Semua bayangan masih berlanjut dalam kepalaku. Sambil berlari keluar dari kamar inap itu, dadaku penuh penyesalan dan ketakutan. Menjadi mudah mengeluarkan air mata sambil terisak. Dan sulit sekali menahannya seperti kakiku yang terus berlari menuju rumah Bayu. Rumah kami.
Bayu, maafin aku- Ucapku berulang kali dalam gerakan bibir yang tak bersuara. Terputar bayangan pernikahan sederhana ketika aku siuman setelah operasi. Rasa bahagia kami saat itu terasa nyata. Kecupan di keningku yang ia berikan didepan beberapa teman, sangat menenangkan. Tetes-tetes air mata kebahagiaan. Rasa sukur yang tak bisa berhenti kupanjatkan atas keajaiban hari itu. Hari yang tidak pernah terbayang bisa juga kumiliki.
Bayangan terus terputar sampai kejadian teddy bear yang kutemukan dikamar Elang, ketika aku berkunjung. Membuatku kembali depresi mengingat kesalahanku. Bayu menjemputku dengan cepat saat itu. Aku berteriak-teriak tak karuan.
"Aku tak bisa hidup seperti ini! Aku ingin pergiiiiii!" Teriakku berulang kali
Saat itu Bayu menangis menahan tanganku yang ingin memukul diriku sendiri.
"Plis Fina, aku gak bisa kalau kamu pergi.." Isaknya
Kemudian seketika aku tak sadarkan diri dan mulai hilang ingatan kembali sejak saat itu.
BRAKKK!
Kudorong dengan keras pintu depan rumah kami. Dengan cepat aku ingin menemukan laki-lakiku yang berkata tak bisa jika aku pergi.
Mata kami hanya saling bertatapan untuk sejenak, sesaat setelah menemukannya. Tak ada mulut yang mulai membuka pembicaraan. Mataku basah dan merah, mungkin juga sudah membengkak. Namun matanya berbinar, bibirnya tersenyum padaku. Sambil memegang segelas kopi depan bingkai jendela. Sekali lagi ia meneguk kopi didepanku. Langsung saja kuhampiri tubuh tinggi itu.
"Berhenti melalkukan permintaan bodohku!" teriakku setelah merampas kopi hitam itu dari tangannya.
"Setiap pagi, aku akan meminumnya. Aku sudah berjanji, meski gigiku akan berubah warna.."
"Kenapa. . . kenapa kamu. . ."
Sudah tak mengerti dengan semua yang ia lakukan demi diriku, aku terjongkok terisak penuh haru.
Ia memposisikan tubuhnya sama denganku, dan mulai memegang bahuku yang bergetar.
"Karena kamu. . wanita pertama yang menunggu kehadiranku, membutuhkanku, meminta janji-janjiku, menatapku penuh harapan, memelukku seperti akan kehilanganku. Semua penghargaan yang kamu berikan, membuatku hanya menginginkanmu, berbuat apapun untukmu, bersabar atas keadaanmu, mencintaimu dengan tulus dan sejati"
"Bayu..Maafin aku.."
Kami berpelukan. Ia berbisik agar aku tak pergi lagi. Aku rasa aku tak akan pernah menginginkan kehilangan ataupun meninggalkan seseorang dengan pelukan senyaman dan semenenangkan ini.
Tidak akan.
***
Seoerti biasa, setelah Bayu menerima hasil kerjanya di awal bulan kami akan bertemu di Teras Cikapundung di waktu senja. Ia akan membawakanku beberapa hadiah dan berbincang ringan untuk beberapa saat.
Senja itu dengan senyum yang lebar ia menghampiriku. Membukakan kotak kecil dengan bangga. Hingga terlihat kalung cantik terletak disana. Ia mengambil dan memasangkannya di leherku. Aku akan tersenyum bahagia agar ia tenang melihat istrinya. Ia berkeadaan baik dan bahagia memilikiku-itulah yang ingin aku ia pikirkan. Tentu saja seperti itu juga pada kenyataan.
"Aku juga punya hadiah untukmu." Kataku ceria.
"O ya? Apa itu?" Tanyanya penuh semangat.
"Ta da!" Ku berikan ia secarik amplop.
Perlahan ia membukanya. Tak lama ia kemudian mulutnya ternganga penuh kebahagiaan bercampur dengan rasa terkejut. Sedangkan aku tertunduk sedikit tersipu. Ia tertawa bahagia untuk sejenak. Aku nyengir, tak bisa mengatakan apa yang ku rasakan. Karena perasaannya sungguh luar biasa.
"Yes!" Teriaknya.
Namun suaranya terlalu kencang sampai aku spontan memukul punggungnya.
"Hehe, maaf yang, terlalu bahagia," katanya dengan deretan gigi yang terbuka, "Yang sehat ya, nak." Lanjutnya sambil mengelus-elus perutku.
***
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Namaku Fina(Sekuel Kisah Elang dan Kak Fina)
Teen FictionSiapa aku sekarang? dan siapa aku sebelumnya? Aku bahkan harus menghafal namaku sendiri seharian penuh. Lalu berapa lama waktu yang kubutuhkan untuk mengenali diriku. Dan juga sosok itu. Lelaki penyuka kopi yang selalu bersandar di bingkai jendela t...