19

776K 44.3K 3.6K
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

__

"Itu lho, kakak kelas kita yang namanya Kak Ghali."

"Iya, yang cakep itu. Tapi, suka berantem. Tapi, seriusan, kalo lo ngelihat dia, justru lo nggak dibikin ilfeel, tapi malah kesemsem."

Bisa dibilang, aku sedang tidak mood untuk mendengar apa pun gosip dari siswi-siswi penggosip di kelas ini. Ya, aku lebih suka mencari tahu sendiri, bukan mencari tahunya dari orang lain.

"Keras banget suaranya." Samar-samar kudengar suara Lia yang keras. Aku terkekeh pelan. Earphone ini bahkan baru kupasang tak sampai semenit, Lia sudah menegurku dan aku membukanya untuk bisa berbicara langsung dengan dia. Tadi, Lia ikutan nimbrung di barisan sebelah, yah, palingan untuk mendengar kabar sepupunya yang tukang pukul itu.

"Beneran, ih, Lia! Kak Ghali sepupu lo?" tanya Saphira, cewek yang mejanya di belakangku.

Dari pandanganku ini, aku bisa melihat beberapa pasang mata menatap kami.

"Bukan lah." Aku tahu Lia berbohong. Kulihat dia membisikkan sesuatu kepada Saphira, Saphira mengangguk sambil tersenyum.

"Tak tik ya?" tanyaku sambil terkekeh. Lia mengedikkan bahunya.

Bel istirahat telah berbunyi, guru yang tadi mengajar di kelas ini lebih cepat keluar sebelum bel. Aku dan Lia keluar kelas menuju kantin, tak lupa juga Saphira dan Alya yang belakangan ini sering bersama kami.

"Beneran deh, gue nggak nyangka lo sepupunya Kak Ghali," kata Saphira. Cewek ini memang pencinta cogan alias cowok ganteng. Apalagi kalau dia membaca novel dengan tokoh utama cowok yang tampan. "Gue berasa hidup di dunia fiksi, tapi sebagai figuran doang. Saoalnya di sekolah ini ada dua cowok ganteng, yang satu Kak Agam, yang satunya lagi Kak Ghali." Saphira terkekeh. "Siapa tuh yang bakalan jadi tokoh utama cewek? Oh, kalau ada yang bikinin novel, nanti Kak Agam sama Kak Ghali ngerebutin satu cewek."

Aku mengerutkan kening. Kenapa aku jadi geer? Mendengar cerita yang dibuat-buat Saphira membuatku mengingat kejadian demi kejadian yang kualami belakangan ini.

"Oh, gue tahu siapa pemeran ceweknya."

Huh, Saphira cerewet ternyata. Aku pikir dia pendiam.

"Siapa?" tanya Alya di sampingku. Aku memang berjalan di samping Alya, sedangkan Lia berdampingan dengan Saphira di belakang.

"Adiba, lah. Siapa lagi?"

"Ish." Aku berbalik dan menarik ujung rambutnya. Dia hanya terkekeh. Sialan.

"Dib, Diba!" Alya memukul-mukul bahuku.

"Apaan sih?" Aku menatap Alya heran. Pandangan cewek itu menatap ke bawah, tepatnya ke ujung tangga. Kami berempat memang berhenti karena aku yang di depan justru berhenti berjalan.

"Okey, pulang sekolah, ya?" Suara itu. Pelan, aku melihat ke ujung tangga. Seseorang dengan santainya bersandar di tepian tangga, bajunya berada di luar celana, kulihat sepatunya berwarna putih, tipikal siswa pelanggar aturan.

Siapa lagi kalau bukan Ghali.

"Woi, Dib! Jalan, gih!" seru Lia. Aku tidak bisa turun. Aku tidak mau ketemu dengan cowok itu lagi. "Oh, ada Kak Ghali." Kudengar Lia tertawa. "Sini gue bantu lewat, lo di pinggir tembok aja."

Aku menurut. Entah kenapa, aura Ghali benar-benar menakutkan. Atau itu hanya perasaanku saja karena aku selalu saja melihatnya memukuli orang? Aku takut dipukul?

"Eh, Lia?"

Aku mematung.

"Temen lo mana?"

Aku curiga. Jangan-jangan...

"Temen gue yang mana, Kak?"

"Yang waktu itu pingsan."

Mampus! Aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikan ekspresiku sekarang. Lia menyenggol bahuku dan itu berhasil membuatku tersentak kaget. Ya ampun, efek ketakutan ternyata begini. "Nih, di samping gue."

Sebenarnya Lia berniat menolongku atau tidak?

Lia bergeser ke depan. Saphira dan Alya segera turun dari anak tangga terakhir. Dan tinggallah aku dan Ghali di sini.

"Dib, kita duluan, ya?"

"Eh, tungguin!" Aku refleks berteriak. Cepat-cepat aku menutup mulutku dengan tangan dan melirik Ghali di sampingku.

"Nggak usah takut, kenapa sih?" tanya Ghali. Aku hanya diam. Sepertinya, aku dan Ghali menghalangi jalan. Kulihat ke atas, seseorang yang tadinya ingin turun malah tidak jadi. Sepertinya, dia takut karena ada Ghali di sini.

"Kakak mau apa?" tanyaku.

"Enggak. Nggak ada apa-apa."

Ish. Buang-buang waktu.

"Oh iya, mending kita ke kantin," ajaknya yang berhasil membuatku linglung. Dia mulai berjalan. Aku mengikut hingga kami tiba di kantin. Dia memilih untuk duduk di meja yang jauh dari Lia, Saphira, dan Alya.

Aku melengos. "Kak, kenapa nggak bareng Lia aja?"

Dia menatapku sekilas. "Gue nggak suka bareng anak cewek."

"Terus gue, Kak?"

"Ralat. Gue nggak suka bareng cewek-cewek. Gue lebih suka bareng cewek."

Aku menatapnya dengan bingung. Oh, aku mengerti. Tapi, setelah memikirkan kata-katanya tadi membuatku merasa sebagai ceweknya. Bukankah itu maksudnya? Aku terlalu geer ternyata.

Kami beranjak untuk memesan makanan. Di ujung kantin, kulihat Agam sedang duduk bersama cewek lain. Aku mendengus. Cemburu? Tapi, belakangan ini kedekatan Agam dan Kak Agatha makin membuatku heran. Apa hubungan mereka? Atau aku saja yang baru tahu kedekatan mereka? Ya, mungkin. Secara, aku siswi baru di sekolah ini yang baru seminggu lalu mengikuti masa orientasi siswa.

Ponselku bergetar, aku mengambilnya dari saku kemeja. Satu pesan masuk dari Agam.

Kemarin lo lari, sekarang lo bareng cowok lain.

"Hah?" Apa maksudnya?

Kemarin lo ngejar gue, sekarang lo bareng cewek lain.

Entah kenapa, itu kalimat yang muncul dipikiranku saat mengetik balasan pesannya. Kulirik Agam yang tengah memamandangiku. Aku segera membuang muka. Rasanya aku ingin membalas dendam. Tak kuhiraukan lagi tentang dia, aku kembali berjalan.

*


 

True StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang