Part 2

95 17 2
                                    

Entah apa yang membuat mataku selalu memandang boneka itu. Aku terus memegangi Teddy bear dengan baju merahnya.

"Teddy, kamu siapa? aku Fina. Namaku Fina. Apa kau mengingatku? Maaf ya aku sama sekali tak mengingatmu" sesalku, dengan bibir yang tertekuk seperti anak kecil yang tidak diajak main oleh temannya.

Aku berbicara sendiri seakan sudah ingin berputus asa untuk mengingat seluruh kehidupanku sebelum kecelakaan itu terjadi. Aku tak bersedih apalagi menangisi kepergian keluargaku. Apakah aku jahat? Apakah aku aneh? Mengapa dihatiku tak ada secuilpun rasa kehilangan atau kerinduan pada mereka. Berkat semua itu aku selalu membenci diriku. Memarah-marahi diriku. Dan sebagian dari diriku lelah mendengarnya.

Maaf, maafkan aku karena tak menangisi kalian. Aku tak tahu mengapa aku harus selamat. Maaf aku selamat, jika boleh meminta, aku ingin pergi bersama kalian. 

Aku menutup mataku sambil menghela napas panjang. Pikiran ini membuatku lelah dan tertidur lagi didepan TV yang sedang menyala.

***

"Fina?" Bisiknya.

Perlahan kubuka mataku. Aku kaget menyadari hari sudah gelap dan aku sama sekali belum menyiapkan makan malam.

"Maaf, Fina ketiduran" Ia tertawa kecil mendengar pernyataan maaf dariku.

"Gak ada kangkung ya malam ini?" Tanyanya, hampir setiap malam aku memasak kangkung untuk kita berdua.

Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.

"Maaf ya, lupa belanja, dari sore kayaknya ketiduran deh"

Ia lantas memegang tanganku. Aku risih dengan perlakuannya. Aku tahu kami suami  istri, namun karena belum mengingatnya aku merasa ia masih oranglain bagiku. Selama setelah siuman tak ada kontak fisik diantara kita. Ia bilang ia akan menunggu sampai aku siap. Tapi sekarang kenapa ia memegang tanganku?

Aku menarik tanganku perlahan, namun ia menahannya. Tanpa mengangkat kepalanya ia berkata padaku

"Tenang aja, aku cuma mau ngecek tensi kamu. Aku harus mastiin keadaan kamu baik-baik aja"

Jelasnya. Mendengarnya aku malu sekaligus lega.

"Kamu kurang makan ya? Tensi kamu rendah"

Ia memang seorang dokter. Ia tahu betul bagaimana keadaanku.

"Kita harus makan, yuk keluar, kita cari makan"

lagi-lagi seperti anak kecil aku mengangguk dan mengikutinya.

Namaku Fina(Sekuel Kisah Elang dan Kak Fina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang