Bagian 23

88 14 0
                                    

"Gishel.. udah siap belum?" teriak Ibu Gishel dari ruang tamu.

Gishel sedang mempersiapkan dirinya, mengingat kegiatan wisatanya ke puncak. Sejak 15 menit yang lalu, Geunta sudah berada di rumah Gishel untuk menjemput Gishel.

Tak lama Gishel turun dari lantai dua, menuju ke ruang tamu.

"Yuk, berangkat." kata Gishel dengan lagak sinisnya. Kemudian membuang wajah dari hadapan Geunta.

Geunta curiga melihat perilaku Gishel. "Jelek banget."

Gishel mengerutkan dahinya. Baru kali ini ada lekaki yang berani mengatainya jelek.

"Masih pagi. Jangan ngacauin mood gue!" pekik Gishel yang merasa kesal.

Geunta memasang senyum miring. "Serius lo jelek sumpah kalo lagi ngambek." Walupun miring, tapi tetap terlihat manis. Sesekali Gishel melirik Geunta yang terlihat tampan dengan jaket kulitnya.

Kedua tangan Geunta mengunci kedua pipi Gishel. Membuat pipi Gishel menggembul dan wajah Gishel yang tepat menghadap ke wajah Geunta. "Kalo liatin itu jangan setengah-setengah dong. Lo cantik kok."

Karna merasa malu, Gishel segera menepis tangan Geunta. Kali ini Gishel tidak banyak mengeluarkan kata-kata. Mungkin karna adegan Geunta berpelukan dengan seorang wanita. Ya, Gishel masih merasa kesal dengan hal itu.

"Heh.. udah sana berangkat! Mesra-mesraannya nanti aja di puncak, yakan." Ibu Gishel mengambil suara.

"Nah betul. Yaudah tante, calon mantu pamit ya. Doain saya sama Gishel terus ya, tan." Geunta mencium punggung tangan Ibu Geunta.

Gishel menginjak kaki Geunta.

"Aww.." Geunta meringis kesakitan.

"Rasain! Mamah jangan sampe kena pelet Geunta ya! Yaudah Gishel pamit. Dadah." setelah berpamitan, tanpa basa-basi Gishel menarik tangan Geunta menuju ke luar rumah untuk segera berangakat ke sekolah.

"Eh.. eh.. Tante, Assalamu'alaikum!" tidak ketinggalan Geunta untuk mengucapkan salam. Walaupun terus diseret menuju ke motor yang terparkir di depan gerbang rumah Gishel.

Ibu Gishel geleng-geleng melihat kelakuan anaknya. "Wa'alaikumsalam.. Ya ampun, ngidam apa gue dulu ya."

*****

Bis yang akan membawa siswa kelas 10 ke puncak sudah berjajar di depan sekolah. Ada sekitar 5 bis. Setiap bis berisi 38 siswa atau satu kelas dengan di dampingi pembina.

Sebelum keberangkatan, seluruh siswa dikumpulkan di lapangan untuk berdoa bersama. Setelah selesai, setiap kelas menempati bis masing-masing. Gishel berada di bis nomor 2 bersama dengan teman-teman kelas 10 IPS 2.

Gishel duduk di salah satu bangku di dalam bis. "Zana mana sih? Udah mau berangkat kok belum dateng-dateng." Gishel memang sudah berjanji dengan Zana, jika ia akan duduk berdampingan.

Seorang pembina masuk kedalam bis. "Ayo semuanya duduk-duduk! Untuk ketua kelas tolong diabsen ya."

"Udah diabsen pak." jawab Revo sambil memberikan kertas berisi daftar absensi.

Pembina itu mengecek kertas yang diberikan kepadanya. "Yang tidak ikut berarti.. Zana dan Gama ya?"

Nasya, Mayda dan Gishel cengo mendengar kata pembina itu. "HAH!"

"Watde... Zana nggak ikut?" pekik Gishel. Ia khawatir, siapa yang akan duduk disebelahnya jika bukan Zana?

"Anak orang kaya nggak ikut? Kok bisa?" ucap Agung yang ikut kaget.

"Ciye.. kesempatan dong tuh si Geunta." ledek Bani.

Seketika seisi bis ramai.

Yakali Geunta duduk sama gue? HELAW! batin Gishel.

PLATONIC [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang