BAB 1

789K 31.8K 4.6K
                                    

BAB 1

"Aku nggak bakal lepasin kamu kayak yang dia lakuin. Tapi satu hal yang mengecewakan, kamu mengharapkan dia, bukan aku."

(Alden, Ancaman, dan Ari)

• • •   

LANTUNAN lagu Don't Let Me Down dari The Chainsmokers menghentak di studio milik SMA Tangguh Utara. Studio itu dipesan khusus oleh guru tari, Bu Arbey, untuk satu murid spesial, Airysh Olya Amanda, atau akrab disapa Iris. Perempuan bermata bulat dengan bibir tipis itu berhasil menjajaki juara dalam perlombaan tari kontemporer tingkat nasional. Selanjutnya Iris melanjutkan pertandingan ke tingkat internasional di Paris tiga bulan ke depan.

Iris menyeka dahinya dari bulir keringat yang bermunculan akibat menari. Dari dulu, Iris memang suka mengikuti alunan lagu dengan gerakan badan. Seolah tubuhnya sudah terlatih sejak lahir.

"Yup," ucap Iris pada dirinya sendiri, "Gerakan tadi udah oke buat ditunjukkin ke Bu Arbey. Paling ada revisi dikit di tempo ketiga atau kelima."

Seminggu sekali, Iris menunjukkan hasil latihannya kepada Bu Arbey. Memang melelahkan, namun hobi yang dibayar itu menyenangkan.

Dia melirik jam tangan, lalu memekik panik. Sepuluh menit lagi bel masuk berbunyi. Terburu-buru, Iris mengambil handuk dan seragam yang tergantung di kapstok. Iris harus mandi atau sepanjang hari semua orang menjauh karena bau keringatnya.

Iris sebenarnya takut lama-lama di kamar mandi studio. Mungkin karena suasana studio ini sepi dan Iris tak punya teman ngobrol. Tidak mungkin, kan, Iris ngobrol sama bayangannya.

Selesai bersih-bersih, Iris pun membereskan semua keperluannya dan bergegas pergi. Bel masuk sudah berbunyi beberapa saat yang lalu. Kalau bukan karena Iris anak kesayangan guru, pasti dia kena omel guru piket.

Koridor kelas udah sepi. Semua siswa dan guru berada di ruang kelas. Berjalan sendiri kayak Iris gini adalah mukjizat bagi siswa lain. Tapi mereka nggak tau Iris dateng satu bahkan dua jam lebih cepat dibanding mereka untuk latihan nari.

Drap, drap, drap!

Awalnya Iris nggak sadar. Tapi dari belakang suara orang yang lari terdengar makin jelas. Iris berhenti berjalan. Siswa lain melongok dari jendela kelas.

Tepat di belakang Iris, seorang cowok berlari. Kayak bintang film action. Dan semuanya melambat ketika cowok itu menatap matanya.

Iris kenal dia. Namanya Alden. Temannya Ari. Tapi mereka nggak pernah ngobrol sama sekali karena Alden selalu melihat ke arah Iris dengan aneh dan takut.

"Hai," sapa Alden, tapi tetap berlari.

"Hei," balas Iris lebih seperti gumaman.

Jadi ketika Alden melewatinya begitu saja, Iris merasa itu hal wajar. Ini bukan drama-drama dimana Alden nabrak dia dan Iris kena masalah gara-gara cowok itu. Tapi tumben, Alden menyapanya.

"Woi, Alden! Berhenti," Pak Bejo, guru piket hari ini ternyata mengejar Alden. Pantes cowok itu lari.

Iris melihat punggung tegap Alden dari jauh. Gila, larinya lebih kenceng dibanding juara lomba lari cepat tahun kemarin. Kalo gitu, Alden harusnya ikut lomba lari karena sekolah mereka bisa aja juara 1 alih-alih juara 2.

Tiba-tiba, Alden berhenti berlari. Dia menoleh ke arah Iris, seolah tahu sepasang mata perempuan itu memandangnya.

Iris memalingkan wajah karena malu. Ngapain pula dia kepo tentang Alden?

I Wuf UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang