14. Gemuruh.

854 240 47
                                        

Ashira POV.

Aku menurunkan gelas ke pangkuanku, lalu aku genggam gelas kaca yang bergagang itu dengan erat sembari menundukkan kepala, aku tidak sanggup untuk melihat wajah David saat itu.

"Tapi Ra, lu ga harus jawab sekarang."

Aku menatapnya dengan penuh kelembutan, rasanya ingin sekali aku bicara, "Kenapa ga dari dulu lu ngungkapinnya?" tapi mana mungkin aku bicara seperti itu. Dan mungkin diam lebih baik.

Jika aku harus jujur, tidak seharusnya David mengatakan pernyataannya saat ini. Mengapa ia tidak mengatakannya saat aku belum menceritakan semuanya, yang setidaknya aku tidak akan membuatnya sakit hati.

Dan aku mencoba untuk tidak meneruskan percakapan ini, dengan cara mengalihkan pembicaraan, "Dav, gue mau pulang." Ucapku dingin dan David menjawabnya dengan mengangguk samar.

Selama di perjalan aku maupun David tidak membuka mulut, semuanya menjadi terasa dingin dan hambar. Tak ada yang memulai percakapan sedikitpun untuk sekedar basa- basi saja. Aku terus memikirkan hal itu, sedangkan David masih terus terfokus pada jalanan.

Keheningan malam hari di dalam mobil terasa sedikit mencekam, dan membuatku gelisah. Rasanya aku ingin melakukan sesuatu, tapi apa?

Sesampainya di depan rumah, aku sempat terdiam sebentar, aku mencoba mengatur napasku, sebelum akhirnya aku membuka mulut dan menoleh kehadapannya, tetapi David langsung berbicara, "Gue tunggu jawabannya." Dan saat ini aku hanya bisa mengatupkan bibir rapat- rapat. Aku hanya mengangguk kecil. Ia langsung mengalihkan pandangannya dariku

Ada jeda sebentar sebelum aku bicara, "Makasih ya Dav." Ucapku tenang.

Aku tahu dari raut mukanya terukir garis kekecewaan yang dalam, yang mungkin hanya dia dan Tuhan yang tahu perasaan dia saat ini.

"Iya Ra.." Jawabnya singkat, ia tidak menoleh sedikitpun kepadaku, tatapannya tetap lurus kedepan. Lalu akupun langsung keluar dari mobil David dan berlari kecil masuk kedalam rumah.

Aku langsung masuk ke kamar, menutup dan mengunci pintunya. Aku berdiri membelakangi pintu dan akhirnya aku terduduk bersandar dipintu sembari menekuk lutut dan menyembunyikan wajahku didalamnya.

Tanpa perintah dan tanpa aku sadari aku mulai menangis dalam keheningan dan kegelapan malam.

Mungkin saat ini adalah aku yang salah, aku yang tak pernah mengerti perasaan orang lain, aku yang egois, aku yang terlalu bodoh. Dan aku menyesali semua ini, rasanya aku ingin menarik semua cerita yang aku ucapkan kepada David. Aku ingin mengundur waktu, tapi aku tahu itu semua mustahil, semuanya sudah terjadi. Dan aku bukanlah doraemon yang memiliki kantong ajaib, aku hanya manusia yang saat ini sedang menyesal.

Aku sangat marah, kecewa pada diriku sendiri, dan aku tak bisa untuk memaafkan diriku sendiri. Aku terus mengeluarkan kekesalanku dengan cara menangis sekuat yang aku bisa. Walau aku tahu ini tidak menghasilkan apa- apa.

Mengapa semua ini terjadi diwaktu yang bersamaan. Mengapa?

Aku tahu bahwa aku orang yang bodoh, yang telah menceritakan semua perasaanku tentang Reynand kepada orang yang selama ini mencintaiku, atau aku tidak pernah menyadari jika ada seseorang yang mencintaiku. Dan saat ini aku baru sadar jika aku memang orang yang bodoh, yang membiarkan cerita ini mengalir walau sebenarnya ada batu yang menghalanginya agar tidak terjatuh terlalu dalam.

Sungguh aku menyesali semuanya saat ini, seandainya aku tidak menceritakan semuanya, mungkin David tidak akan pernah sakit hati atas semua yang aku katakan. Dan mungkin saat ini aku benar- benar menjadi orang yang sangat egois terhadap semuanya. Ya aku memang egois dalam masalah pencintaan ini.

Selama ini aku tidak pernah memikirkan betapa sakit dan hancurnya hati David selama bertahun- tahun menyimpan semua ini.

Ya Tuhan mengapa cinta ini begitu rumit?

Kalau aku tahu cinta ini begitu rumit, tak akan aku teruskan perjalanan cinta ini, batinku dalam hati.

Aku sangat takut persahabatan yang aku bangun selama bertahun- tahun ini hancur hanya karena cinta. Aku terus membatin dalam diam dan tak sanggup lagi aku untuk berkata- kata, walau aku memang percaya bawa the truth is always the best thing, even though sometimes it hurts.

Mungkin saat ini aku tidak seharusnya bertemu dengan mereka dahulu, pikirku.

Dan sampai akhirnya aku tertidur dilantai dan masih mengenakan dress yang semalam aku pakai.

Keesokan paginya, saat aku masih terlelap seberkas cahaya mentari masuk dari celah- celah jendela kamarku yang mana cahanya menyilaukan mataku dan membuatku terbangun. Karena hari ini sekolah masuk jam 8, setidaknya aku tidak kesiangan. Bayangkan saja jika hari ini aku masuk sekolah pukul setengah tujuh dan aku baru bangun saat matahari sudah terbit, mungkin aku tidak akan mandi dan langsung berangkat. Beruntung hari ini masuk sekolah sedikit lebih lama, jadi aku bisa sedikit leluasa untuk bermalas- malasan.

Aku bangkit dari lantai, sebelum mandi, ku sempatkan diriku untuk mengaca karena aku ingin melihat penampilanku yang sehabis menangis semalaman. Aku menuju ke meja riasku dan sangat terkejutnya aku saat melihat diriku sendiri di kaca, aku pun berseru sedikit keras,

"What !"

Aku tercengang melihat penampilanku yang sedikit berantakkan, eh tidak... tidak sedikit tapi memang sudah berantakkan. Rambutku yang acak- acakkan dan sedikit megar, kedua mataku yang sembab, adanya kantung mata yang sedikit hitam,  dan terlihat jejak air mata di pipiku,bibirku yang sedikit kering dan dress yang kusut.

"I.. Ini gue ?" Kataku, aku melihat diriku dari atas kebawah dengan tatapan yang heran. "Ya ampun.. Gue jelek banget kalo kaya gini, aneh, jijik, ew parah hiii." Gumamku pada diriku sendiri, dan badanku pun bergidik melihat penampilanku yang aneh.

Karena aku tidak mau melihat diriku terlalu lama di kaca, yang bisa membuat ku berpikir yang aneh- aneh lagi. Aku memutuskan untuk segera mandi. Selesai mandi aku langsung memakai seragam dan menguncir rambut hitam gelam yan tidak terlalu panjang, setelah itu aku menuruni beberapa belasan anak tangga dengan lantai bewarna broken white, dan aku langsung menuju pantry disana sudah ada Ibu yang sedang memotong- motong sayuran, dan Kak Sheyra yang sedang membuat jus.

Di meja makan sudah ada segelas susu coklat, dan beberapa lembar roti. Aku langsung meneguk susu tersebut secepat mungkin dan menyambar dua buah lembar roti tawar yang belum diberi selai. Aku langsung mengahampiri ibu dan Kak Sheyra lalu mencium kedua tangan mereka secara bergantian.

"Aku berangkat dulu ya bye.. Oh iya kalo ada Reynand sama David bilang aku berangkat duluan ya bu, dadah." Aku melambaikan tangan kepada mereka. "Eh, iya Ra hati- hati " nasihat ibu padaku.

Hari ini aku sengaja tidak berangkat bersama Reynand dan David, karena aku hanya ingin sendiri, ditambah lagi mataku sembab sehabis nangis. Jika mereka tahu semalam aku menangis, mungkin mereka akan meluncurkan banyak pertanyaan seperti wartawan.

Saat aku memakirkan sepeda di tempat parkir khususu sepeda, aku belum melihat sepeda Reynand dan David berarti mereka belum datang. Saat aku akan melangkahkan kakiku menuju gedung sekolahku, ada seseorang yang menepuk pundakku. Aku pun segera menoleh kebelakang.

Tepat dibelakang ku sudah ada seorang perempuan dengan rambut hitam sedikit cokelat ikal yang dikuncir kuda, sedang tersenyum padaku. Dan tak salah lagi itu adalah Zeya.

* * * *

Ini part yang isinya lebih dari 1000 kata, seharusnya ini bisa jadi 2 part hehehe, tapi yaudahlah.

Oke sebelumnya saya minta maaf kalo nge update nya lama, soalnya idenya ilang- ilangan mulu. Maaf kalo part ini ngebosenin, garing, gaje atau apalah itu. Sekali minta maaf yaa, kalo cerita yang saya buat ga seperti yang kalian pikirin. Oke dari tadi saya minta maaf mulu kaya lagi lebaran .😀

Kalo ada yang mau ngasih saran, comment, kritik boleh aja, oh iya abis baca kasih vote dungg biar semangat buat lanjutin part selanjutnya...

Jika ada EYD, EBI, tanda baca, bahasa, kata baku yang salah dan typo yang bertebaran dimaklumin aja yaa.

Ps: kalo ada yg ga ngerti dan mau nanya- nanya, line atau private message.

The Dawn & Dusk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang