Hari itu

2.8K 139 0
                                    

Aku tengah merenung memikirkan surat dari ka Arfan tadi siang. Jam dinding sudah menunjukan pukul 12 Malam namun mata ini enggan untuk menutup. Kemudian ibu datang
" Loh belum tidur sih? Tuh Laras aja sudah tidur?"
"Bu sebenarnya aku sakit apa?"
"Kamu pasti sembuh nak. "
"Aku mohon aku ingin tahu aku sakit apa bu?"
"Tapi kamu janji kamu harus sabar dan tetap semangat ya?"
"InsyaAllah"
"Dokter bilang kamu mengindap kanker otak stadium nak."
"Oooh " aku hanya menanggapinya biasa. Karena aku tahu akhirnya akan seperti ini.
"Iya, kamu kuat kan?"
"InsyaAlah anak ibu ini kuat melalui semuanya."
"Ya sudah tidur ya nak ."
"Iya ibu juga istirahat ya, Ayah mana bu?"
"Ayahmu pulang biar besok bisa bawa baju ganti."

Keesokan harinya saat aku tengah berbincang dengan Laras tiba-tiba ibu masuk dan bilang ka Arfan sudah datang bersama orang tuanya. Jantungku berdegup kencang tak terkendali. Ternyata surat yang kemarin itu serius .
"Apa ibu dan ayah sudah tahu tujuan ka Arfan kesini?"
"Iya nak, kemarin Arfan sendiri yang bicara pada ayah dan ibu. Ya kalau ayah dan ibu mah terserah keputusan kamu. Tapi menurut kami Arfan anak yang baik pantas untuk dijadikan imam. "
"Tuuuh bener kan Mba, udah terima aja mba!"
"Ih kamu mah ikut-ikutan aja."
"Hehe aku kan pengen yang terbaik untuk mba."
"Iya sayang terima kasih ya "
"Aku juga sayang mbaaa"
"Jadi Gimana?"
"Aku bingung bu, apa ka Arfan sudab tahu tentang penyakitku? Apa dia bisa menerima semua kekuranganku dan smua resikonya nanti? Aku takut aku hanya akan menjadi bebannya saja bu. "
"Arfan sudah tahu, sejak kamu koma dia yang selalu ada disini. Dia yang membantu ayah dan ibu merawatmu. "
"Ya sudah, akan aku tanyakan padanya bu. "
"Ya sudah ibu panggilkan Arfan dan kedua orang tuanya dulu ya.
Selang beberapa menit ibu, ayah, ka Arfan dan kedua orang tuanya datang.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam."Jawabku dan Laras
Aku melihat dia begitu canggung. Aku sendiri pun begitu. Aku melihatnya menarik nafas dan kemudian berkata
" Bagaimana jawabanmu Rai?"
"Ada beberapa pertanyaan dariku ka. Apa ka Arfan siap menjawabnya?"
"InsyaAllah."
"Jujur aku kaget saat membaca surat dari ka Arfan. Aku kira ka Arfan cuma bercanda. Terima kasih sudah mencintaiku selama ini. Tapi dengan kondisiku saat ini. Aku ragu ka Arfan akan menerimaku. Aku takut mengecewakan ka Arfan. Aku takut jika nantinya hanya akan membebani hidup ka Arfan. Aku takut aku akan lebih cepat meninggalkan ka Arfan. Aku takut aku tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu "Air mataku membasahi pipi dan jilbabku.
"Syrai, aku sudah tahu semua yang terjadi padamu. Aku sudah siap menerima konsekuesi apapun yng akan terjadi nanti. Begitu pula kedua orang tuaku. Aku mencintaimu karena Allah. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku denganmu. Aku mohon jangan takut kau akan pergi. Kamu harus yakin bukan penyakit yang membuatmu kembali padaNya melainkan karena memang waktu kita sudah habis. Mungkin saja aku yang terlebih dahulu menemuiNya. Syrai ka Arfan cuma ingin kamu yakin. Saat diri ini memutuskan mencintaimu karenaNya saat itu pula diri ini sudah siap apapun yang terjadi. Aku mohon percayalah padaku. "

Sebegitu besarkah cintanya padaku?
"Bismillahirrahmanirrahim
InsyaAllah aku menerima lamaranmu ka Arfan."
"Alhamdulillahirrabilalamin" Jawab semua yang ada diruang itu. Lalu ibu mendekat dan memelukku. Aku menangis namun ini tangisan bahagia.

Mengejar CintaNyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang