***
Gadis itu memperhatikan keadaan di dalam ruangan putih pucat itu. Hatinya benar-benar diselimuti ketakutakan yang maha dan maha tinggi, saat untuk yang pertama kalinya melihat orang yang dicintainya berjuang melawan kemungkinan yang tak bisa ia prediksi. Takdir Tuhan tidak bisa ditebak.
Berkali-kali orang yang menggunakan seragam putih berkacamata itu menempelkan alat pemacu detak jantung di dada anak laki-laki yang tengah terbaring di hadapannya. Namun beberapa kali alat itu tertempel, garis lurus di layar monitor tetap enggan berubah menjadi garis zigzag. Meski sedikit. Sedikit saja!
Gadis itu berlari meninggalkan tempatnya menuju satu titik dimana orang yang dikasihinya menghilang meninggalkannya. "Aku mohon kembali Alvin!" teriaknya sesaat tubuhnya terasa ringan dan sungguh-sungguh ringan. Ia melayang menuju satu kehampaan yang terlalu dalam dan berpijak di satu tempat yang benar-benar asing.
Putih..putih..putih..
Itulah yang tergambar jelas di pelupuk matanya. Semuanya terlalu menyilaukan untuk melihat siapa yang kini berdiri jauh di depannya.
Ia mengerjap beberapa kali dan sejurus kemudian sudut-sudut bibirnya tertarik ke samping saat dengan jelas wajah itu menghiasi bola mata beningnya.
"Aku mohon kembalilah! Izinkan aku membahagiakanmu dulu! Biarkan aku merasakan kehangatan di sampingmu!" pinta gadis itu sambil berjalan mendekati tubuh yang berdiri tegak di hadapannya itu. "Alvin! Kembali denganku! Atau jika tidak, ajak aku bersamamu!"
Seseorang yang dipanggil Alvin itu memandang gadis di hadapannya dengan tatapan menghangatkan. Lalu ia meraba wajah gadis itu. Merasakan tiap ketulusan dalam jiwanya melalui kulit putih lembut itu. Membuat gadis itu dengan langsung bisa merasakan betapa dinginnya sentuhan tangannya.
Alvin tersenyum. Senyuman khas seperti biasanya. "Via!" panggilnya pelan. Menyebut nama gadis itu.
***
"Via! Sadar Via!"
Sesaat Via membuka matanya saat merasakan sebuah tangan menepuk-nepuk pipinya pelan. "Haahh akau kenapa?" desahnya mengangkat tubuhnya yang begitu lelah.
"Alvin ingin bertemu denganmu Via!"
Via memandang orang yang kini ada di hadapannya dengan seksama. "Agni.." panggilnya begitu sadar orang itu adalah temannya, agni.
Agni tersenyum. "Lama sekali kamu pingsan. Alvin tak sabar ingin bertemu denganmu." Ujarnya membantu Via berdiri dan berjalan menuju ruangan sebelah.
Via menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur Alvin. Sesaat ia memandang Alvin yang juga memandangnya. Lalu dengan cepat ia menunduk begitu menyembunyikan wajahnya yang sungguh berantakan.
"Maafkan Aku Via!" kata Alvin pelan, nyaris tidak terdengar.
Via diam saja.
Alvin yang tahu Via tidak akan merespon maafnya hanya tersenyum.
"Jangan tinggalkan aku!" Pinta Via disela suara seraknya masih dengan kepala menunduk.
Alvin mendesah cukup keras membuat Via mengangkat kepalanya dan menatap Alvin cemas. "Kenapa? Ada yang sakit?"
Alvin menggeleng. "Bantu aku duduk Vi!"
"Apa tida Apa-apa?" Tanya Via ragu.
Alvin tak menjawab pertanyaan Via dan mencoba bangun sendiri.membuat Via secara repleks membantu Alvin.
"Terimakasih." Sekilas pandangan mereka beradu membuat Via gugup dan menundukan kepala kembali.
"Apa selama aku koma ada sesuatu yang terjadi, sehingga kau kembali kehilangan senyummu?" Tanya Alvin saat sadar sejak tadi Via lebih sering menunduk.
