16. Berbeda

791 147 22
                                    

Ashira's POV

Setelah itu aku langsung menghadap ke arah depan, dan merampas buku catatan yang sudah ada dihadapanku. Karena aku kesal dengan David, aku menggulung buku yang ada digenggamanku dan meremasnya.

"Awas ya Dav, nanti gue pasti bisa dapet nilai yang lebih tinggi dari lu. Mentang- mentang lu bisa bahasa Jerman, lu ngeledek gue seenaknya huh... Kalo lu bukan sahabat gue, lu udah gue masukin ke toples kacang."

Wajahku memerah, napasku berderu- deru, kalo saja aku tokoh kartun pasti sudah keluar asap dari telingaku dan berbunyi seperti kereta api batu bara.

Saat aku akan melempar buku itu, tanganku langsung dicegah oleh Zeya, aku langsung menghadap kearah dia dan membentaknya. "Apasih Zey? Gue itu lagi marah lu diem aja!"

Zeya langsung menunjuk ke arah buku yang aku pegang, mimik wajah Zeya sudah seperti anak kucing yang minta makan, melas banget. "Buku gue Ra..."

Sontak aku langsung melirik ke arah buku itu, "Eh sorry Zey, gue ngga tau." Aku menyerahkan buku itu dengan muka seperti tanpa dosa, dia pun langsung mengambilnya dengan cepat dan membuka- buka lembarannya takut jika ada yang rusak.

"Lu itu ya Ra kalo mau marah liat- liat dulu dong barang siapa yang lu ambil, jadi lecek kan buku gue." Aku hanya tertawa kecil.

Tidak lama bel istirahat mulai berbunyi, aku merapikan alat tulisku dan memasukkannya ke kolong meja, Reynand dan David sudah ada didepan mejaku entah sejak kapan ia jalan kesini.

Reynand sedikit membungkukan badannya dan menatap ke arahku, "Ra kok mata lu sembab? Lu kenapa?" Aku langsung mendongkakkan kepala yang semulanya menunduk.

"Eh ngga kok, kemaren hmm... Kemaren gue abis nonton drama korea terus nangis deh, soalnya ceritanya sedih hehehe." Aku tersenyum simpul dan sedikit terkekeh. Reynand hanya ber oh panjang.

"Sejak kapan lu suka nonton drama korea?" Tanya David, aku membereskan alat tulisku.

"Sejak Putri Salju jadian sama kurcaci." jawabku asal.
"Kan kurcacinya ada tujuh Ra, menang banyak dong Putri Saljunya."

Aku mendengus kesal, "Ya seterah dia lah, banyak nanya deh lu kaya ibu kost aja." David langsung mengalihkan pandangannya dariku.

"Udah eh berisik, kantin yuk!" Zeya beranjak beridiri dari kursinya, Reynand langsung menengok ke arah Zeya dengan tatapan bingung. "Eh tutup toples, sejak kapan lu disini?"

Zeya maju ke hadapan Reynand, "Ya ampun Rey, gue dari tadi disini. Lu kemana aja? Rey, lu jangan manggil gue tutup toples mulu atuh, kaya ngga ada sebutan lain gitu ya... yang lebih unyu?"

"Ya abis lu tiap ke rumah gue ngambil cemilan tutupnya diilangin mulu, gue cape nyarinya njir." ucap Reynand cepat.

Zeya mendengus kesal, "Yaelah, Rey, gue juga kan ikutan nyari, dan gue terus yang nemuin tutupnya. Lu mah cuma ece- ece aja, huh dasar!" Reynand hanya mengerutkan dahinya, dan apa yang dikatakan Zeya memang ada benarnya.

Setelah berbincang- bincang tidak jelas, aku, Zeya, Reynand dan David menuju ke kantin untuk mengisi perut kita yang sudah keroncongan. Kami melewati koridor- koridor kelas dengan diselingi canda tawa yang sedikit menggelegar dan sesekali orang- orang yang berada disekitar koridor melirik kearah kita berempat dengan tersenyum, dan kami pun membalas senyuman mereka.

Sesampainya di kantin yang keadaannya hiruk- pikuk, ramai dengan orang- orang yang sedang mengisi perut mereka ditambah lagi suara bising percakapan, dan sesekali diselingi gelak tawa yang menggema.

Kursi dan meja sudah penuh ditempati oleh siswa- siswi, hanya tersisa tiga atau empat meja saja. Aku, Zeya, David dan Reynand lebih memilih meja di pojok kanan belakang, dan itu adalah meja yang tidak terlalu kotor.

The Dawn & Dusk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang