***
Terkadang rasa sayang yang ada dalam hati, mengalahkan segala sakit yang pernah ditorehkan oleh orang yang kita sayangi. Semuanya akan terlupa begitu ia kembali mendekap kita hangat. Dengan ketenangan dan sentuhan untuk jiwa sebagai obat mujarab. Ya! Itu karena kita sayang dia.
Hanya diam yang kini menyelimuti suasana lapangan basket itu. Tak satupun dari mereka yang mau memulai pembicaraan. Berkali-kali Cakka mengalihkan tatapannya pada Agni yang duduk di sampingnya. Ia sudah tidak menangis, tapi begitu tampak dalam raut wajahnya kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.
Cakka yang sudah beberapa jam yang lalu mencari Agni yang entah kemana. Pada akhirnya menemukan sosok itu di tempat yang pernah menuai kenangan indah antara mereka.
"Gue minta maaf Ag!" Akhirnya Cakka mulai mengeluarkan suara. Sedikit mengusik keheningan di malam itu.
Agni diam. Tak merespon ucapan Cakka.
Cakka tak menyerah. Ia memegang pundak Agni dan mengarahkannya untuk saling berhadapan dengannya. Namun bukan balas menatap Cakka, Agni malah menunduk. Tak berani mensejajarkan matanya dengan mata Cakka. Seolah bola mata itu bagai sharinggan clan Uchiha yang mampu membunuhnya.
"Ag! Gue mohon, maafin gue!" lirih Cakka.
Entah karena luka itu terlalu dalam tergores. Membuat Agni menjadi bisu dan tak mempedulikan ucapan Cakka.
"Setidaknya lo lihat gue sekilas Ag!"
Agni tetap bergeming.
Cakka mendesah dan melepaskan cengkraman tangannya dari pundah Agni. Kemudian mengalihkan pandangannya ke depan. "Gue gak peduli lo dengerin omongan gue atau ngga! Tapi yang pasti gue sama Acha gak ada apa-apa. Waktu itu hanya kebetulan Acha lewat. Walaupun sebenarnya gue ajakin dia main basket bareng. Tapi, gue beneran gak ada apa-apa kita hanya sebatas adik dan kakak kelas. Sementara Shilla..." Cakka menggantungkan kalimatnya. Mencari kata yang tepat untuk menjelaskan dengan sebaik-baiknya.
Agni menoleh sedikit ke arah Cakka. Alasan itulah yang ingin Agni dapatkan dari Cakka. Meski hanya beberapa detik melihat Cakka yang tak menyadari itu, ia merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya. Luka-luka memar akibat pukulan Iyel di wajah Cakka, membuat ia tak ingin menambahkan hukuman untuk Cakka dengan mendiamkannya.
"Shilla tadi tiba-tiba peluk gue Ag! Gue yang memang sahabat paling deket sama dia, gak bisa lihat dia kaya gitu. Lo ngerti ya Ag? Lo tahu sendiri Shilla kan? Seumur-umur Shilla tidak pernah dibentak siapapun. Dan saat gue tahu Alvin bentak-bentak dia, gue marah Ag! Dan gue berusaha nenangin Shilla. Tapi bukan berarti gue ada hati sama Shilla. Cinta gue sama lo doang Ag!"
Bukan merespon ucapan Cakka, Agni malah asyik natapi ujung-ujung sepatunya. Sebenarnya bukan itu yang ia inginkan. Hanya saja ia ingin memberi sedikit pelajaran untuk Cakka.
Cakka mendesah kembali. "Gue bingung Ag harus jelasin apa lagi. Gue gak bisa pake cara kuno gue seperti dulu, dengan pura-pura kanker buat dapatin maaf lo. Tapi, setidaknya lo mau peduliin gue yang udah babak belur gini Ag!"
Agni berdiri dari duduknya, meninggalkan Cakka. Bukan ia tidak peduli dengan keadaan Cakka. Karena sebenarnya ia lebih terluka melihat luka-luka itu. Hanya saja, semakin lama ia mendengar penuturan Cakka, semakin nyata luka yang ia rasa.
Dan Cakka terpaku di tempatnya. Tak ingin mengejar gadis di hadapannya yang semakin menjauh. *
Ia duduk sendiri di sebuah ruangan yang didominasi warna kuning hijau itu. Sepi. Itulah yang ia rasa. Hatinya bertanya-tanya kemana penghuni rumah itu?
"Den Rio!"
Tiba-tiba panggiln seseorang mengibaskan sedikit rasa sepi di sekitarnya. Ia memandang Bi Irna, pembantu rumah itu yang kini ada di sampingnya. "Ya Bi? Gimana Kak Shilla?" Tanya Rio yang rupanya saat itu sedang berada di rumah Shilla.
