7. You?

986 300 44
                                    

Ashira POV.

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat itu, dan aku juga tidak tahu apa yang harus aku katakan pada dia. Apa aku harus jujur kepadanya tentang perasaan ini ?

Aku berpikir sejenak dan akhirnya aku mengungkapkan nya kepada dia. Karena aku tidak tahu kepada siapa lagi aku harus bercerita.

Akhirnya aku mulai bicara, "gue ga  tahu harus mulai darimana, yang jelas gue gamau kehilangan dia, gue gabisa liat dia bahagia bersama yang lain, tapi gue tahu gue bukan siapa- siapanya, dan memang gue juga tidak seharusnya egois. Gue juga tahu gue tidak berhak melarang dia untuk bahagia, tapi hati ini terlalu sakit untuk melihat dia bersama yang lain."

Aku menyendarkan kepala ku di pundaknya dia pun lagsung merangkulku dan mengusap pundakku dengan lembut.

"Cinta emang kadang membutakan segalanya, tapi ingat disaat lu sakit hati untuk mencintai dia, ada seseorang yang mencintai lu dan ia juga memperjuangkan lu entah sampai kapan itu." David berbicara sambil menatap kedepan, dia tidak melihat wajahku sedikit pun.

Aku langsung menatap wajahnya, pernyataan itu seperti samurai yang menyayat ke hatiku langsung, entah mengapa aku terpikir jika dia mencintaiku.

Aku sangat takut tentang hal itu. Aku tidak bisa membayangkan jika itu terjadi padaku. Aku menjadi gugup, aku tidak tenang. Pikiranku melayang- layang. Dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang.

"Dav ?" Kataku,
Dia pun menengok dengan memasang wajah yang tersenyum padaku, "Iya Ra? "

"Ayo kita pulang." Ucapku, lalu ia pun mengangguk tetapi saat aku akan berdiri dia menahan ku, aku terheran- heran, lalu dia mengajakku duduk kembali.

David mengusap pipi ku dengan lembut, dan mengapus air mataku sambil berkata, "Gue ga mau lu pulang, tapi tangisan ini juga lu bawa pulang. Jadi jangan lu simpen air mata sakit hati lu ini ya."

Aku pun tersenyum kepadanya lalu dia membalas senyuman ku dan mengusap puncak kepalaku dengan telapak tangannya dengan pelan. Lalu dia menarik tanganku untuk pulang.

Saat di perjalanan aku masih saja menangis, aku tidak mengerti mengapa air mata ini sulit berhenti. Aku tahu jika David menyadari jika aku masih menangis lalu aku memeluknya dari belakang, dan dia pun melepas satutangannya untuk memegang tanganku dengan erat.

Sesampai di rumah aku turun dan berkata kepada David..
"Makasih ya buat hari ini, gue masuk dulu. " kataku, dia pun mengangguk dan memutar arah lalu pergi.

Aku langsung berlari ke kamar dan tanpa aku sadari aku tertidur.
Aku terbangun pada malam hari karena aku mendengar suara ketukan dari jendela kamarku, aku merasa takut saat itu.

Jam dinding itu menunjukkan pukul dua belas kurang dua puluh  menit. Pada saat itu aku sudah berpikiran macam- macam tentang hal itu.

Lalu terdengar suara seseorang yang memanggilku, bulu kudukku pun berdiri. Saat itu udara dingin mencekam dan membuat aku semakin merinding. Aku pun langsung menarik selimutku dan bersembunyi didalam selimutku, aku semakin ketakutan, tetapi aku penasaran juga dengan hal itu. Aku pun membuka selimutku dan memberanikan diri untuk membuka jendela.

Aku langsung mengambil semprotan ruangan,  gunanya jika terjadi sesuatu aku bisa memukul orang itu. Aku mengendap- ngendap dan melihat dari samping jendela, yang aku lihat ada sesosok laki- laki memakai jaket kulit hitam, aku langsung membalikkan tubuhku lalu memeluk erat semprotan itu dan berdoa agar semua baik- baik saja.

The Dawn & Dusk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang