by sirhayani
part of zhkansas
...
Dia menatapku terkejut. Aku sudah seperti seorang kekasih yang tertangkap basah sedang selingkuh.
"Lo ngapain di sini?"
"Gu—"
"Gue yang bawa."
Aku menoleh. Kutatap Ghali dengan pandangan kesal. Kata-katanya itu seperti menunjukkan bahwa aku ini adalah barang yang bisa dibawa ke mana saja. Sedangkan Ghali hanya duduk dengan santai di sampingku.
"Lo bukannya temannya Alya, ya?"
Apa lagi ini?
Aku melihat seseorang yang kutahu bernama Arya. Dia itu siswa kelas XII yang sikapnya di sekolah tak jauh beda dengan Ghali. Dia suka membuat Alya kesal sejak Masa Orientasi Siswa karena Alya berani melawan Arya saat itu. Mmh, nama mereka hampir sama rupanya. Cewek tomboy seperti Alya dipertemukan dengan cowok seperti Arya jelas-jelas bertolak belakang dan berakhir dengan keributan di setiap penjuru sekolah. Sekarang, dia sedang duduk di ujung bangku panjang sambil merokok.
Ternyata aku berada di antara pentolan-pentolan sekolah. Dan aku menganggap Agam termasuk salah satunya.
"Ayo pulang!" seru Agam yang membuatku mau tak mau berdiri dari dudukku. Aku belum mendengar jawaban Ghali tentang mengapa dia membawaku ke tempat ini.
"Eh, Gam?"
Aku baru saja berdiri di samping Agam. Saat kuperhatikan Agam ingin menarik tanganku, suara Ghali mengalihkan apa yang akan dilakukan Agam. Tangan Agam yang tadinya menggantung di udara akhirnya turun dan ia segera berbalik untuk menatap Ghali yang masih duduk bersama hembusan rokok yang keluar lewat hidungnya. Dia begitu santai. Terkesan cuek. Aku tidak merasa ilfeel melihatnya. Atau karena pemikiranku yang beranggapan bahwa apa pun yang dilakukan oleh cowok-cowok dengan muka di atas rata-rata selalu terlihat tidak apa-apa, justru terkesan menarik?
"Apa?" tanya Agam.
Di tempatnya, Ghali tersenyum tipis. Matanya beralih menatapku. "Dia cantik."
Aku mematung. Mulutku terkatup rapat. Aku salah tingkah.
"Biasa aja." Lalu, suara dengan nada datar itu membuat semuanya buyar. Itu kata-kata Agam. Cowok yang berdiri di sampingku saat ini.
"Woi. Lo udah nggak cinta sama Agatha lagi?" Pertanyaan dari Arya membuat pikiranku tiba-tiba mengarah pada kejadian demi kejadian saat aku melihat Agam dan Agatha.
Agam tidak menjawab pertanyaan itu. Dan kenapa hatiku terasa sakit mendengarnya?
Aku menghela napas. Pandanganku terarah pada Ghali. Rautnya benar-benar berbeda dengan sebelumnya. Dia seperti menampakkan wajah kesal.
Ada apa dengan semua ini? Aku mulai menebak-nebak, ada sesuatu yang sedang atau pernah terjadi diantara tiga orang itu. Agam, Ghali, dan Agatha.
"Lo masih mau di sini atau mau pulang?" tanya Agam.
"Pulang," jawabku singkat. Dia kemudian menarik lenganku. Seperti biasa.
Aku merasa seperti... seorang adik yang sedang ditarik oleh kakaknya.
Dia benar-benar menarikku, bukan menggiringku.
"Pelan-pelan..." Aku menarik lenganku. Langkahnya tidak bisa kusamakan. Dia diam saja dan masih berjalan dengan langkah lebarnya. Aku hanya bisa berlari kecil.
Aku masuk ke dalam mobilnya. Beberapa menit berlalu, tetapi Agam tak juga menyalakan mesin. "Kenapa?" Aku bertanya. Dia tampak lelah. Kepalanya ia sandarkan di kursi kemudi, kedua tangannya berada di atas setir mobil, dan dia terlihat berpikir.
Dia kemudian menoleh kepadaku. "Apa yang biasanya disukai cewek selain cokelat dan bunga?"
Aku tidak salah dengar 'kan?
Aku membasahi bibirku yang terasa kering. "Tergantung gimana ceweknya," aku menjawab dengan suara pelan. Sepertinya dia mendengar dengan jelas karena aku melihatnya mengangguk. Aku mulai geer. Aku menyamakan posisiku dengan cewek-cewek novel di mana cowok bertanya ke cewek tentang hadiah, tetapi ujung-ujungnya cowok itu memberikan hadiahnya ke sang cewek.
"Memangnya Kakak mau kasih ke siapa?" Ah, sepertinya aku terlalu penasaran.
"Ada pokoknya." Dia menatapku lagi. "Lo nggak suka gue 'kan?"
Aku mengerjap. Dia barusan bertanya seperti itu? Tuhan, aku harus jawab apa?
Dengan yakin, aku menggeleng cepat. "Enggak lah."
"Syukur lah."
Aku mematung. Pandanganku yang tadinya menatap Agam kini beralih menatap jalanan. Suara mesin mulai terdengar. Mobil ini mulai berjalan. Aku hanya diam membisu.
"Karena setiap kata atau SMS gue menyangkut masalah cemburu, gue cuma tes lo."
Dia sangat tidak peka.
"Ternyata lo nggak punya perasaan apa-apa sama gue. Bagus. Gue juga udah terlanjur nganggap lo adek."
Oh, ini yang namanya sakit hati.
"Lo tahu siapa cewek yang gue suka?"
Enggak, bego! "Siapa?" tanyaku pelan.
"Agatha."
Aku menatap keluar jendela dengan cepat. Kurasakan air mataku mengalir di pipi. Jangan sampai Agam melihatnya.
"Bantu gue nyari kado, ya? Dia bakalan ulang tahun minggu depan."
Aku mengangguk. Dan menangis dalam diam.
*
a/n: Ingat Kakak Dias di Sandi's Style? Itu lho, yang namanya Arya. Ceritanya, dia masih kelas XII di cerita ini.
Part ini gimana menurut kalian?
KAMU SEDANG MEMBACA
True Stalker
Ficção AdolescenteAdaptasi True Stalker sudah tayang di Vidio! 🎬 - Aku adalah stalker. Itu sebuah hobi? Bisa dibilang begitu. Tetapi, aku hanyalah seorang gadis SMA yang duduk di bangku kelas X. "Lo udah tahu kelakuan gue di sekolah. Satu cara supaya gue bi...