Part 7

50 8 4
                                    


Bayu duduk di sofanya, seperti biasa, menghilangkan kelelahannya sehabis melakukan operasi. Setelah ia meminum segelas air yang kuberikan, ia tersenyum dan memintaku untuk menghampirinya. 

"Kayaknya..," Bisik Bayu, "Perut kita minta diisi ya?"

"Bilang aja mau di beliin makan."

"Hehe."

"Tunggu sini ya."

Bayu mengangguk padaku. Aku melangkahkan kaki keluar ruangan Bayu sambil tersenyum. Hari-hari ini perasaanku seperti anak SMA yang sedang dilanda kasmaran. Senyum yang tak bisa ku atur. Keinginan selalu dekat dengannya, kerinduan yang datang bahkan ketika disisinya, dan perasaan-perasaan lain yang membuatku bahagia. Membuatku rela hidup meski ingatanku tak akan kembali.

Karena terlalu kasmaran, berbunga-bunga, aku sampai lupa membawa uang untuk membeli nasi sempurna buatan Bu Endah. 

Aku berbalik arah, dan terhenti langkahku, ketika melihat lelaki itu masuk ruangan suamiku. Perlahan aku mendekati pintu yang baru saja kulewati beberapa menit yang lalu.

"Maaf." Suara lelaki itu.

"Bukankah kita sudah sepakat? Ini semua demi kebaikan Fina."

"Tapi, harusnya dia gak disini."

"Atau seharusnya kamu yang tidak berada disini? Kumohon, demi Fina."


Tak ada lagi suara dari ruangan itu yang kudengar. Aku berusaha bersikap senormal mungkin ketika lelaki itu keluar dan tak menyadari keberadaanku. Ia berjalan menuju arah yang berlawanan hingga tak menyadari ada aku yang baru saja mendengar perbincangan mereka. 

Aku mengikuti langkahnya. Perbincangan tadi sama sekali tidak aku pahami. Yang aku tahu ada yang mereka tutupi tentangku. Dan aku tak sudi mereka menyimpannya tanpa izinku.

"Permisi." Ia langsung menghadapku dengan gerakan yang spontan seakan tidak menyangka ada seseorang dibelakangnya. Dan mungkin terlebih, orang itu adalah aku. Fina, yang baru saja ia bicarakan dengan suamiku.

"Ya?" Suaranya bergetar, "ada apa ya?"

"Sepertinya kita pernah bertemu."

"Kayaknya mba salah orang."

"Bukankah kamu yang mengatakan itu ketika kita bertemu di Setiabudhi?'

"A..Apa?"

"Siapa kamu?" Tegasku.

"A..Aku?"

"Iya, kamu, si penguntit."

"Apa? Penguntit katamu? Wah, aku ini, apa kamu tidak tahu siapa aku ini? aku adalah anak peemilik RS tempat suamimu bekerja."

Aku mendekati wajahnya yang mulai berkeringat dan menelan ludahnya sendiri. Dengan mata yang tanpa kedip dan tubuh yang mantap aku bertanya kepadanya.

"Jadi, kamu mengenal suamiku?"

"Maksudku..eh.. tentu saja! tentu saja aku mengenal semua dokter disini beserta keluarganya."

"Kalau begitu, kamu berbohong ketika kamu bilang bahwa aku salah orang. Jelas-jelas kita pernah bertemu sebelumnya."

"I...iya..eh.. bukan. Maksudku aku baru mengingatmu. Ah sudahlah, kita tak boleh berlama-lama. Suamimu pasti cemburu melihatnya."

Ia langsung meninggalkanku dengan guggup. Sedang aku berhasil mendapatkan handphonenya dengan tenang.

Bayu, apa yang kau lakukan padaku? Aku baru saja mempercayaimu seutuhnya. Jika kamu tidak bisa memberitahuku, akan ku cari tahu sendiri, dengan caraku.

Namaku Fina(Sekuel Kisah Elang dan Kak Fina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang