09

893K 46.3K 594
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

__


Perlahan, aku membuka mata. Langit-langit ruangan itu berwarna putih polos. Khas plafon rumah. Aku melihat-lihat lagi, ada kotak P3K yang tersimpan di sebuah rak dan jejeran obat-obatan yang tersusun rapi.

"Udah baikan, Dib?"

Aku menoleh dan mendapati Lia sedang menatapku khawatir sambil memberikanku segelas air. "Gue kenapa?" Aku mengambil gelas itu dan meminum airnya. Tenggorokanku terasa kering.

"Kata Kak Ghali lo pingsan tadi."

Aku mengerutkan kening setelah mendengar nama itu. Sesaat, bayangan Ghali sedang memukuli orang lain membuat aku memegang kepalaku spontan.

"Tadi dia SMS gue, katanya lo pingsan dan nyuruh gue ke UKS. Habis itu gue nggak tahu lagi," Lia mencebik. "Pantesan lo lama banget. Bu Sri marah-marah. Pas denger lo pingsan, dia jadi prihatin juga."

Bayangan diriku berada di dekat Ghali membuatku tersentak. Aku menatap Lia lagi. "Jadi, yang bawa gue ke sini siapa?"

Lia mengangkat bahunya. "Mana gue tahu," jawabnya dengan malas. Dia lalu menatapku serius. "Tapi, kayaknya Kak Ghali deh."

"Astaga!" Aku menepuk jidat. Kepalaku terasa makin berdenyut mendengar perkiraan Lia. Bukan apa-apa, aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika memang Ghali yang membawaku ke UKS dan pastinya dia... menggendongku.

"Ck," Aku berdecak kesal. Kulihat Lia yang heran melihatku.

"Lo kenapa gelisah gitu?"

Aku menggelengkan kepala. "Sekarang, Kak Ghali di mana?"

"Dia bilang dia di skorsing seminggu. Gue nggak tahu kenapa. Tapi, gue yakin, dia pasti buat ulah lagi. Nyokapnya juga biasa curhat tentang kelakuan Kak Ghali yang keterlaluan. Nggak di sekolah, nggak di rumah, sama aja."

Pikiranku terarah pada kejadian di mana Ghali memukul siswa lain. Apa mungkin dia di skorsing karena kejadian itu? Aku tidak tahu pasti, tapi alasan itu bisa saja benar.

"Eh, Dib?" panggil Lia yang membuatku kembali menatapnya. "Hubungan lo dengan Kak Agam gimana?"

Aku mengangkat bahu. "Entahlah," jawabku dengan suara pelan. "Udah nggak ada kabar tentang dia. Justru hari ini gue ketemunya sama Ghali, bukannya dia."

"Mm, berarti lo emang ditakdirkan berada di antara cowok-cowok famous sekolah," kata Lia. "Jujur ya, gengnya Nathalie iri banget sama lo karena gosip tentang lo pacaran sama Kak Agam tersebar di sekolah. Guru-guru juga pada tahu. Dan gue pengen tahu gimana reaksi mereka pas tahu kalau lo tadi digendong sama Kak Ghali ke UKS. Coba bayangin deh gimana reaksi mereka!"

Aku mendengus. Gengnya Nathalie adalah geng di kelasku yang baru terbentuk kemarin. Mereka mengikuti para alumni tahun ini yang memang terkenal bahkan sampai di media sosial dan membuat nama geng entah apa. Aku lupa. "Biasa aja. Lagian ya, Ghali ngegendong gue ke UKS belum tentu bener 'kan?" Aku turun dari kasur dan segera memakai sepatu. "Balik, yuk!"

Lia mencibir. "Lo nggak mau gitu ke rumah Kak Ghali buat ngejenguk dia?" Kulihat Lia tersenyum penuh arti.

"Atas dasar apa?" tanyaku.

"Tadi 'kan dia nolongin elo, berterimakasih, kek."

Aku menghela napas. "Gara-gara dia gue jadi pingsan," balasku dan sontak membuat Lia mengerjap-ngerjap. Aku segera beranjak dari UKS sebelum Lia bertanya lebih.

"Dib! Lo beneran?" teriak Lia saat aku sudah keluar dari UKS. Aku sebenarnya malas jika membicarakan cowok. Apalagi cowok macam Ghali.

Bad boy. Misterius.

Sama saja dengan Agam.

Aku menepuk jidatku. Kenapa aku mengingat cowok yang satu itu? Huh, aku melihat jam tanganku. Pantas saja banyak siswa dan siswi yang berlalu lalang di koridor dengan membawa tas di punggung, ternyata sudah waktunya pulang lima menit yang lalu.

Seorang siswi berhenti di depanku. Dia adalah salah satu panitia MOS saat masa orientasi sisw. "Hei, lo yang namanya Adiba 'kan?"

Aku mengangguk perlahan. "Iya, Kak."

Tatapan cewek di depanku ini tidak ada ramah-ramahnya, ah, lebih terkesan cuek. "Lo dicariin Agatha. Di ruang OSIS. Dia nungguin lo di sana."

Kak Agatha?

Pikiranku melayang-layang. Aku tidak membalas lagi perkataan siswi itu hingga ia benar-benar pergi dari hadapanku. Kupejamkan mata sesaat, entah apa lagi drama kehidupaan yang telah diatur di buku catatan takdir Tuhan.

Jantungku berdegup kencang. Berbagai spekulasi terngiang di benakku. Aku berbalik badan, menatap sebuah ruangan yang berada di ujung sana.

Sekarang, tujuanku adalah ruang OSIS.

 *


 

True StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang