya terdapat beberapa rumah di gang itu.

"Lah sudah nggak ada, di kamar nggak ada, Neng?" tanya nya bingung.

Karena ia sebenarnya juga tak melihat wanita itu masuk kembali tadi.

"Nggak Pak, Mama bilang tadi pergi sebentar, tapi kok malah pergi ninggalin Kayla."

Terdengar kepanikan disuara gadis kecil itu. Melihat hal tersebut Pak Man merasa iba, dia pun membawa Kayla ke rumah Pak Haji pemilik kos-kosan ini setelah memastikan memang tidak ada jejak Dian yang terlihat.

Pak Man pun menjelaskan kepada Pak Haji tentang peristiwa aneh yang dialami anak kecil ini. Pak Haji lalu membawa Kayla masuk. Gadis itu terlihat seperti akan menangis. Pak Haji memanggil istrinya supaya dapat membujuk Kayla.

Setelah beberapa lama, Kayla mulai terlihat tenang. Pak Haji dan istrinya pun mulai mengajukan beberapa pertanyaan.

"Kayla, papa Kayla di mana?" tanya istri pak haji dengan lembut sambil merangkul pundak gadis itu.

"Di rumah pustu," jawab Kayla terbata.

"Kita telfon Papa, ya?" Bujuk Pak Haji lagi.

"Nggak! Papa nanti pukulin Mama, kasian Mama," teriak Kayla spontan.

Air mata mulai mengalir di pipinya yang kemerahan. Mereka yang ada disitu pun saling lihat-lihatan seperti memahami persoalan yang terjadi, hening sesaat. Pak Haji enggan melanjutkan, tak ingin gadis kecil itu jadi semakin bersedih.

Kayla memandangi ponsel ibunya yang tadi ia mainkan, ia langsung teringat sesuatu dan mulai memencet benda pipih itu. Di usianya ini, Kayla sudah mengerti sedikit banyak tentang pengoperasian ponsel. Ia pun menekan tanda telepon untuk melihat riwayat panggilan.

Dia ingat ibunya menelpon temannya Tifa sebelum Pak Man mengabarkan ada tamu yang mencarinya. Ia pun segera menekan nomor Tifa. Pak Haji dan semua yang ada di ruangan itu ikut mendengarkan.

"Hallo, Tante Tifa? Ini Kayla Tante, mama Kayla lagi sama Tante, ya? Mama kenapa ninggalin Kayla sendiri? Huhu .... " tangis Kayla akhirnya kembali pecah.

Pak Haji yang melihat hal itu segera mengambil alih, tak ingin ada kesalah pahaman info nantinya.

"Sini biar kakek yang bicara dengan teman mamanya Kayla, ya?" bujuk Pak Haji.

Kayla pun memberikan ponselnya itu kepada Pak Haji.

"Halo, begini Mbak, Mamanya Kayla nggak ada di kamarnya"


"Halo, Kayla! Mama kamu kemana?" Tifa heran kenapa Kayla menghubunginya tiba-tiba untuk menanyakan keberadaan mamanya.

Memang beberapa saat yang lalu Dian menghubunginya, tapi pembicaraan mereka berakhir saat Dian menutup pembicaraan karena katanya ada tamu dari kantor pengacara.

"Halo, Mbak, saya pemilik kos-kosan tempat Mbak Dian tinggal, ini anaknya nyariin mamanya nggak ada, mbaknya tau?" jawab suara pria di seberang panggilan suara.

Tifa langsung merasa ada yang tidak beres terjadi pada Dian dan Kayla.

"Ya, Pak, saya Tifa temennya Kak Dian, memang sebelumnya Kak Dian telfon saya, tapi habis itu ditutup karena ada tamu katanya, jadi saya nggak tau kemana Kak Dian sekarang," jelas Tifa sejelas mungkin.

Sekarang Tifa mulai ikut cemas, mengingat beberapa peristiwa dari masalah yang sedang dihadapi temannya itu. Kemana Kak Dian? Apa diculik?, pikirnya. Semua pikiran buruk pun berkecamuk di kepala Tifa.

Setelah menyelesaikan pembicaraan dengan pemilik kos dan berjanji akan menyusul Kayla, Tifa pun segera menghubungi Mbak Lastri untuk mengabari berita ini. Mbak Lastri menyuruh Tifa untuk menunggu dijemput karena khawatir anak gadis itu jika harus keluar malam seorang diri.

Beberapa menit kemudian, Lastri dan suaminya menjemput Tifa di kosnya, mereka pun bergegas menuju kosan Dian. Mereka segera disambut oleh Pak Haji, pemilik kos dan istrinya. Terlihat pula Kayla yang murung. Lastri dan Tifa saling berpandangan. Dari pembicaraan mereka, disepakatilah untuk melaporkan hal ini ke pihak berwajib.

Maka mereka pun berangkat ke kantor Polisi untuk melaporkan hal ini. Meski masih kurang dari 24 jam, tapi mereka yakin ada yang tidak beres dengan Dian. Apalagi merasa ada beberapa hal yang mencurigakan terjadi dengan tamu yang menemui Dian. Ditambah cerita Tifa tentang kondisi rumah tangga Dian yang mau tak mau harus ikut ia jelaskan.

"Masa iya sih suaminya mau nyulik istrinya?" Bang Syarif, suami Lastri meragukan cerita istrinya yang curiga temannya itu diculik.

"Ya mungkin ajalah, Bang, orang dia juga kemarin sempat mau cekik istrinya itu kok, untung nggak sampai mati" balas Lastri berapi-api.

"Hush! Ada anaknya itu, ngomongmu rem dikit!"

"Iya ... Iya, habis gemes aku lihat orang yang menyiksa wanita, kalau nggak seneng lagi ya balikin aja ke rumah orang tuanya lah."

"Halah, curhat!" ejek Syarif yang dibalas dengan cibiran Lastri.

Tifa tersenyum kecil mendengar percakapan suami istri yang berada di depannya. Dipandanginya Kayla yang sejak tadi terdiam, entah apa yang dipikirkan gadis seuisianya saat ini.

Tifa menghela napas, lalu membelai halus rambut Kayla, seakan memberikan aliran kekuatan untuk gadis itu walau hatinya pun ikut gelisah.

"Kasihan Kak Dian, di mana ia sekarang? Semoga baik-baik saja," gumam Tifa pelan.

Enough! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang