Bagian 25

76 10 0
                                    

Author POV

Sebegitu niatnya Miranda hingga mau menemui Geunta yang sedang mengikuti kegiatan wisatanya. Tentu saja Miran mendapat berita ini dari ibu Geunta. Mengingat ibu Geunta yang bisa dibilang sudah sangat menyetujui hubungan anaknya dengan Miran.

Miran duduk di bangku yang berada di balkon villa. Ia masih canggung untuk berbicara dengan lelaki di sampingnya. Sendari tadi memang Geunta berada di samping Miran. Mereka berdua saling menunggu penjelasan. Namun sangat gengsi untuk memulai pembicaraan.

Dengan hati yang dongkol Geunta menunggu Miran yang hanya diam tanpa kata. "Jadi tujuan lo apa dateng kesini?" Geunta akhirnya membuka pembicaraan dengan terpaksa, karena Geunta tidak suka dengan basa-basi.

"Sebelumnya..." Miran berusaha merangkai kata-kata. Sebelumnya Miran dan Geunta telah membuat kesepakatan, tetapi kali ini Miran melanggarnya.

"To the point!" hentak Geunta.

Miran tersentak kaget. "Mm iya. Gue kesini karena gue kangen sama lo, Fahmi. Puas?"

"Terus sekarang lo bisa pergi kan? Gue gak mau ada pengganggu disaat waktu yang gak tepat kaya gini, Miran. Sekali lagi gue bilang sama lo, jauhin gue!"

Seperti perkiraan Miran sebelumnya. Pasti Geunta tidak akan menerimanya. Ini resiko yang telah dilakukan Miran sebelumnya kepada Geunta. Miran benar-benar menyesal dengan semua yang telah terjadi. Tapi apa daya, nasi sudah menjadi bubur. Seberapa cintanya kepada Geunta, sudah tidak bisa dibalas lagi. Bahkan Geunta tidak peduli.

"Lo boleh muak sama gue. Tapi kali ini gue minta lo sedikit menghargai gue." pinta Miran.

"Seberapa berharganya lo sih? Oke, apa mau lo? Kali ini mungkin gue bisa menuhin. Tapi jangan harap yang akan datang gue mau."

Mata Miran makin sayu. "Gue butuh bantuan lo, gue gak mau pulang ke rumah hari ini. Gue capek denger orang tua gue bertengkar."

Orang tua Miran memang sedang diambang oleh perceraian. Itu semua karena perbedaan prinsip yang tiba-tiba muncul. Miran saat ini sangat frustasi, apalagi ditambah dengan menghadapi sifat Geunta kepadanya.

"Maksud lo? Lo mau nginep juga disini?" dahi Geunta mulai mengerut

Miran mengangguk. "Iya. Gue udah ijin kok ke pembina lo. Please, bantuin gue."

"Kenapa harus gue yang jadi pelampiasan lo? Kenapa lo gak nginep di hotel atau dimana kek. Atau ke rumah saudara lo gitu? Lo nggak punya saudara? Katanya kuliah di luar negeri, kok madesu." sindir Geunta, lebih tepatnya mengelak jika Miran harus berada di sekitarnya.

"Gue belum bisa mandiri. Uang bulanan dari orang tua gue belum cair. Itu semua karena orang tua gue lebih mengedepankan persidangan cerainya dibanding gue. I don't know how to behave everything about my parent."

"Mungkin itu karma kali ya. Yaudah nikmatin aja kali," Geunta tersenyum jahat. "Dan sorry my ex dear.. mungkin gue pikir, gue gak bisa bantu lo. Mau seberapa lama lo ngemis-ngemis ke gue, gue gak akan terima. Karena gue tau tujuan lain lo, lo pengin dapetin lagi perlahan perhatian dari gue kan?"

Entah mengapa, Miran merasa ini adalah momen termemalukan yang ada di hidupnya. Walaupun memang bukan yang pertama kali Miran dipermalukan, tapi ini yang peling memalukan. Apalagi di depan sang pujaan hatinya.

"Gue bener-bener gak ngerti ya sama lo. Padahal gue ngomong dengan baik-baik tapi-"

"Saya tau jika kamu berbicara dengan baik-baik. Tapi maksud kamu itu tidak baik untuk saya." Geunta masih tidak mau mengalah.

"Tap-"

"Udah deh ya, gue udah telat buat kumpul di halaman depan. Bisa-bisa gue di tegor gara-gara masalah sepele kaya gini. Sungguh gak elit."

PLATONIC [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang