"Bajingan!"
Safitri memaki dan memukul meja dengan tangannya yang terkepal. Wanita bekulit coklat itu geram dengan perlakuan Arya yang kini meninggalkan bekas lebam di wajah Dian.
Dian masih terbaring di kamar kos setelah Pak Man membantunya tadi malam. Selain lebam, pukulan itu juga meninggalkan rasa sakit yang masih menetap. Ia bahkan sampai rubuh saat memaksakan diri bangkit ketika bangun tidur tadi pagi. Akhirnya mau tak mau ibu yang sudah sampai di bandara terpaksa menggunakan taksi menuju kos Dian.
"Dia menyuruhku untuk absen dari sidang besok, Fit," ceritanya ketika Safitri datang berkunjung.
"Cih! Banci! Yang ada hakim bakal makin yakin dia pelaku KDRT! Kamu harus kuat, Dian! Besok kita hadapi Bajingan itu!" Safitri tampak geram setelah Dian menceritakan semua yang Arya lakukan padanya tadi malam.
"Tapi Ibu ...." Dian mengkhawatirkan ibunya.
"Tenang! Hari ini kamu istirahat saja, besok pagi aku jemput kamu dan Ibu," ujar Safitri yang paham akan ketakutan Dian.
Safitri meyakinkan kalau kali ini ia takkan tinggal diam. Dian hanya bisa pasrah. Ia tidak bisa membayangkan rencana Arya selanjutnya. Saat ini yang terpenting mempersiapkan ibunya untuk jadi saksi kunci esok hari.
Untuk itu hari ini meski kepalanya masih berat, Dian menceritakan semua pengalaman pahitnya pada ibunya yang kini sudah berada di sisinya. Ibunya berkali-kali meneteskan air mata, tak menyangka putrinya itu menjalani hidup yang sulit. Selama ini ia hanya tahu kalau Dian hidup bahagia bersama suaminya. Meski tinggal berjauhan, putrinya itu hampir tak pernah absen mengirimkan uang padanya. Bahkan setiap pulang kampung, mereka terlihat cukup harmonis. Tak disangka itu hanya sandiwara belaka.
Dian juga memberikan ibunya beberapa jawaban yang telah diramu oleh dirinya dan Safitri untuk bersaksi besok. Bagaimanapun saat di persidangan nanti, jawaban tegas sangat diperlukan.
"Jawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan saja. Tak perlu menceritakan hal lain." Begitu pesan Safitri padanya. Hal itu pula yang disampaikannya pada Ibu.
Malam itu ibu dan anak itu tampak gelisah. Meski lampu kamar sudah dipadamkan, tapi tak satu pun dari mereka yang memejamkan mata. Gelisah dan gugup menghadapi hari persidangan esok.
Dian sendiri berpikir, apa yang akan dihadapinya nanti. Berbagai pikiran buruk berpuluh kali ia tepis. Bayangan Arya yang menyerang ibunya di persidangan sukses membuat ia terkejut saat baru akan terlelap. Wanita itu cemas memikirkan keselamatan ibunya. Sementara di sebelahnya, sang ibu cemas memikirkan nasib anak dan cucunya. Segala dosa yang pernah ia lakukan ia gali. Barangkali karena itulah makanya keturunannya memiliki nasib buruk.
Mereka akhirnya bisa terlelap saat jam telah menunjukkan waktu lewat tengah malam. Masa istirahat mereka hanya singkat, hanya sampai azan subuh berkumandang. Selebihnya, mereka kembali melatih diri agar bisa menjawab segala pertanyaan di persidangan nanti.
***
Safitri membuktikan janjinya. Pagi-pagi sekali ia sudah datang untuk menjemput Dian dan ibunya. Mobil hitam mewah berhenti di depan halaman kos Dian. Seorang wanita bersafari merah turun dengan anggun. Namun, kali ini ia tak sendiri. Dua orang pria berkepala plontos menemaninya.
"Sst ... aku terpaksa bawa bodyguardku kalau-kalau si bajingan itu menggila nanti di sana, ha-ha-ha," bisiknya saat Dian menatap heran kedua pria berpakaian serba hitam itu.
Ia merasa sungkan atas apa yang dilakukan pengacaranya itu. Safitri seakan memperlakukannya istimewa. Menyewa bodyguard profesional pastilah tidak murah. Ia sendiri pun belum membayar sepersen pun pada wanita itu. Safitri kembali mencubitnya ketika Dian menyinggung soal budget menyewa pengawal.
"Siapkan saja mentalmu menghadapi Arya," ujarnya tegas. Setelahnya Dian tak berani lagi bertanya.
Seperti sebelumnya, pengadilan agama selalu ramai. Mereka mendapat giliran ke lima meski sudah berusaha datang pagi. Pasangan yang mau berpisah hari ini mungkin jumlahnya lebih banyak dari pada yang mendaftarkan pernikahan. Sebuah ironi yang menyedihkan.
Dian menunggu gilirannya dengan gelisah. Belum tampak tanda-tanda kedatangan Arya. Ia yakin, pria itu sebenarnya sudah datang. Mungkin saat ini bersembunyi menunggu saat yang tepat menangkis serangan dari Dian.
Namun, dugaan Dian justru meleset. Ternyata Arya tidak datang ke persidangan. Dian dan Safitri kaget luar biasa. Bagaimana mungkin seorang Arya bisa mengalah dengan mudah. Pengeras suara berulang kali memanggil namanya. Namun, lelaki itu tak kelihatan batang hidungnya.
Safitri lalu bernegosiasi dengan hakim, sidang tetap berjalan dengan mendengarkan saksi yaitu ibunya Dian. Wanita yang baru menopause itu menghadapi hakim dengan gugup. Terlihat dari bibirnya yang bergetar saat menjawab pertanyaan hakim. Ada sekitar tujuh pertanyaan yang diajukan. Untunglah, hampir semua pertanyaan itu sudah ia latih sesuai arahan Safitri. Hanya pertanyaan terakhir yang sukses membuat ia menangis sesegukan.
"Jadi, Ibu rela kalau nanti anak Ibu jadi janda?" tanya seorang jaksa.
Air mata yang sejak tadi membendung di matanya kini pecah. Mata yang mulai keriput itu memerah melepas tangis.
"Tidak ada seorang ibu pun yang mau anaknya jadi janda, Pak. Tapi kalau hidup tersiksa di rumah tangganya, kenapa tidak? Saya yang melahirkan dan membesarkan saja tak pernah membentak putri saya. Ini yang baru memiliki putri saya setelah dewasa, malah tega menyakitinya. Ibu mana yang gak marah, Pak." Seluruh ruangan mendadak hening. Hanya terdengar isak dari si Ibu dan putrinya.
"Ibu ...." Dian tak dapat menahan isaknya.
Sidang selesai dengan akhir keputusan berpihak kepada tergugat yaitu Dian. Permohonan cerai tetap dikabulkan karena memang telah menjadi kesepakatan bersama. Hak asuh Kayla kembali pada Dian, ibunya. Wanita itu tak dapat menutupi rasa bahagia. Mereka berpelukan dan menangis haru selepas keluar dari ruang sidang.
Meskipun sangat bahagia, Dian juga merasa heran. Kenapa Arya tidak hadir kali ini. Mungkin jika ia hadir keputusan tadi bisa saja menjadi terbalik.
Dian lalu ingat tentang kejadian kemarin lusa. Mungkinkah seorang Arya bisa mengasihaninya? Apa pria itu masih menyimpan rasa iba pada dirinya, hal itu terus menjadi tanda tanya di dalam kepala Dian. Doanya terkabul hari ini, persidangan selesai dengan mudah dan hasilnya pun sangat memuaskan bagi pihak Dian.
"Sst, Dian. Kita antar Ibu pulang dulu, abis itu kita ke kantorku. Ada yang ingin aku bicarakan," bisik Safitri sesaat setelah euforia kemenangan itu mereda.
Dian hanya mengangguk, ia melihat kegelisahan di wajah pengacaranya itu. Dian pun sama, ia juga khawatir. Jangan-jangan Arya merencanakan hal yang lebih buruk lagi padanya.
Kepercayaan Dian pada pengacaranya itu makin meninggi. Safitri tidak hanya membantunya bercerai, tetapi juga lepas dari Arya. Makanya ia yakin kali ini Arya akan bisa ia kalahkan. Tak ada yang ditakuti lagi. Dian merasa harus lebih kuat untuk melindungi orang-orang terkasihnya.
Penasaran dengan kelanjutannya? Kuy pantengin di KBMapp ❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Enough!
Mystery / Thriller🌟 COMPLETED! Karena emang lagi di edit. Jadi kalau keberatan silahkan leave dari pada komentar gak penting! #1 Kekerasan (261119) #1 kdrt #1 s2 #1 selingkuh (281119) #1 divorce (060320) #1 violence (030720) 👏👏👏 🙏🙏 Enough! - Syifa Aimbine...