pesta

411 97 57
                                    

"And I just can't go another day without you next to me."  Coming For You, JoJo

:-:-:-:

Sahabatku, Carmen, sedang mengadakan pesta di rumahnya. Ini adalah pesta ulang tahunnya yang ke-17. Maka dari itu, spesial untuk menghadiri pesta ulang tahun Carmen yang ke-17, aku pun mengenakan sebuah gaun yang begitu indah.

Kata ayahku, aku terlihat begitu anggun ketika mengenakan gaun itu. Dan kata ayah, aku juga terlihat mirip ibu ketika mengenakannya.

Aku sedang mengobrol dengan Michelle, Rena, Emma, dan Elle—sahabat-sahabatku—ketika seseorang tiba-tiba menyentuh pundakku. Aku sempat menatap sahabat-sahabatku sejenak dengan tatapan datar.

Emma mengangkat dagunya, memberiku isyarat untuk menoleh ke belakang dan melihat siapa yang baru saja menyentuh pundakku.

Aku menoleh ke belakang dan mendapati dia sedang menatapku sambil tersenyum. Kalian tahu, siapa lagi pemilik senyum yang aku sukai itu kalau bukan Max.

Tapi, tunggu, kenapa Max bisa ada di acara pesta ulang tahun Carmen? Memangnya Max dan Carmen saling kenal?

"Meg, aku sama yang lain ke sana dulu ya, mau nyamperin Carmen. Dah!" ucap Michelle padaku. Keempat sahabatku itu pun berjalan menghampiri Carmen dan meninggalkanku berdua dengan Max di sini.

"Hai, Meg." Lagi-lagi, Max tersenyum.

Perempuan mana yang tidak meleleh jika laki-laki yang ia sukai terus-menerus tersenyum padanya, apalagi jika senyum laki-laki tersebut begitu manis?

"H-hai," balasku menyapa dengan gugup. "Kamu kenapa bisa ada di pestanya Carmen? You know her?"

"Am I not allowed to come to my cousin's birthday party?" tanya Max yang disertai tawa.

"So, you're her cousin?" Aku membulatkan mataku, menatapnya dengan tatapan tak percaya. "Dunia ini sempit banget ya ternyata."

Max terkekeh. "Yeah."

"Kamu dateng ke sini sama siapa? Sendirian?"

"No, I come here with my mom. You want to meet her, maybe?"

Aku memutar kedua bola mataku. "Kamu mulai lagi deh."

"What? Mulai apa?" Dia menatapku bingung.

Aku mendengus. "Ngomong bahasa Inggris. Come on, Max, speak Indonesian. Kamu mau bener-bener fasih, kan? Kamu udah tinggal lumayan lama di Indonesia, masa ngomongnya masih Inggris?"

Max hanya terkekeh. Lalu, tiba-tiba ia menarik lenganku dan membawaku ke dalam rumah Carmen, tepat di ruang keluarganya.

Ibu, tante, serta keluarga-keluarga Carmen sedang berkumpul di ruang keluarga. Aku jadi merasa malu pada mereka. Masalahnya, ini keluarga besar Carmen dan aku baru pertama kali bertemu dengan mereka, apalagi ibunya Max.

"Mom, kenalin ini Megan," ujar Max memperkenalkanku pada ibunya. Wajah ibunya terlihat sangat cantik, walaupun dia sudah berumur 40 tahun. Max memberitahuku soal umur ibunya saat itu.

"Hai, Tante, saya Megan."

Ibunya Max tersenyum padaku. "Hai, Megan. Are you his girlfriend?"

"Bukan," jawabku dan Max serentak.

Ibunya Max tertawa melihat tingkah kami berdua.

"Kalian lucu banget, sih. Kalau memang kalian pacaran, just admit it. Gak usah malu-malu begitu," ucap ibunya Max disertai kekehan pelan.

"Mom, she has a boyfriend and she's not my girlfriend."

Begitu mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut Max, aku merasakan sedikit sesak di dadaku.

'She has a boyfriend'.

Seperti tersadar akan sesuatu, aku langsung meninggalkan ruang keluarga Carmen. Tak lupa sebelum itu, aku berpamitan pada ibunya Max dan Max. Aku ingin pulang ke rumah.

Max sempat menawarkanku untuk pulang diantar olehnya, namun aku menolak dengan halus tawarannya itu. Bukannya apa-apa, aku hanya tidak ingin merepotkan Max. Dia sudah terlalu baik padaku.

Saat berada dalam perjalanan pulang menaiki taksi, aku mencoba untuk menghubungi Chris. Bukannya suara Chris, yang kudengar malah suara dari operator yang mengatakan bahwa nomor yang kutuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Aku mengembuskan napas pasrah. Mungkin Chris memang sibuk akhir-akhir ini, sehingga dia tidak bisa dihubungi ataupun ditemui.

Sudah dua minggu aku tidak bertemu dengan Chris. Dia juga jarang mengirimiku pesan singkat dan menghubungiku. Pesan terakhir yang aku terima darinya hanyalah ucapan selamat malam dan itupun pesan dua hari yang lalu.

Chris seolah menghilang ditelan bumi.

Aku tak mendengar kabarnya lagi semenjak terakhir kali dia menjemputku di Jeanette's dan mengantarku pulang. Aku ingat ketika dia tak menjawab pertanyaanku dan malah mengecup keningku dengan hangat. Aku seperti merasa kecupan itu akan menjadi yang terakhir darinya. Entahlah—mungkin ini hanya perasaan anehku saja.

Pintu rumah Chris selalu tertutup ketika aku mendatangi rumahnya. Aku juga bertanya pada teman-teman dekat Chris apakah mereka mengetahui keberadaan dan kabar Chris, namun tidak ada satupun dari mereka yang tahu. Mereka bilang, Chris tidak pernah masuk kuliah selama dua minggu belakangan ini.

Chris, kamu ke mana dan kenapa kamu tiba-tiba menghilang gitu aja?


• • •


A/N:

so far, gimana pendapat kalian soal cerita ini? let me know ok 👌

Deep InsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang