***Dua minggu berlalu. Semuanya tampak disibukan dengan berbagai jam tambahan, bimbel dan persiapan UN lainnya. Serta tugas osis yang diberikan oleh anak-anak osis junior sebagai pertanggungjawaban dari keteledoran mereka. Ya, mereka diperintahkan mengonsep acara akhir tahun dengan sangat spektakuler. Beruntung acaranya akhir semester genap. Yang artinya mereka bisa fokus pada Ujian Nasional terlebih dahulu. Tapi kegiatan spektakuler bukanlah hal yang mudah, yang dapat di konsep satu minggu atau dua minggu.
Dan di sela kesibukan itu, Alvin yang justru begitu dibutuhkan menghilang entah kemana. Berkali-kali Ify datang ke rumah Alvin. Namun tampaknya rumah itu kosong. Berkali-kali juga Shilla, Agni dan Sivia menghubungi nomor Alvin. Tapi tidak bisa. Alvin benar-benar menghilang.
Semuanya khawatir. Tidak terkecuali. Meskipun tak bisa dipungkiri, mereka kecewa berat terhadap tindakan Alvin yang mereka fikir, lari dari tanggungjawab.
"Arrgh! Alvin pengecut banget sih lo!" teriak Iyel sambil membanting proposal di atas meja ketua osis. "Apa gue bilang? Dia itu mau enaknya aja. Giliran kegiatan berantakan, dia malah pergi."
Semuanya diam. Ucapan Iyel memang ada benarnya. Kealpaan Alvin sungguh-sungguh mencantumkan nama negatif dalam benak pengurus osis demisioner.
Ify diam di balik lemari piala. Entah kenapa ia merasa ada yang tidak baik pada Alvin. Dua minggu tanpa Alvin adalah hal yang tak biasa baginya. Diam-diam air mata itu ia sembunyikan dari teman-temannya. Apa hanya dia seorang yang mempunyai fikiran positif terhadap Alvin?"
"Gue yakin Alvin gak gitu Fy!" Cakka berjongkok di samping Ify. "Iyel hanya terlalu takut acaranya berantakan tanpa Alvin. Gue yakin Iyel juga khawatir pada Alvin. Gue yakin itu!"
Ify memandang Cakka sekilas. Sosok itulah yang selama Alvin pergi, menguatkannya. Meyakinkan hatinya bahwa Alvin baik-baik saja. "Gue..." isak Ify tertunduk.
"Alvin bukan orang yang gak bertanggungjawab Fy! Alvin selalu nyelesain masalah sesulit apapun. Ia selalu menghadapinya. Jadi gue yakin alasan Alvin pergi bukan menghindar dari ini.
Keadaan hening.
Cakka duduk di samping Ify. Ia menarik nafas perlahan. "Terakhir kali gue bicara sama Alvin, waktu terakhir kalinya ia ada di SMAN-3 ini. Gue nyesel Fy! Kenapa gue gak kasih dia waktu yang banyak untuk bicara. Padahal, kalau gue kasih waktu itu, gue mungkin tahu kemana dia sekarang."
Ify menyandarkan kepala di pundak Cakka. "Gue kangen Alvin Kka!" lirihnya. Perlahan tangan Cakka mengelus rambut Ify. Dan tanpa sadar sepasang mata memperhatikan tidak suka.
***
Agni tidurkan kepalanya di atas tangannya yang terlipat di atas meja kantin siang itu. Tiba-tiba saja ia merasa takut kehilangan. Apalagi sudah dua minggu setelah menghilangnya Alvin, Cakka tidak pernah mencoba minta maaf lagi padanya. Tidak pernah ngejar-ngejar dia lagi, dan acuh kepadanya. Dan yang membuatnya takut, benar-benar takut adalah akhir-akhir ini sering sekali Cakka bersama Ify.
"Kenapa sih semua orang hobi banget jadiin Cakka sandaran? Waktu masalah Iyel, Shilla dan Alvin, Cakka yang dapat bagian nenangin Shilla. Dan sekarang masalah Alvin, Ify, Cakka juga! Wajar gak sih gue cemburu?" keluh Agni memandang Shilla yang ada di hadapannya.
Sivia yang duduk di samping Agni, hanya ngelus-ngelus punggung Agni pelan.
"Dan yang menjadi permasalahan selalu Alvin!" Iyel duduk di samping Shilla.
"Apa sih lo Yel? Gitu-gitu amat lo sama Alvin. Apa sih salahnya Alvin sampe lo tega hukum dia kaya gitu. Lo pukul dia sampai hampir, maaf. Mati! Terus udah tahu lo yang lukai Alvin, lo gak mau minta maaf sama dia. Dan di saat Alvin berjiwa besar buat minta maaf duluan, lo malah menampiknya kasar." Protes Shilla kesal.
Agni dan Sivia memandang Shilla heran. Belum pernah Shilla sebegitu kesalnya pada orang.
"Gue gak suka aja Alvin gak tanggungjawab kaya gini!"
"Gak tanggungjawab apa sih lo? Dua tahun lebih Yel, kita sahabatan. Lo bisa bilang kaya gitu? Picik banget sih lo Yel? Setidaknya gue fikir lo masih punya otak buat berfikir kenapa Alvin bisa ngilang tiba-tiba?"
"Ya karena ini! Dia gak mau nyelesain masalah ini!"
"Yel! Alvin bukan orang seperti itu. Lo fikir deh baik-baik. Kalau dia niat lari dari tanggungjawab. Kenapa gak dari dulu aja? Kenapa sebelum pergi dia malah bersusah payah dapetin maaf lo, maaf gue, maaf Cakka? Tolong Yel! Lo jangan bilang Alvin seperti itu lagi! Berapa banyak orang coba yang pernah ngerasain kebaikan Alvin yang terluka karena ucapan lo?. Terutama Ify Yel! Lo fikirin dong perasaan dia."
Iyel diam membatu. Ucapan Shilla sedikit menusuk batinnya.
Agni beranjak dari duduknya. Meninggalkan teman-temannya. Ia merasa perasaannya tidak akan jauh lebih baik jika terus berada disana. "Gue duluan ya Vi, Shil?!"
Seperti dikomando, Sivia dan Shilla mengangguk dengan kompak.
"Yel, persahabatan yang indah adalah ketika dimana kasih sayang dan rasa saling melindungi menyelimutinya. Dan sahabat terbaik adalah dia yang bersusah payah mempertahankan persahabatannya yang hampir hancur di saat dia sendiri tidak punya pertahanan yang kokoh." Shilla berdiri dari duduknya. "Gue harap lo ngerti dan belajar menghargai orang lain kalau lo ingin orang lain hargai lo!" katanya sambil berlalu dari hadapan Sivia dan Iyel.
Iyel memandang Sivia yang juga akan meninggalkannya. Sebenarnya setelah insiden di UKS tempo hari, membuat Sivia tidak terlalu respek terhadap Iyel. Ya, setelah kejadian dua minggu yang lalu hubungan Iyel dan dia, Cakka dan Agni, serta Iyel dan Cakka, tidak kunjung membaik. Dan itu menjadi pemacu sulitnya membuat konsep acara akhir tahun entar.
"Gue mohon tetap disini Vi!" lirih Iyel pelan.
Sivia memandang Iyel yang tertunduk. Tak bicara sepatah katapun. Ia ingin beranjak, tapi Sivia adalah Sivia yang selalu peduli kepada siapun.
"Gue hanya takut Alvin tidak kembali lagi sama kita. Gue takut acara kita berantakan tanpa Alvin. Lo tahu kan Vi? Gue sama seperti yang lainnya yang takut Alvin kenapa-napa. Hanya saja emosi gue lain dari yang lain. Gue bukan orang yang dengan mudah mengutarakan rasa yang ada dalam hati gue. Lo tahu sendiri, butuh waktu satu tahun buat gue ngutarain rasa gue sama Shilla meskipun akhirnya gak seperti yang gue harap. Dan baru kali ini gue mau bicara kalau gue menyesal pernah pukul Alvin. Gue orang yang paling panik dan khawatir Vi saat itu. Gue menyesal tidak mau menjabat salam maaf dari Alvin. Gue menyesal!" jelas Iyel masih dengan kepala tertunduk. Ia merasakan banyak beban yang selam ini bersarang dalam hatinya terbang dan membuka sedikit ruang kelegaan dalam hati dan otaknya.
"Alvin akan bangga jika dengar ini Yel! Dan gue yakin Alvin akan kembali kepada kita. Dia akan berdiri sebagai ketua osis demisioner diantara kita dengan ide yang benar-benar spektakuler ketika dia kembali ke SMAN-13 ini. Gue yakin. Kalaupun tidak..." ucapan Sivia terpotong.
"Optimis lebih baik!" potong Iyel sambil tersenyum. Membuat Sivia bahagia melihat senyuman itu. Jelas! Karena selama dua minggu ini Iyel lupa caranya tersenyum.