Author's POV.
Ashira membuka lemari baju yang terbuat dari kayu jati itu, ia menempelkan telunjuk tangan kanannya di dagunya, mencoba menimang-nimang baju apa yang ia akan kenakan sekarang.
Dengan acak Ashira langsung mengambil shoulder top bewarna putih dan ia mempadu-padankannya dengan skinny jeans bewarna nude. Setelah selesai memakai pakaian, Ashira berdiri didepan kaca, melihat penampilan seseorang yang ada dikaca tersebut, yaitu dirinya sendiri.
Kemudian ia mengikat rambutnya dengan model pony tale, menyisakan anak rambutnya yang keluar dari ikatan dan menjuntai ditengkuknya. Dengan rambutnya yang diikat, membuat bahunya akan terlihat indah jika lawan jenis melihatnya.
Tak lupa ia mengaplikasikan lipgloss pada bibirnya agar tidak kering, "Perfect," gumamnya pada diri sendiri. Ia langsung berbalik badan dan keluar dari kamarnya.
Letak dapur yang berada didekat tangga, membuat Ashira yang sedang menuruni anak tangga bisa melihat ibunya yang sedang mencelupkan teh kedalam cangkir. Ashira pun langsung menghampiri Dilla-ibunda Ashira.
Karena mendengar derap langakah kaki yang menuju ruang dapur, lantas Dilla mendongakkan kepala, "Mau ke rumah sakit lagi?" tanya Dilla yang sekarang sudah duduk di kursi--meja makan.
"Iya ... Tadi Tante Retta telpon aku kalo Reynand udah sadar sejak sore kemarin," tutur Ashira, ia mengambil duduk disebelah Dilla.
"Oh ... syukurlah kalo dia udah sadar, kemaren siang ibu sama kakak ke rumah sakit buat jenguk dia. Tapi dia belum sadar--kondisinya kritis."
Mendengar pernyataan dari ibunya Ashira melipat tangannya diatas meja, "Lho? Kok, ibu ngga bilang kalo mau jenguk dia?"
Dilla menyesap tehnya pelan, kemudian menaruhnya kembali diatas meja. "Kemarin 'kan kamu masih sekolah, jadi ibu ngga bilang deh." Ashira hanya ber-oh ria mendengar penjelasan ibunya.
Ashira bangkit dari kursinya, "Bu, aku berangkat sekarang ya," sahut Ashira.
Dilla mengangguk pelan, "Yaudah, hati-hati ya. Kamu naik taksi 'kan?" tanya Dilla--ia menyesap tehnya lagi.
Ashira mencium tangan Dilla lembut, sembari berkata, "Iya, aku naik taksi aja. Tadi aku udah telpon taksinya."
Setelah itu Ashira melambaikan tangannya pada Dila, "Udah ya, Bu, bye." Dilla hanya menjawab, "Bye."
Ashira keluar dari dapur dan menuju gerbang, suara klakson mobil sudah terdengar--menandakan bahwa taksi yang dipesan Ashira sudah datang.
Ashira berlari ke arah taksi tersebut dan masuk kedalam taksi, "Rumah Sakit Medika Citra, Pak!" pinta Ashira sembari mengeluarkan handphone-nya dari dalam sling bag yang ia bawa.
***
Tania mengetuk pintu bewarna cokelat yang ada dihadapannya, tulisan 'Jasmine I' terpampang jelas di pintu tersebut.
Setelah dua kali mengetuk pintu tersebut, terdengar kenop pintu yang dibuka, kemudian muncul seorang wanita paruh baya dari balik pintu. Retta--ibunda Reynand tersenyum ramah kepada Tania.
Tania membalasnya dengan tersenyum sopan dan mencium tangan Retta. "Masuk, Tan." Retta menyingkir dari hadapan Tania,dan menyuruh gadis tersebut untuk masuk. Tania hanya membalas dengan mengangguk sopan.
Setelah itu Tania masuk kedalam ruang inap Reynand, aroma obat-obatan khas rumah sakit kangsung menyeruak di penciumannya. Ia berdiri di depan ranjang Reynand, memandangi seorang laki-laki atau mungkin bisa disebut mantan pacarnya, yang sedang berbaring di tempat tidur sembari memakan buah anggur.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Dawn & Dusk.
Teen FictionPs: Part diprivate secara acak. Harap follow terlebih dahulu.🙏 Blurb: Aku tidak akan menceritakan tentang proses terjadinya fajar dan senja, dan aku juga tidak akan menceritakan dongeng dengan tokoh yang bernama fajar dan senja. Aku hanya akan berc...