BAB 3
"Aku kira, hari ini bakal hujan, karena aku lihat kamu dengan dia. Tapi hari ini sangat cerah, seolah dunia mengejekku. Karena hatiku ... hatiku menggigil karena rintiknya."
(Menangis, Muram, dan Mati)
• • •
SEBENARNYA apa yang spesial dari Iris sehingga Alden tertarik padanya dibanding Ira? Ira nggak kalah cantik, bahkan banyak orang mengatakan Ira lebih cantik dibanding Iris. Dia juga punya otak cerdas, nggak seperti Iris yang mendapat nilai A dalam pelajaran eksak seperti mukjizat. Banyak cowok mengejar Ira, tapi kenapa ... kenapa harus Alden yang suka kepada Iris?
"Kamu kenapa, sih?" tanya Ira jengkel seraya menepuk bahu Alden.
Alden berhenti senyum-senyum, "Kenapa gimana, Ra?"
"Iya, kamu sibuk sendiri. Kita kan ke sini buat nonton bareng!" rengek Ira.
Alden cowok baik, sholeh, dan dia udah anggap Ira seperti adik perempuannya sendiri. Tapi Alden nggak peka, nggak pernah peka. Dia nggak tau selama dua tahun ini Ira menaruh perasaan padanya. Alden cuma terfokus pada Iris tanpa tau di sampingnya dia bisa mendapatkan yang lebih dibanding dari Iris. Hanya saja, inilah realitanya. Semua kadang nggak sesuai sama yang diminta. Namun terkadang pula, kita nggak sadar. Bahwa yang kita mau belum tentu yang kita butuhkan.
"Ya ampun, galaknya Nyai satu ini," tawa Alden berderai, dia merangkul bahu Ira dengan sayang, "Mau dibeliin balon, ya?"
"Alden! Aku pokoknya marah sama kamu."
Awalnya, Ira cuma merajuk. Dia berbalik pergi meninggalkan Alden, berharap Alden mengejarnya. Tapi sedari tadi, nggak ada tanda-tanda apapun. Tentu saja ini membuat Ira kesal setengah mati. Dia menyibak rambut panjangnya yang lurus ke belakang, lalu menoleh. Ternyata Alden melihatnya dari jauh lalu melambaikan tangannya ke arah Ira. Sambil cengar-cengir, pula.
Ira kembali mengejar Alden, mau bagaimanapun, Ira nggak bisa tanpa Alden.
"Hari ini aku mau sama kamu, jangan ngecewain lagi, dong," ucap Ira pelan sambil menerima uluran tangan Alden.
Langsung saja Alden nyanyi lagu Don't Let Me Down, bikin Ira jitak kepalanya, tapi cewek itu senyum geli. Alden tau, segalak apapun Ira, secerewet apapun cewek berdarah Padang itu, Ira selalu kembali kepadanya. Karena mereka teman.
"Hape yang kamu beli buat aku," celetuk Ira tiba-tiba, "Ada artinya nggak sih, buat kamu?"
"Hm ... lo jadi bisa angkat telepon tanpa lupa lagi. Hape lo yang lama 'kan kalo ditelepon suka nggak diangkat," jawab Alden panjang lebar.
"Tapi hape yang sekarang berisik banget, Den. Masa kamu nggak bolehin aku ke mode mute, sih? Kalo ada ujian aku harus matiin hape dulu. Apalagi kalo sosmed aku rame," rajuk Ira. "Boleh di-mute, ya?"
Alden memang memberi ponsel untuk Ira. Tapi dengan satu syarat. Selama ponsel itu dipakai, nggak boleh sekalipun ke mode mute. Ira awalnya setuju saking senengnya dibeliin ponsel oleh Alden. Lama kelamaan, Ira jadi merajuk terus gini.
Sok polos, Alden berpangku tangan. "Boleh nggak, ya?"
"Boleh dong, Aldenku yang ganteng, sholeh, baik, tapi kadang nggak peka," rajuk Ira.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wuf U
Teen FictionI Wuf U: Ketika terlalu takut mengatakan "I Love You". Bila saja semua orang bisa berani menyatakan perasaannya. Pasti dinamika yang mengatasnamakan cinta tidak akan terjadi. Iris, Ira, Ari, dan Alden. Kalian akan berkenalan dengan Iris, perempuan y...