Because I Love You Alvin!(part2)

271 4 0
                                    

Sesaat Alvin merasakan seseorang menarik tubuhnya dan memeluknya erat bersamaan saat suara pecahan tabung-tabung cairan kimia yang Alvin tabrak terdengar seperti paduan suara. Kompak..

Gadis itu lagi! Aku mendelik sebal. Dia selalu menyelamatkan Alvin. Kenapa selalu gadis itu?

Baik Alvin maupun Aren secara kompakan. Tanpa komando dan aba-aba, tiba-tiba kehilangan kesadaran. Gadis itu masih bersusah payah menahan tubuh Alvin agar tidak jatuh. Sementara sebagian siswa-siswa lain menahan tubuh Aren dan membawanya ke UKS. Aku yang sudah terbebas dari kekakuan yang tiba-tiba menyergap tubuhku, segera menghampiri Alvin yang juga dibawa ke UKS.

[UKS-SMA 1225]

Untuk kedua kalinya aku berada diantara Alvin dan gadis itu. Gadis cantik yang aku sendiri tidak tahu siapanya Alvin. Pacarnya, mungkin.

Aku duduk di tepi ranjang UKS. Gadis itu duduk di kursi di samping ranjang, berhadapan denganku. Ia tidak mempedulikan kehadiranku Karena terlalu sibuk mengurus luka-luka di tangan Alvin yang tadi sempat terkena goresan pisau dan cairan kimia berbahaya. Aku sendiri lagi-lagi hanya berperan sebagai penonton setia. Karena aku tidak tahu harus ngapain.

"Alasan ilmiah apa lagi yang akan kamu paparkan saat aku bertanya kenapa kamu tak melawan?" lirih gadis itu saat Alvin mulai membuka mata.

"Dia itu hanya perempuan!" kata Alvin tersenyum. Aku terenyuh. Senyuman di balik rasa sakit itu, terlihat begitu tulus. "Luka di bagian tangan tidak akan membuatku mati." lanjutnya sambil mengamati tangannya yang sudah terlilit perban dengan sempurna.

"Tapi pisau itu hampir saja menembus perutmu!" seru gadis itu penuh penekanan.

Alvin tersenyum lagi. "Itupun tidak akan membuatku mati! Satu hal yang perlu kamu ingat! Jika kamu ingin membunuhku! Letakanlah pisau itu di bagian leher! Dan...." Alvin meraih tangan gadis itu sebelum melanjutkan penjelasannya. Aku cemberut. Gadis itu menatap Alvin bingung. "Disini..." sambung Alvin meletakkan tangan gadis itu di dadanya. "Disini organ penting manusia. Jika detak jantung tak ada, maka kehidupanpun tak ada."

Gadis itu melepaskan cengkraman tangan Alvin. Ia tertunduk. Aku berniat meninggalkan ruangan.

"Al.. Ilmu biologi tak selamanya menentukan kematian!"

"Ini bukan dari biologi. Toh aku tahu dari drama Korea yang sepintas kutonton!" Alvin tertawa kecil sambil mengacak-ngacak poni si gadis yang langsung cemberut. Aku benar-benar minggat dari UKS.

*

11 Desember 2015

Sudah tiga hari, aku tidak ingin menemui dan mengikuti Alvin. Rasanya percuma saja. Apa lagi kehadiran gadis itu, gadis yang selalu menyelamatkan Alvin. Membuat semuanya sungguh terasa sia-sia. Dan aku benci ini semua! Itu alasan pertama kenapa 3 hari ini juga aku menyerah untuk membuat Alvin tahu bahwa aku begitu mencintainya.

Aku mengamati keadaan di sekitarku. Kelas seni yang biasanya ramai dengan alunan melodi-melodi itu, tampaknya begitu sepi di jam pulang ini. Dan selama 3 hari ini pula aku lebih memilih menyendiri disini. Rasanya begitu menenangkan. Meski kerap kali aku ingin menangis memperhatikan tiap jengkal dari ruangan yang penuh dengan hiasan-hiasan khas anak-anak seni yang super kreatif itu.

Perlahan kuusap tembok-tembok yang sudah dipenuhi grafity-grafity bertuliskan moto-moto kelas seni. "Life is Art" moto terampuh yang di-desain dengan warna biru tua bercampur kuning dan hitam berukuran besar itu terlukis di dinding sebelah barat. Sehingga saat orang-orang melongokan kepala di balik jendela, grafity itu seperti menyapa mereka. Dan mereka akan takjub! Mengagumi karya-karya seni anak-anak 1225 yang kadang dikucilkan dan dibandingkan dengan anak-anak IPA.

Queen Of Sad Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang