*Seperti biasa. Aku akan selalu ada di sampingnya. Menatapnya. Tersenyum padanya. Dan menyentuh kulit putihnya yang lembut. Seperti biasa, di tujuh hari ini.
*
07 Desember 2015.
Suara derap kaki terdengar menggema di lorong-lorong sekolah yang masih belum dipenuhi oleh para penghuninya. Ia begitu asyik dengan buku fisikanya. Tipe murid teladan. Itu yang aku fikirkan. Karena memang faktanya.
Dalam diam. Kami menyusuri lorong-lorong sekolah yang perlahan-lahan dipenuhi suara-suara yang berasal dari arah kelas seni. Ruangan itu selalu tampak hidup, seru dan penuh dengan keceriaan. Aku memperhatikan keadaan di kelas itu. Dan aku ingin menangis. Baik, tak selebay itu.
Aku alihkan perhatianku pada orang yang saat ini berjalan di sampingku. Si dia yang begitu kuinginkan. Laki-laki berparas oriental yang jadi teladannya SMA 1225. Si keren dengan perawakannya yang tinggi dan putih. Dingin tapi tidak acuh. Tidak berlebihan jika aku mengatakan penampilan dia tidak jauh keren dari personil boyband-boyband Korea seperti Super Junior dan 2PM yang sedang digilai hampir 80% para remaja Indonesia.
Dia pangerannya 1225 yang dikagumi banyak kaum hawa termasuk aku. Dia ilmuannya, Isac Newton-nya 1225 yang dibanggakan guru-guru, termasuk aku. Dan dia juga mavianya 1225 yang dinicar kaum adam 1225. Termasuk aku.
"Alvin!" panggilku memanggil namanya.
Alvin menoleh ke arahku datar. Aku balas menatapnya dan tersenyum. Ia tak membalas senyumanku tapi ia mengamatiku dengan raut wajah bingung. Sepertinya ia baru menemukan rumus fisika baru di sekitar wajahku sehingga ia menatapku seperti sedang berfikir keras. Tapi aku tak peduli dan masih tersenyum padanya, sampai ia kembali pada aktifitasnya.
"ALVIN ! AARRGGH LO BENER-BENER BR***EK!!!"
Secara tiba-tiba seorang anak laki-laki mendorong tubuh Alvin dengan kasar. Membuatku tersentak kaget. Alvin masih mencoba bersikap tenang meski tubuhnya sudah bersandar di pagar besi lantai 3. Buku fisika yang tadi ia pegang terpental jauh dari tempatnya sekarang.
"Apa maksud lo?" tanya Alvin bingung.
"Lo apain cewek gue? Dia nangis-nangis karena lo!" seru laki-laki itu semakin bernafsu mendorong tubuh Alvin yang jika tidak ada pagar besi itu, mungkin sudah terjun bebas dari lantai 3-1225.
Aku hanya terdiam, membatu di tempatku. Tak mampu melakukan apapun. Tapi ada bisikan kecil yang terpapar dari hatiku. Terkoneksi langsung pada anak laki-laki itu. Dan mungkin hanya aku yang tahu apa itu.
"Hentikan!!!"
Seorang gadis cantik menarik tubuh laki-laki itu. Membuat aku terhenyak dan memandang gadis itu tidak suka. Entah kenapa.
*
"Alvin, harusnya tadi kamu melawan!" komentar gadis si super hero yang sudah menyelamatkan Alvin dari sang antagonis gak jelas yang aku sendiri gak tahu, saat kami duduk di taman belakang 1225.
Alvin memandang gadis yang saat ini duduk di sampingnya. "Untuk apa?" tanya Alvin polos
"lo mau jatuh ke bawah? lo bisa mati, Al!" protes gadis itu jengkel. Dan aku lebih jengkel melihat kedekatan mereka. Apalagi menyadari gadis itu menyelamatkan Alvin. Kenapa bukan aku? Bukan. Bukan itu yang ingin aku pertanyakan.
Alvin tersenyum tipis. "tidak akan mati. Mungkin koma saja!" enteng Alvin mencubit pipi gadis itu gemas. Aku muak.
Gadis itu cemberut. "lo itu! Gampang sekali berprediksi seperti itu!"
"Sederhana saja. Aku sudah menghitungnya. Jarak dari lantai 3 mungkin sekitar 25 meter. Beratku tidak lebih dari 40 kilo. Maka percepatan gravitasi...."