tentang dia

443 106 38
                                    

"If I had a flower for every time I thought of you, I could walk through my garden forever."  Alfred Lord Tennyson

:-:-:-:

Di dalam mobil, aku dan Chris tidak banyak bicara. Dia sibuk menyetir sambil menatap lurus jalanan di depan, sedangkan aku sibuk dengan pikiranku. Aku tak dapat berhenti memikirkan Max sedari tadi.

Dia bercerita banyak tentang dirinya. Ibunya adalah orang asli Indonesia, sedangkan ayahnya berdarah Inggris dan Prancis. Max lahir dan tumbuh besar di Inggris hingga umurnya 12 tahun.

Saat duduk di bangku kelas dua SMP, Max pindah ke Indonesia karena mengikuti ibunya. Ibu dan ayah Max bercerai saat itu.

Max kecil sudah diajarkan untuk dapat berbicara bahasa Indonesia oleh ibunya, sehingga saat ia pindah ke Indonesia saat itu, ia sudah mengerti sedikit bahasa Indonesia. Tapi, ia lebih sering berbicara menggunakan bahasa Inggris, sehingga terkadang ia lupa dengan bahasa Indonesia dan jarang menggunakannya sebagai bahasa sehari-hari.

Max hobi bermusik. Dia sangat suka bermain gitar, drum, dan piano. Max juga suka bernyanyi, walaupun suaranya tidak sebagus James Bay—penyanyi favoritku.

Selain bermusik, hobi Max juga adalah membaca buku. Aku belum sempat bertanya buku genre apa yang ia sukai, karena dia langsung membahas soal keluarganya setelah itu.

Max adalah anak tunggal. Dia punya adik tiri yang bernama Caitlin. Caitlin adalah anak perempuan dari ayahnya dan ibu tirinya. Mereka tinggal di Manchester sekarang. Sudah lama sekali Max tidak bertemu dengan ayah dan keluarga baru ayahnya, terutama Caitlin.

Terakhir kali bertemu Caitlin adalah saat Natal tiga tahun yang lalu. Saat itu, Caitlin masih berusia dua tahun. Mungkin sekarang, Caitlin sudah berusia lima tahun dan tumbuh menjadi gadis cantik dan manis.

Max bilang, dia suka sekali dengan anak kecil, apalagi anak perempuan. Menurut Max, anak kecil itu sangat lucu dan polos. Max suka mendengar anak kecil yang sedang tertawa, baginya hal itu adalah hal yang lucu.

Selain itu, Max tidak suka dengan pelajaran Fisika saat dia masih sekolah. Ya, sekarang sudah berbeda keadaannya. Max sudah lulus SMA dua tahun yang lalu, dan itu artinya sekarang dia sudah menginjak bangku kuliah.

Max mengambil jurusan seni di kampusnya. Alasan mengapa dia memilih jurusan seni sangat sederhana; dia mencintai seni. Seni adalah segalanya bagi Max.

Seni sudah menjadi bagian dalam hidupnya semenjak dia kecil. Berawal dari melihat hal-hal yang berbau seni, Max mempelajarinya—benar-benar mempelajarinya secara detail. Dari situlah, ia akhirnya jadi mencintai seni. Ia hidup untuk seni, katanya.

Satu hal yang menurutku menarik dari seorang Max adalah dia suka minum kopi. Bahkan, Max sudah mengunjungi beberapa negara hanya untuk mencicipi rasa-rasa kopi di negara tersebut.

Negara yang paling suka ia kunjungi adalah Prancis. Kebetulan, ayahnya juga berdarah Prancis, sehingga tidak heran jika Max suka mengunjungi Prancis dan mencintai negara yang terkenal dengan Menara Eiffel nya itu.

Chris menepuk pundakku dan membuat lamunanku buyar seketika. Padahal aku sedang asyik-asyiknya membayangkan wajah Max dan memikirkan tentang dia.

Aku menatap wajah Chris. "Kenapa?" tanyaku.

Telunjuk Chris mengarah ke sebelah kiriku. Aku pun menengok ke arah yang ia tunjuk. Ternyata, kami sudah sampai di depan rumahku.

Aku terkekeh pelan. "Maaf, aku gak nyadar."

"Iya, gak pa-pa. Jangan sering-sering melamun ya." Aku tersenyum mendengarnya.

"Iya," jawabku pelan.

Saat aku membuka pintu mobil dan hendak melangkah keluar, Chris menahan lenganku. Aku menoleh menghadapnya dan bertanya, "Ada apa lagi?"

Chris tersenyum. Bukannya menjawab, ia malah mendaratkan bibirnya tepat di keningku. Pipiku pun merona ketika menyadari ia baru saja mengecup keningku dengan hangat.

Aku mengangkat tanganku di udara, mengacak-acak rambutnya dan membalas kecupannya di pipi. "See you, Hun," ujarku lembut sembari keluar dari mobil.



• • •


A/N:

yoo wassup? double update for today! semoga suka xx

Deep InsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang