23. Please...

632 49 10
                                    

"Rey, please ... jangan pergi, jangan tinggalin gue. Gue mohon." Ashira mengejar Reynand yang sudah berjalan meninggalkannya. Ia berusaha keras untuk menggapai tubuh Reynand yang mulai menjauh, dengan segenap rasa dan raga yang Ashira keluarkan, akhirnya ia bisa menggapai Reynand, dan langsung memeluknya dari belakang.

"Jangan ... jangan pergi, gue mohon lo disini aja. Please, don't leave me alone." Ashira terisak sambil memeluk badan Reynand erat, mencoba untuk tidak melepaskan Reynand. Sementara Reynand hanya terdiam memunggungi Ashira, membiarkan Ashira memeluknya.

Seperkian detik Reynand mencoba melepaskan pelukan Ashira perlahan, kemudian membalikkan tubuhnya, menggenggam tangan Ashira erat, kemudian jari-jarinya mulai meyentuh pipi Ashira pelan, menghapus air mata yang turun dari mata yang seperti berbentuk almond milik Ashira.

Lalu Reynand membawa Ashira kedekapannya, menempelkan dagunya pada puncak kepala Ashira, tangannya dengan hati-hati mengelus rambut hitam legam Ahira. "Lo ngga boleh nangis, Ra. Ini namanya takdir, Ra, dan ... ketika takdir harus memisahkan, kita ngga bisa buat apa-apa. Dan, satu lagi gue sayang sama. Tapi lo ngga usah takut, saat gue pergi. Masih banyak orang yang lebih sayang sama lo. Lo harus bisa belajar mengikhkaskan, karena suatu saat nanti lo akan tahu arti yang mengikhlaskan sesungguhnya."

Mendengar ucapan Reynand, Ashira hanya bisa membeku, membiarkan airmatanya jatuh. Ia tidak mau melepaskan pelukan Reynand, karena menurutnya pelukan ini sangat menghangatkan, membuat ia nyaman dan seolah-olah tenang. Intinya ia tidak mau melepas Reynand.

Tetapi berbeda dengan Reynand, ia mencoba melepas pelukannya perlahan. Menatap Ashira sendu. Tersenyum getir. Dan pergi menjauh meninggalkan Reynand.

Melihat Reynand menjauh Ashira hanya bisa terisak, sembari memanggil nama Reynand dengan keras, tetapi sang pemilik nama tidak berbalik ke arahnya.

***

"Huh..." Ashira mengela napas kasar, ia langsung terduduk diatas tempat tidur, ia terjaga dari tidurnya sebab mimpi buruk tadi. Ia memegangi dadanya--jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia bangkit dari tempat tidur,dan mengambil gelas yang berada diatas meja sebelah tempat tidur. Meminumnya sampai habis tak tersisa.

Ashira melangkah maju ke depan jendela, menyingkap gorden, "Gue kepantai aja deh kayaknya, biar lebih tenang, sekalian liat sunrise," gumam Ashira pada diri sendiri.

Kemudian ia mengganti pakaian tidurnya, dengan sweater bewarna broken white dengan tulisan 'Hello' dibagian dada, lalu Ashira memakai celana jogger bewarna dusty.

Kemudian ia mencepol asal rambutnya yang sudah mulai panjang, "Bangunin Zeya ngga ya?"

Ashira dan Zeya memang satu kamar dikarenakan Zeya tidak mau tidur sendiri.

"Tapi kayaknya dia capek banget deh, kasian. Gue sendiri aja deh," ucap Ashira lagi. Setelah memastikan bahwa Zeya masih tidur, Ashira langsung melangkahkan kakinya keluar kamar. Ia membuka dan menutup pintu kamar secara perlahan, takut membangunkan Zeya.

Ashira melenggang jalan melewati koridor-koridor hotel, dengan bersenandung musik pelan. Suasana hotel masih sepi--karena ini masih terlalu pagi--hanya terlihat beberapa pegawai hotel yang sedang bekerja.

***

Reynand terduduk di sofa dekat jendela, dari semalam ia tidak bisa tidur, ada perasaan aneh yang menyelimuti dirinya. Badannya seakan lemah, kepalanya seakan-akan terus berputar. Sesekali Reynand mengerang kesakitan, segala obat yang ia bawa sudah ia makan tapi tidak ada satupun obat yang bisa membuat dirinya sembuh.

The Dawn & Dusk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang