#Chapter 11 : Plan

52 2 0
                                    

"Intan? Kamu udah bangun?" tanya Delima yang baru bangun langsung mendekati tempat tidur Intan dan membawakan gelas minum untuk Intan

"Udah jangan nangis lagi. Kamu itu jelek kalau lagi nangis! Senyum" kata Delima. Intan tidak bisa tersenyum karena ia sedih melihat Davin yang berbaring tanpa daya

"Davin kecelakaan tadi malam" pekik Delima membuat Intan menangis terisak

"Ini salah Intan ka. Intan... Intan..." Intan terus terisak hingga membuat Maya terbangun

"Ini bukan salah kamu Tan, ini musibah" Delima terus menenangkan Intan yang terus menangis dan menyalahkan dirinya sendiri

"Sekarang kami tenang! Berdoa sama Allah bukannya nangis kaya gini" kata Maya, Intan pun berhenti menangis namun air matanya masih mengalir

"Siapa yang bawa Intan kesini?" tanya Intan

"Aldi temen kamu"

"Aldi? Jadi bukan Davin yang bawa Intan kesini?"

"Sebenernya ada masalah apa sih kamu sama Davin? Sampai bawa-bawa koper lagi. Mau minggat?"

"Intan sakit hatilah ma sama dia, kurang baik apa coba Intan sama dia. Emangnya salah kalau Intan bangunin dia suruh pindah ke kamar? Trus kenapa dia malah manggil nama Davina depan Intan? Dia bentak Intan mah, ka. Kalian aja belum pernah bentak Intan" Maya dan Delima setelah mendengar penjelasan dari Intan hanya bisa diam

"Ka Davin sering manggil nama Davina kalau lagi sama Intan" Maya memeluk Intan dengan erat

"Udah jangan nangis, kamu jangan dulu banyak pikiran ya. Sekarang kamu Istirahat dulu biar mama cari tau siapa Davina ya" Intan mengangguk

"Gimana kamu lulus gak?" tanya Delima "awas aja kalau nggak lulus, nggak akan kakak anggap kamu jadi adik"

"Intan lulus dong malah nilai Intan tertinggi ke3 dari semua siswa"

"Ketiga aja bangga" pekik Maya

°°°°°°
Kini hari mulai sore. Tapi Davin masih belum sadarkan diri, didalam kamar inap hanya ada Davin dan Intan. Intan sekarang kondisinya sudah membaik hanya saja ia jangan terlalu banyak aktivitas dan untuk sementara ia harus memakai kursi roda

Kini ia sedang duduk diatas kursi roda disamping Davin berbaring, diraihnya tangan Davin untuk ia genggam

"Kakak... Bangun!" kata Intan dan ia kembali menangis sehingga air matanya menetes pada tangan Davin

"In-Intan..." rintih Davin dengan pelan dan berusaha membukakan matanya dan melukiskan senyuman dihadapan Intan

"Kakak" Intan memeluk Davin sambil ia duduk. Davin mengelus rambut Intan dengan lembut

"Jangan tinggalin kakak" Intan terdiam sejenak saat mendengar ucapan dari Davin Ia mempunyai rencana untuk meninggalkan Davin beberapa tahun kedepan. Awalnya dia sangat berat untuk meninggalkan Davin, tapi ia harus pergi menemui impiannya di kota Paris. Setelah acara sekolah selesai dan ijasah sekolahnya sudah keluar ia akan segera terbang ke Paris

"Kenapa kamu bisa tau kakak dirumah sakit? Dan kenapa kamu pake kursi roda?" tanya Davin bertubi-tubi

"Intan juga dirawat disini. Tuh..." Intan menunjuk pada tempat tidurnya "dan kata dokter Intan harus pake kursi roda untuk sementa"

"Tapi kamu baik-baik aja kan?" Intan menganggukan kepalnya

"Bisa berdiri gak?"

"Ya bisalah. Emang lo kira gue lumpuh apa?" Intan memukul perut Davin

DavIntanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang