"Sometimes you have to be apart from people you love, but that doesn't make you love them any less. Sometimes you love them more." ‒ Nicholas Sparks, The Last Song
:-:-:-:
Chris' POV
"Chris, lihat tuh di sana. Mending temenin dia, deh. Kasihan dia sendirian di situ."
Carmen mendorong tubuhku dengan pelan agar aku segera keluar dari dalam restoran. Awalnya aku merasa enggan karena aku sudah merasa nyaman di dalam restoran sambil menikmati hidangan yang disediakan, namun saat melihat sosok perempuan yang ditunjuk oleh Carmen, aku langsung melangkahkan kakiku mendekat ke arahnya yang sedang duduk sendirian di tepi pantai.
Peluh keringat mulai bercucuran di wajahku. Rasanya gugup sekali hanya dengan melihat sosoknya dari belakang. Aku ingin langsung memanggilnya dengan menyebut namanya, namun entah kenapa lidahku terasa kelu. Kata-kata seakan terjebak dan sulit untuk dikeluarkan. Sudah bertahun-tahun lamanya aku dan dia tidak bertemu, tapi perasaan ini terasa masih sama seperti dulu.
"Sendirian aja?" ucapku pada akhirnya bertanya.
Aku memberanikan diriku untuk duduk di sampingnya. Rasanya canggung sekali duduk di sebelah seseorang yang wajahnya sudah lama tidak kulihat selama bertahun-tahun. Ia menoleh ke arahku. Aku bisa melihat dengan jelas ekspresi wajahnya yang tampak terkejut. Sudah kuduga reaksi yang pertama kali ia berikan akan seperti ini.
Aku menatap wajahnya lekat-lekat dan tersenyum padanya. Akhirnya rindu yang selama bertahun-tahun tersimpan di lubuk hatiku dapat terobati juga pada hari ini. Kini wajah cantiknya itu dapat kulihat secara langsung, bukan lagi kunikmati hanya dengan melihat fotonya saja.
"Seperti yang aku udah janjikan waktu itu, aku akan kembali untuk kamu. Dan sekarang aku benar-benar kembali, kan?"
Megan bangkit dari duduknya dan hendak berjalan meninggalkanku, namun sebelum hal itu sempat dilakukannya, aku langsung menarik lengan Megan dan mendekapnya dengan begitu erat.
Aku mendekatkan bibirku ke telinganya, dan berbisik, "Aku denger dari sahabat-sahabat kamu kalau kamu udah putus dari Max. To be honest, aku senang dengernya, karena dari awal aku juga udah tahu kalau Max gak lebih dari seorang cowok berengsek yang bakal melukai hati kamu."
Megan memejamkan kedua matanya. Kepalanya ia sandarkan di dadaku yang bidang. Aku berharap dalam hati semoga Megan tidak mendengar degup jantungku yang semakin memburu saat berada di jarak sedekat ini dengannya setelah bertahun-tahun tidak bertemu.
"Aku kangen." Hanya dua kata itu yang Megan ucapkan sebelum akhirnya ia melepaskan pelukanku. Megan pergi menjauh dari tempatku berdiri. Aku berlari kecil untuk mengejarnya, namun Megan semakin mempercepat langkah kakinya hingga ia berlari cukup kencang untuk menghindariku.
"Kamu kenapa?" tanyaku saat sudah berhasil menarik lengan Megan.
Kulihat air mata jatuh di pipinya. Aku mengusap air mata Megan tersebut dengan tanganku, sampai akhirnya tak ada lagi air mata yang terjatuh. Aku tersenyum menatap Megan.
"Nah, kan cantik kalau gak nangis," ujarku sambil mengusap puncak kepalanya. "Lebih cantik lagi kalau kamu tersenyum."
Setelah mendengar ucapanku, sebuah senyum terukir jelas di wajah Megan. Ah, betapa rindunya aku akan senyum manis Megan itu.
"Makasih ya," kata Megan masih dengan senyumnya.
"Makasih kenapa?" tanyaku.
"Makasih karena kamu udah mau menemui aku lagi. Aku pikir kamu udah lupa sama aku."
Aku tertawa pelan. "Aku gak mungkin lupa sama kamu, Megan."
Seandainya kamu tahu kalau selama ini aku selalu ingat dan merindukan kamu, Megan. Seandainya kamu tahu itu.
"Apa kamu udah tunangan sama cewek itu?" tanya Megan tiba-tiba.
Walau sudah tahu siapa yang dimaksudnya, aku tetap saja bertanya, "Siapa?"
"Cewek yang katanya dijodohin sama kamu. Kamu yang tulis sendiri kok di surat waktu itu."
"Oh, maksud kamu Alicia?"
"Iya, maksud aku dia," jawab Megan sambil mengangguk.
"Waktu masih di New York, aku dan Alicia pernah dating selama sebulan, dan hasilnya kita berdua emang gak cocok. Aku masih gak bisa move on dari kamu dan Alicia juga sebenarnya punya pilihannya sendiri. Kita putuskan untuk sahabatan aja daripada bertunangan, lagipula Alicia sekarang udah tunangan sama pacarnya dan—"
"Wait," Megan memotong pembicaraanku tiba-tiba, "kamu bilang kamu masih gak bisa move on dari aku. Apa aku gak salah denger?"
Aku tersenyum dan menjawab, "Iya, kamu gak salah denger, Megan. Kamu terlalu sulit untuk aku lupain. Terlalu banyak kenangan kita berdua yang masih gak bisa lepas dari pikiran aku. Aku setiap hari mikirin kamu tanpa kamu ketahui. Aku pikir setelah aku balik ke Indonesia aku bakal terima undangan tunangan atau nikahannya kamu sama Max, tapi lihat sekarang, aku di sini hadir di acara tunangannya Michelle dan Jason.
Kamu itu satu-satunya orang yang namanya gak bakal pernah bisa terhapus dari hati aku, Megan. Aku sayang dan cinta banget sama kamu. Seandainya aku punya satu permohonan yang bisa terkabulkan saat ini juga, aku pasti bakalan minta sama Tuhan untuk menjadikan kamu milik aku lagi, untuk selamanya."
"Kamu gak perlu berandai-andai, Chris. Dari dulu aku emang selalu jadi milik kamu kok, begitu juga sebaliknya kamu. Sejauh apapun jarak misahin kita, gak akan bisa menghapus perasaan yang kita punya terhadap satu sama lain."
Aku tersenyum pada Megan. "I love you," ujarku seraya memeluk Megan dengan erat dan mengusap puncak kepalanya lembut.
• • •
A/N:
yayyy akhirnya setelah sekian lama gue bisa selesaiin extra chapter ini juga😄 sebenernya i have a plan untuk bikin akhir dari cerita ini sad, tapi mood gue terlalu baik hari ini untuk bikin sad ending wkwk.
btw gue mau bilang big thanks buat yang udah baca cerita ini dari awal sampe akhir, terutama buat yang rajin kasi vote. makasih banyak yaa😚 gue harap cerita ini ga ngecewain kalian, walaupun cerita ini abal dan gaje banget, tapi gue harap semoga kalian suka semuanya hehe.
sekian a/n dari gue kali ini. see you di cerita-cerita gue selanjutnya!💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Inside
Short Story#28 in Short Story (23/07/16) Ini soal jatuh cinta dan patah hati. Keduanya sangat berhubungan, bahkan berada dalam satu paket yang sama. Jika seseorang sedang jatuh cinta, berisiko besar bahwa pada akhirnya, cepat atau lambat, ia akan merasakan pat...