Bagian 8

211 60 15
                                    

Gishel membuka matanya perlahan. Kilauan cahaya matahari menenbus kaca jendela dan menyilaukan Gishel. Gishel merasakan suasana yang asing di ruangan ini. Memang, ini adalah kamar Gama.

Kok gue dikamar gama.. Batin Gishel sambil mengucek-ucek matanya.

Terlihat tubuh tegak seorang pria yang sedang berdiri tepat di sebelah jendela. Memandangi situasi diluar sambil memasukan kedua tangannya kedalam saku celana yang dikenakannya.

Pria itu menengok ke arah Gishel. "Udah bangun?," lalu ia kembali memandangi suasana diluar dari jendela. "Tadi malem lo mabok berat. Jadi gue bawa kesini. Soalnya juga dirumah lo nggak ada orang, ue takut ada kejadian nggak enak lagi."

Nyawa Gishel belum penuh, hanya mendengarkan ucapan Gama dengan masa bodo. Ia memeluk kembali bantal guling disampingnya sambil merebahkan senyuman. Seakan sangat nyaman berada di tempat tidur Gama.

"Morning, Gama Revansyah.." gumam Gishel yang belum beranjak dari tempat tidur.

Gama menaikan satu alisnya. "Lo dengerin gue ngomong nggak sih?!."

"Denger." jawab Gishel singkat dan memasang wajah pokernya. Gishel mengangkat seluruh badannya, bangun dari tempat tidur, kemudian duduk.

"Lo jangan mau dibodohin sama cowok brengsek macam Rendra shel. Lo udah dibikin nggak sadar gara-gara dia ngasih lo minuman yang alkoholnya tinggi. Dan asal lo tau aja, lo hampir kehilangan first kiss lo shel."

Gishel menghela nafas. "Emang kak Rendra itu cowok brengsek, badboy, playboy. Tapi dia bisa ngerubah gue. Gue percaya, gue juga bisa ngerubah dia dengan cara gue. Lo kenapa sih? kok benci banget sama dia?."

Gama menutar bola matanya. Ia menghampiri si gadis tomboy itu dan duduk disebelahnya. "Gue ingetin sekali lagi, dia nggak baik buat lo. Jangan korbanin diri lo mati-matian demi dia," Gama menyelipkan rambut Gishel ke belakang telinga. "Ada alesan kenapa gue benci sama dia. Ntar juga lo tau. Eh, mandi gih.. ganti baju lo! dari tadi malem masih pake dress gitu. Risih gue ngeliatnya."

Gishel tersenyum tipis. "Lo nggak apa-apain gue kan tadi malem?. Lo risih, apalagi gue."

"Nggak lah! yakali, ngegantiin baju lo aja nggak berani. Makannya gue biarin lo tetep pake dress itu. Lagian dirumah gue juga nggak ada cewek sama sekali, buat ngegantiin baju lo."

"Iya iya, percaya deh sama cobatkuh tercinta iniiii."

"Jijik.." semprot Gama kemudian keluar dari kamarnya. "Gue tunggu di ruang makan. Gue mau ajak lo ke suatu tempat abis sarapan."

Eh, berarti gue bolos hari ini?.. Batin Gishel.

"GAMAAAA, kenapa lo nggak bangunin gue subuh-subuh! ah, jadi bolos kan hari ini," teriak Gishel. "Tapi gapapa deng, kali-kali jadi anak badung." ia beranjak masuk ke kamar mandi, membawa handuk yang sudah di sediakan Gama.

*****

Gishel keluar dari kamar Gama. Mengenakan kaos berwarna hitam bertuliskan The Bettles yang sangat kedodoran di tubuh Gishel. Juga celana jeans selutut. Ia berjalan menuju ruang makan, sambil menyepol rambutnya. Wajahnya lebih terlihat natural, karena make up yang sudah dihapus bersih dari wajahnya.

"Itu kaos sama celana gue?." ucap Gama yang sudah duduk di meja makan.

"Iya. Tadi gue obrak-abrik lemari lo. Ketemulah baju dan celana ini, yeay!."

Gama menahan tawanya. "Kedodoran abis itu astaga.. Eh lo nggak punya penyakit kulit kan? awas aja kalo punya, ntar gue ketularan dihhh."

"Punya. Panu, kudis, kurap, jamuran, kutil, bisul. Mau apa lo?," Gishel melotot tetapi diikuti tawanya yang terbahak-bahak. "HAHAHA... Nggak deng canda. piece!." jari telunjuk dan tengah Gishel diacungkan membentuk huruf V.

PLATONIC [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang