23

781K 40.3K 1.2K
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

__

Benar saja. Ketika aku menuruni anak tangga menuju koridor kelas XI, siswi-siswi tukang gosip itu terdengar berbisik-bisik sambil menatapku.

Masa bodo! Aku berjalan santai melewati mereka, kalau mereka marah karena sikapku yang tak sopan ya terserah mereka. Yang jelasnya aku tidak mengangkat daguku tinggi-tinggi untuk memperlihatkan mereka dan berkata, "Gue pacarnya Ketos. Lo semua mau apa?"

Huek. Aku tidak akan mengakatan hal itu. Terlalu menjijikkan sekaligus memalukan.

Aku melangkah menuju kelasku dengan santai. Seandainya saja ada ponsel, aku tidak akan sebosan ini. Aku berhenti mendadak saat melihat seseorang berdiri di ujung tangga. Cepat, aku membalikkan badanku dan berjalan menjauh dari sana.

"Adiba!"

Mampus! Aku meneguk ludah. Kenapa hari-hariku dipenuhi cowok-cowok yang punya sifat yang susah ditebak.

"Lo kenapa lari?"

Aku tidak tahu harus menjawab apa sekarang. Kudengar suara langkah kaki semakin mendekat ke arahku, lalu tubuh tinggi menjulang menghalangi pandanganku pada beberapa siswa yang sedang bersantai di koridor kelas.

"Lo mau ke mana emangnya?"

"Ke kelas," jawabku dan refleks tanganku menunjuk ke arah depan.

Kulihat alis Ghali bertaut. Sepertinya dia terlihat heran. "Kelas lo 'kan di atas."

Eh

Aku mengerjapkan mata. Pikiranku tidak beraturan ternyata.

"Lo takut sama gue?"

"Hah?" Aku menatap Ghali dengan bingung. Iya, aku memang sedikit takut. Mengingat dia punya banyak musuh bebuyutan, banyak juga siswa-siswi yang takut berurusan dengannya. Kecuali siswi-siswi yang ingin berurusan dalam status asmara. Aku tidak bohong. Teman-teman kelasku banyak yang suka sama dia.

Padahal kalau dilihat-lihat, dia itu berandalan. Cuma modal tampang doang.

"Lo kenapa ngelihatin gue kayak gitu?"

"Hah?" Aku meringis pelan. Ternyata aku sejak tadi memerhatikannya. "Enggak. Saya cuma pengen nanya, Kakak kenapa manggil saya tadi?"

Dia mengangkat sebuah buku bersampul pink. Aku menatapnya heran.

"Gue titip ini. Kasih ke Lia, gue baru mau naik ke atas lo tiba-tiba nongol. Ya udah, gue titip aja ke elo."

"Oh," gumamku pelan. Aku mengangguk dan mengambil buku itu. Tanpa banyak bicara lagi, aku segera berbalik badan dan menjauh dari Ghali.

Dia sepertinya tidak bicara lagi setelah kepergianku.

Setidaknya memanggil namaku.

Aku terkekeh pelan. Dasar Diba! Lama-lama aku juga ikut-ikutan mengagumi tampang cowok itu, seperti apa yang dialami siswi-siswi di kelasku.

"Lia..." Aku berteriak memasuki kelas. Oh, aku lupa menceritakan kejadian di kantin tadi. Lia, Saphira, dan Alya cepat kembali ke kelas. Dan aku hanya bersama makananku di sana beserta makhluk-makhluk berseragam SMA yang kuanggap tak ada.

"Apaan?" tanya Lia. Matanya fokus melihat layar laptopnya.

"Nih." Aku melemparkan bukunya ke atas meja. Dia tersentak kaget dan aku hanya terkekeh tak bersalah. "Titipan dari Ghali," lanjutku saat aku sudah duduk manis di bangkuku.

"Oh, tuh anak nggak ke sini. Pasti males dilihatin sama adek-adek kelasnya."

"Seriusan lo?" Saphira memajukan kepalanya untuk melihat Lia. "Kak Ghali orangnya gitu ya? Nggak suka jadi bahan cerita?"

"Ya iyalah," jawab Lia. Mulutnya mencebik. Padangannya kembali menatap layar laptop. "Orang itu mana mau dideketin sama cewek-cewek. Gini ya, gue pernah denger gosip kalau Kak Ghali pernah ditembak sama cewek. Dan cewek itu Kakak kelas kita juga. Sayangnya, gue nggak tahu siapa cewek yang dimaksud itu. Gue denger itu pas gue kelas delapan deh. Berarti waktu itu Kak Ghali kelas sepuluh. Iya, Kak Ghali kelas sepuluh."

"Terus, Kak Ghali nerima cewek itu?" Saphira bertanya lagi. Sekarang dia sudah duduk di dekat Lia. Bangkunya ternyata dia tarik ke dekat Lia. Aku mendengus pelan, saking keponya anak itu.

"Enggak lah," jawab Lia. Masih dengan pandangan ke layar laptopnya. "Katanya sih gitu. Tapi gue penasaran deh siapa cewek yang nembak Kak Ghali."

"Gampang 'kan, dia sekolah di sini. Kecuali kalau gosip itu udah tenggelam dimakan waktu," celetuk Alya. Aku tertawa mendengar kata-katanya. Aku melihatnya sedang menyalin catatan yang ada di papan tulis. "Penasaran deh sama cewek itu. Gue tebak nih, pasti dia cewek yang udah nekat banget, udah nggak bisa lagi ngebendung perasaannya. Wih, asik...," lanjut Alya lagi. Terkadang aku heran melihat Alya, dia itu hanya seperlunya saja jika sedang berbicara tapi kelihatan tomboy. Lihat saja sekarang, dia sedang jongkok di bangkunya sambil menulis.

Senyumku mengembang saat ide cemerlang hinggap di pikiranku. Aku menatap tiga orang itu satu per satu. "Gimana kalau kita cari tahu siapa cewek itu?"

"Uhhuk." Lia terbatuk. "Aduh, saking ngefeknya kata-kata lo itu. Padahal gue nggak lagi makan atau minum apa-apa."

"Lo kepo bener sih, Dib. Jangan-jangan..." Telunjuk Saphira mengarah ke depan wajahku. Aku menepisnya cepat.

"Jangan-jangan apa?" Aku bertanya sambil menatap Saphira. "Lagian, salah kalau gue penasaran sama orang?"

Saphira terkekeh pelan. "Ya, terserah lo sih. Tapi jangan nyesel kalau suatu saat lo justru suka sama dua orang sekaligus."

Aku mengerutkan kening. "Maksud lo?"

"Ya itu, lo 'kan pacaran sama Kak Agam dan lo juga kayaknya makin sering deh ketemu sama Kak Ghali."

Aku mendengus pelan. "Maksud lo, gue suka sama Kak Agam dan Kak Ghali dalam waktu bersamaan?"

Saphira menganggukkan kepalanya.

"Mana ada cewek yang suka dua cowok sekaligus?" Walaupun kenyataannya aku percaya akan hal itu.

"Ya ada. Pasti ada. Nggak ada yang mustahil 'kan?"

Aku menghela napas. "Gara-gara kata-kata lo gue jadi kepikiran," balasku. "Udah deh ah, gue mau tidur bentar." Kusembunyikan wajahku di lengan yang kusandarkan di atas meja, aku memejamkan mata.

Dan mencoba melupakan sedikit demi sedikit kejadian yang sudah terlanjur terjadi.

*


 

True StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang