The Moment When I Know.

44 3 0
                                        

BIAN

Hari ini, semua orang di kantor mengucapkan selamat ulang tahun ke gue. Bahkan gue sendiri gak inget kalau ternyata hari ini gue ulang tahun. Sebulan ini kerjaan terlalu banyak, atau emang gue yang menyibukkan diri? Entahlah.

Sebulan ini gue harus menjalani hari-hari tanpa sosok Andin lagi. Well, she's still alive. Tapi dia bukan milik gue lagi. 2 hari yang lalu harusnya gue dan Andin merayakan hari jadi kita yang ke-8, but it never happen. Gue berusaha keras untuk gak menelponnya waktu itu. Sesuatu yang biasanya gue lakukan.

Gue sadar, gue yang memutuskan untuk melepaskan Andin. Gue tahu, gue yang menyudahi semua ini. Tapi juga gue tak bisa pungkiri bahwa ini semua berat untuk gue.

I've known her so long. Loved her so much. Gue tau harusnya gue berjuang lebih keras. Dan memang itu yang akan gue lakukan. Sampai suatu hari, gue menyadari suatu hal. Sesuatu yang sangat gue takutkan terjadi. Sesuatu yang gue sangat hindari. Andin jatuh hati pada Andri. How did I know? by the way she looked at him.

***

"Bro, ulang tahun nih?" Jaden, partner kerja, yang ngakunya sahabat baik, tapi gak pernah tau kalo temennya ulang tahun. Yah well gue juga gak pernah inget ulang tahunnya. 

"Kalo berdasarkan data di akte dan KTP gue sih begitu." 

"Rencana kemana lo? Kumpul gak sama anak-anak hari ini?" Harusnya itu jadi ide bagus. Semakin gue sibuk. Pikiran gue semakin menjauh dari soal Andin. Tapi setelah gue pikir, mungkin hari ini gue membiarkan Andin menari-nari dipikiran gue. Because i don't know men. May be because today is my fucking birthday and i should celebrate with her but i can't cause we're not a couple anymore. Ulang tahun pertama tanpa Andin. It sucks. I miss her so damn much.

"Gak deh. Gue masih harus bikin presentasi buat minggu depan."

Jaden seperti tidak mau menerima alasan gue begitu saja. Dia malah menatap gue tajam. Bermaksud menyidik gue lebih dalam.

"Let me guess, lo sibuk bukan karena emang lo sibuk, tapi karena itu bikin lo gak mikirin Andin kan?"

Gue hanya diam. Well, he's right, tho.

"C'mon, bro. It's been a month. Forget about her. Get some other girl." 

Gue hanya menggeleng. Jaden bisa gampang ngomong gitu karena dia belum atau malah gak akan pernah, berada dihubungan yang serius. He's a one night stand only guy. Buat dia monogami itu adalah kesia-siaan. 

"Fine. Jangan iri ya gue dapet yang cantik hari ini."

"Trust me, i won't." 'cause i already met her but i let her go. 


Jam 6 gue baru menyelesaikan pekerjaan hari ini. Karyawan lain hampir sudah semuanya pulang. Hanya tinggal beberapa yang masih terkejar deadline dan satpam. Gue merapihkan meja dan bergegas pulang. Hari ini yang mau gue lakukan cuma di rumah. Nonton atau tidur atau mungkin kerja lagi. Entahlah. 

Langkah gue terhenti ketika gue menyadari sosok yang sedang berdiri di lobby kantor. Mengenakan blazer dan rok navy. Rambut yang terurai panjang. Bahkan dari jarak beberapa meterpun gue bisa merasakan pesonanya. Pesona yang membuat gue jatuh cinta padanya saat pertama kali kita bertemu. 8 tahun yang lalu.

Jarak gue dan dia kini tinggal selangkah lagi. Sosok itu masih belum menyadari kehadiran gue dibelakangnya. Gue baru menyadari betapa gue sangat merindukan sosok yang ada dihadapan gue ini. Betapa gue sangat rindu menghabiskan waktu bersamanya. God, i missed her so much.

"Andin..." Gue memanggilnya pelan. Andin menoleh ke gue dan langsung tersenyum. Oh my God that smile. That lips. Bian fokus Bian. Fokus!

"Hi."

Mama CupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang