Part 14

45 6 1
                                    


Aku masih mengingat bagaimana wajah Bayu ketika memberikan kunci ini. Penuh percaya diri. Tentang aku yang sudah salah mengerti. Baiklah, aku harap aku memang salah. 

"Dia bahkan membayar biaya sewa ruang inap itu." Lanjut Elang.

"Kamu benar-benar tidak tahu apapun tentang hubungan Kakak dan Bayu?"

Elang menggeleng sekali lagi.

"Ia pernag bilang, Kakak yang memintanya untuk menikahimu."

Aku menelan ludah mendengarnya.

"Walaupun aku tidak tahu bagaimana kisah kalian, tapi aku tetap tenang jika Kakak memiliki suami seperti dia."

"Aku harap begitu." Jawabku.

***

Apa yang lebih sesak dari rasa bersalah? Sesuatu yang kejam yang kulakukan bahkan kepada orang yang kusayang. Satu-satunya keluarga yang kumiliki didunia ini. Tak ada lagi yang sanggup kutanggung dari semua beban rasa bersalah yang terus menerus bertambah, tak peduli keadaanku.

Tak peduli kanker telah menggerogoti tubuhku. Perlahan mengantarku ke peristirahatan. Tak perlu pennyakit mematikan itu. Perlahan rasa sakit karena menyakiti adikku pun sanggup lebih cepat mengantarku kepada Ayah dan Ibuku di Syurga.

Tidak. Sungguh tak perlu menunggu 3 bulan untuk kesana, seperti yang dikatakan dokterku. Aku akan pergi kesana dengan caraku.

Angin malam berhembus terlalu kencang. Membuat suara-suara panggilan untuk pergi dari dunia ini. Menghentikan semua penderitaanku dan adik tiriku. Semuanya akan selesai. Kulangkahkan kakiku perlahan diatas balkon ruang inapku. Tanpa alas, ia terus melangkah menuruti keinginanku. Gedung-gedung tinggi didepan mataku membantuku melihat lampu-lampu malam yang indah. Seakan mengatakan mereka akan menemaniku pergi. 

Satu langkah lagi, dan aku akan terbang. Menutup mata. Dan ketika kubuka mataku nanti, aku sudah tak perlu mengkhawatirkan apapun. Ayah, Ibu, mohon sambut aku.

BRUKKKK

Tidak. Tubuhku malah terjatuh kebelakang. Keatas tubuh seseorang. Sebab ia menarikku, Ayahku tak jadi menyambutku. Ibu tak pula kutemui.

"Apa yang kamu lakukan?" Tanyanya terengah-engah dengan wajah penuh kekhawatiran.

Lelaki berjas putih yang selalu menemani dokterku. Dibelakang punggung dokterku, ia selalu mencatat apa yang harus dilakukan padaku. Apa yang harus disuntikan, apa yang harus kutelan, terapi apa yang mesti dijalani.

"Aku.." Jawabku perlahan tanpa ekspresi. Kebingungan dengan keadaan yang berubah terlalu cepat. Tidak percaya apa yang telah kulakukan. Benar, apa yang baru saja kulakukan?

"Aku tidak tahu...." Isakku, kupeluk kedua kakiku yang terlipat depan dadaku. Kumasukan kepalaku diantaranya. Rambutku yang tergerai membantuku menutupi wajah penuh air mata.

"Aku tidak bisa melihat adikku, aku sudah terlalu banyak menyakitinya." Lanjutku masih dengan isakan yang samar-samar.

Ia mendengarkan. Ia bahkan meneguhkanku. Dokter itu peduli dengan keadaanku.

"Tidak ada yang terselesaikan jika kamu pergi kebawah sana. Kamu harus melaluinya. Kamu harus melawan penyakitmu dan menyelesaikan masalahmu."

Aku menggeleng keras.

"Aku membunuh kedua orangtuaku dan membuat adikku hilang ingatan, bagaimana aku menyelesaikannya?" Teriakku dengan dada yang tak pernah bisa diredakan sesaknya meski menumpahkan amarah sebanyak bumi bisa menampungnya.

"Apa maksudmu membunuh kedua orangtuamu?"

Ia bertanya. Aku tak memiliki satu orang asingpun dalam hidupku untuk kuceritakan secara sukarela tentang kisahku yang mengerikan. Untuk pertama kalinya aku menceritakan kecelakaan sebelas tahun lalu yang mengubah seluruh kehidupan bahagiaku. Tak ada yang tertahankan, semua keluar begitu saja ketika ia bertanya. Tangispun tak enggan kukeluarkan didepannya.

Dibawah gemintang antara langit hitam malam ini. Aku memiliki seseorang dihadapanku untuk membagi pahit hidupku. Diiringi hembusan angin yang terus membelai-belai tubuh kami dan mengibarkan baju kami, ia dengan bijak terus mendengarkan.

"Aku tidak tahu bagaimana harus menjalani hidupku. Aku bahkan sudah meninggalkan adikuu, aku tak memiliki siapapun lagi."

"Kalau begitu mari berteman." Katanya sambil mengulurkan tangan kanannya kedepan wajahku yang kacau.

"Bayu." Ucapnya.

***


Namaku Fina(Sekuel Kisah Elang dan Kak Fina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang