13. Paper planes & You

525 53 16
                                    

Louis mengemudikan mobilnya dengan cepat, ia ingin segera sampai dirumahnya dan menghubungi Harry. Ia sudah tak memperdulikan tubuhnya yang mulai melemas, tidak, sungguh jangan sekarang. Louis mencoba tetap bertahan di perjalanan menuju rumahnya, bibirnya sudah mulai membiru, wajahnya pucat. Ia harus cepat sampai di rumahnya dan segara meminum obatnya.

Saat sampai di depan pagar rumahnya, Louis mengklakson mobilnya mencoba mengintruksi satpam rumahnya agar cepat membukakan pagar. Louis keluar dari mobilnya dan berlari menuju kamarnya, ia meraih dua butir obatnya dan meneguknya dengan air. Ia ambruk di atas kasurnya, "Hhh... hampir aja gue lewat"

Louis mengeluarkan handphone nya dari dalam tasnya mencoba menghubungi Harry. Namun ponselnya tidak aktif. Ia terus mengulangnya dan tetap mendapat jawaban yang sama, ponselnya tidak aktif. Sudah 20 menit lamanya Louis berguling-guling diatas kasurnya. Tak tahu apa yang harus ia lakukan sampai sebuah benda kecil menusuk paha kirinya, "Aak s hit!" Louis merogoh saku celananya dan mengeluarkan kalung berbandul pesawat kertas yang ia temukan di depan ruang kosong yang ia sering gunakan untuk bermain PS bersama Niall.

Louis menatap kalung tersebut, membolak baliknya ia seperti pernah melihatnya sebelumnya, namun ia tak mengingatnya, "Lo punya siapa sih? Sakit tau gak paha gua ketojos tojos hhh.." Louis berbicara pada kalung itu seperti halnya benda itu hidup. Louis sudah gila sepertinya.

Tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit, ia terus menggengam kalung itu. Kepalanya berdenyut-denyut menyiksa dirinya, matanya terpejam, gendang telinganya berdengung hebat..

*

Seorang anak laki-laki berambut ikal duduk di sampingnya, kedua kakinya menggantung diatas dermaga, suara bising gemuruh ombak yang menampar-nampar batu karang tak mengganggu aktivitasnya. Senyum manisnya tak lepas dari bibir pink mungilnya, tangan kecilnya sibuk melipat-lipat kertas origami dengan trampil. Dua pasang bola mata hijaunya berbinar menatap hasil tangannya. Louis terkekeh memandang lelaki disampingnya, lalu tangan kecilnya mengambil selembar kertas origami dan mengikuti apa yang di lakukan sahabatnya.

"Lou lihat aku bisa buat pesawat dari keltas"

"Ayah aku yang ajalin buatnya. Hehe iya dong"

"Kamu buat apa? Kapal? Wah kelen banget"

"Loulou ajalin aku! Pwease.."

"Lou lihat kapal Hazee telapung hi..hi"

"Ih lambut aku gak bisa telapung tau!"

"Aku gak bisa bilang 'el'.. belenti ngatain aku cadel Lou!"

"Aku sama ayah dan kakak seling kesini. Jangan kasih tau olang-olang tentang delmaga ini ya. Pinky plomise?"

Louis menghapus keringat yang bermunculan di keningnya, memori anehnya terus terputar dengan jelas di kepalanya. Sangat menyakitkan.

"Muka kamu jelek gak usah sok di ganteng-gantengin gitu wekk!"

"Hahaha nanti kalau aku sudah besal aku mau ngajak kamu ke Los Angeles naik pesawat"

"Lou aku selius!"

"Loulou aku udah gak cadel lagi, aku udah bisa bilang 'er'.."

"Ular melingkar-lingkar di atas pagar.. hahaha bener kan aku udah gak cadel lagi!"

Louis terisak menatap sahabatnya yang berdiri tepat di depannya, tangan mungilnya menggeret sebuah koper kecil berwarna biru bergambar pesawat kertas di bagian tengahnya. Lelaki itu tersenyum, dimples kecilnya nampak pada kedua pipinya, lelaki itu mendekat pada Louis, memeluknya lagi dengan sayang. Louis tak kuasa menghentikan air matanya yang terus menetes membasahi kemeja putih sahabatnya itu, ibunda nya sudah membujuknya sedari tadi untuk berhenti menangis, namun Louis tak kunjung menghentikan tangisannya. Ia tak ingin berpisah dengan sahabat yang selalu bersamanya sepanjang hari.

Begin Of Kik⚡LarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang