Bagian 27

56 11 5
                                    

Satu jam berlalu. Mereka masih berada di hutan. Geunta bangun dari tidurnya. Perlahan ia membuka matanya, kemudian tangannya meraba ke kiri tempat dia duduk sekarang. Saat meraba-raba, ternyata tidak ada seseorang. Hanya ada guguran daun kering yang berhamburan di tanah.

"GISHEL!" pekik Geunta membangunkan Bani dan Nasya. "Gishel, dimana Gishel?!"

Nasya mengucek-ucek kedua matanya. Sambil mengumpulkan nyawa. "Hah? Gishel?"

"Gishel ga ada!"

"Hah? Serius lo Ge? Terus Gishel kemana? Tadi kan dia duduk di samping lo." ujar Bani kaget.

"Iya, serius. Tadi kita ketiduran. Pas gue bangun Gishelnya udah ga ada!"

Rasa cemas terus menyelimuti ketiga teman Gishel itu. Apalagi Geunta. Dia sudah berjanji kepada mamah Gishel untuk menjaganya. Tetapi sekarang, Gishel tidak bersamanya.

"Ayo cepet cari! Gue ga mau Gishel kenapa-napa." pekik Geunta.

Nasya dan Bani mengangguk. Kemudian bereka beranjak bangun dan langsung berjalan menyusuri hutan pinus untuk mencari Gishel.

"GISHELLL!!!" teriak Geunta.

Nasya terut menengok kanan dan kirinya "Gishellll! Lo dimana, shel"

"Disini udah gelap banget guys. makin susah buat nyari Gishel kalo kaya gini." ucap Bani. "Coba gue hubungin orang-orang di villa."

"Iya bener coba, kali aja Gishel udah ada di villa." setuju Nasya.

"Shit!" umpat Bani. "Ga ada sinyal." lanjutnya.

Nasya menepuk jidatnya. "Aelah, gue juga ga ada sinyal. Coba hp lo, Ge."

"Hp gue low." ucap Geunta.

"Astaghfir, cobaan macam apa yang kau berikan ya awoh." Bani mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Yaudah sekarang mending kita cari aja dulu Gishelnya. Hp kalian ada senternya kan? Nyalain biar lebih gampang kita nyari Gishel!" ucap Geunta yang terus cemas.

Nasya dan Bani mengangguk. Mereka segera menyalakan senter di hp mereka masing-masing. Mereka kembali melanjutkan perjalanan mencari Gishel. Untung saja akses jalannya tidak terlalu sulit dan jarang ada semak belukar.

"Ngapain sih lo, shel pake segala ilang kek gini. Gue udah sering bilang sama lo jangan jauh-jauh dari gue, ck. Kek gini jadi bikin khawatir babi." batin Geunta.

Sudah semakin jauh mereka melangkah. Tetapi Gishel belum juga ditemukan. Geunta semakin frustasi dan menjambak rambutnya sendiri. "Aarrgghhh!"

"Sabar, ge. Gishel pasti ditemuin kok." Bani berusaha menenangkan Geunta sambil menepuk-tepuk punggung Geunta.

"Ga ada gunanya gue buat Gishel, ban. Gue udah janji bakal jagain Gishel. Tapi apa? Sekarang bahkan gue gatau Gishel dimana. Dia harusnya selalu disamping gue. Bego banget gue."

Nasya mengerutkan alisnya "Apasi, ge. Lo ngomong apaan hah? Ini semua bukan salah lo. Ga usah ngeluh gitu deh!"

"Bukan salah gue lo bilang? Jelas-jelas salah gue lah. Gue udah lalai jagain Gishel." ucap Geunta tak hentinya menyalahkan dirinya sendiri.

"Gishel udah gede, ge. Dia bukan lagi anak paud yang perlu dipantau setiap saat sama lo. Gue tau Gishel ilang itu karna maunya sendiri. Gue paham sifat Gishel lebih dari lo, ge. Gishel itu keras kepala, kalo dia ada maunya tuh harus kesampean." Nasya tak mau kalah. Bahkan air matanya mulai menggenang di matanya.

"Woy udah! Eh, liat di sana ada cahaya mancar ke langit." Bani menunjuk apa yang dia maksud.

"Mana?" tanya Geunta.

PLATONIC [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang