Ashira's POV
"Rey, gimana, lu ikut kan?" tanyaku, reaksi Reynand sedikit terkejut dan ia tidak langsung menjawab, melainkan mengalihkan pandangannya dari arahku.
Kami bertiga saling bertatapan tidak jelas. Seketika entah hanya aku yang merasakan sepertinya suara riuh kantin tidak terdengar, atau mungkin karena terendam oleh keheningan ini. Tak lama kemudian, Reynand mengangguk pelan. Akhirnya aku, David dan Zeya bernapas lega.
"Oh, syukur deh kalo kalian semua ikut. Jadinya nanti gue ga kesepian disana," ucap Zeya memecah keheningan yang menyelimuti kami berempat dari beberapa menit yang lalu.
"Bukannya lu emang kesepian terus ya Zey," celetuk David langsung. Lalu Zeya menjitak kepala David sembari bersumpah- serapah tidak jelas. David hanya meringis kesakitan sambil mengusap puncak kepalanya.
"Zey lu jadi sepupu kok sadis amat sih, badan gue selalu jadi korban nih. Apa perlu gue lapor polisi biar lu di penjara sekalian. Abang tuh lelah diginiin dek," kata David sok dramatis, tangan kanannya mengusap- ngusap dadanya.
Mendengar perkataan David, Zeya hanya memegangi perutnya yang sakit, karena tertawa. Reynand pun ikut tertawa, sedangkan aku hanya menggeleng- gelengkan kepala melihat tingkah laku mereka.
Makin kesini aku makin takut kehilangan mereka--aku hanya ingin bersama mereka, tetapi seolah firasat berkata lain.
Karena aku tak mau berpikir yang lain, aku memutuskan untuk beranjak pergi dari tempat duduk, untuk membeli makanan. Aku tak perlu bertanya sekarang mereka mau makan apa, karena aku sudah tau jadwal makanan mereka hari ini.
Saat aku sudah berdiri dan akan berbalik, untuk membeli makanan-- tiba-tiba Reynand meringis kesakitan dan tangannya memukul meja sehingga memunculkan bunyi geprakkan yang cukup nyaring. Aku segera berbalik ke arahnya.
Dan melihat Reynand sedang memegangi kepalanya dengan kedua tangannya, ditambah mukanya yang mulai memerah seperti menahan sakit, aku, Zeya dan David langsung maju kehadapannya.
Pada saat itu aku sangat panik begitupun dengan Zeya dan David.
"Rey, lu kenapa Rey? Lu sakit?" Tersirat nada khawatir dalam ucapanku. Entah apa yang harus aku lakukan saat ini.
Reynand menurunkan tangan kanannya dan mengangkatnya di depan mukanya mengisyaratkan untuk tenang,
"Ngga kok, Ra, ngga apa- apa, mungkin karena gue tadi belum sarapan." Reynand berbicara sambil mengatur napasnya agar setenang mungkin.
Tetapi tetap saja aku tidak bisa tenang, karena untuk pertama kalinya aku melihat Reynand seperti ini.
"Tapi Rey--" belum sempat aku meneruskan perkataanku Reynand sudah memotongnya."Udah Ra..." ucapnya pelan, aku berbalik untuk menatap Zeya seolah berbicara ada apa ini Zey? Tapi Zeya hanya mengedikkan bahunya tak mengerti.
Reynand menatap ke arah David, mata mereka seakan berbicara tapi aku tak mengerti apa maksudnya.
David hanya mengangguk pelan, sedangkan Zeya hanya menatap ke arahku tidak mengerti.David menatapku sekejap, kemudian ia berkata, "Gausah khawatir, Ra, Reynand paling cuma pusing biasa doang kok. Mending sekarang lu beliin makanan aja." Ada penekanan disetiap katanya.
Aku menatap David tak percaya, ada apa sebenarnya, kenapa hatiku menjadi tidak tenang seperti ini.
Segitu khawatirnya Ra, lu ke dia? Apa lu bisa mengkhawatirkan gue, sedikit aja? Batin David.
Aku pun segera meninggalkan mereka, pandanganku terus melihat ke arah belakang, takut sesuatu yang tidak inginkan terjadi--disana, David langsung berlari kearah kelas, sedangkan Zeya mencoba menenangkan Reynand.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Dawn & Dusk.
Teen FictionPs: Part diprivate secara acak. Harap follow terlebih dahulu.🙏 Blurb: Aku tidak akan menceritakan tentang proses terjadinya fajar dan senja, dan aku juga tidak akan menceritakan dongeng dengan tokoh yang bernama fajar dan senja. Aku hanya akan berc...