#9

40 1 2
                                    

Motor Daren mulai memasuki daerah sekolah. Shane menunduk, berusaha menyembunyikan dirinya di balik punggung Daren. Tapi ia tau itu sia-sia. Dan ketika mereka sudah melewati gerbang sekolah, ia merasakan jantungnya semakin cepat bekerja. Matanya terus meneliti setiap sudut, ternyata sudah cukup banyak murid yang datang. Tak biasanya ia datang ketika sekolah sudah cukup ramai seperti ini. Dan untungnya saja mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Sepertinya ia juga tidak menemukan tanda-tanda pacarnya Daren berada di sini.

Motor berhenti tepat di gerbang parkiran. Dengan cepat, Shane pun turun dari motor Daren.

"Lho, kok turun di sini, Shan?" tanya Daren.

Shane mengerjap, lalu segera menjawab, "engga apa-apa. Kan udah sampe sekolah juga."

Awalnya Daren hanya diam, tapi kemudian cowok itu mengangguk. "Oke."

Daren pun melajukan motornya untuk diparkirkan. Sedangkan Shane memilih untuk segera ke kelas. Entah kenapa, ketika berdekatan dengan Daren, ia merasakan ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan.

Di sisi lain, ketika selesai memarkirkan motornya dengan rapi dan melepaskan helmnya, Daren menangkap satu sosok yang entah kenapa sulit ia gapai sekarang ini. Dengan cepat ia pun berlari ke arah sosok itu.

"Sa," ia mencengkram lengan cewek itu. Membuat cewek di depannya kini menoleh, terdapat tatapan tidak suka dari wajahnya.

"Apa?" tanya Neysa sinis. Daren melepaskan cengkramannya, ia menghela napas, lalu memberanikan diri untuk menatap Neysa tepat di bola matanya.

"Lo kenapa sih?"

Neysa membuang muka, benar-benar malas berhadapan dengan cowok yang satu itu.

"Kalau lo mau bahas tentang itu, sori, gue sama sekali ga berminat." Neysa langsung membalikan tubuhnya, kakinya melangkah dengan cepat untuk segera menjauh dari cowok itu. Baginya, Daren adalah masa lalu yang harus dilupakan. Karna kalau tidak dilupakan, ia akan terus terjebak dalam rasa sakit itu.

Daren menatap punggung Neysa yang semakin menjauh. Akhir-akhir ini ia terus memikirkan cewek itu. Ia harus bisa menjelaskan semuanya pada Neysa.

Jauh darinya adalah sebuah siksaan, ketika sudah terbiasa dengan kehadirannya dalam hari-hari.

-- - -

"Sa, muka lo kok lecek gitu?"

Shane memerhatikan Neysa yang baru masuk ke kelas dengan menenteng ranselnya di sebelah pundaknya. Neysa duduk tepat di sebelah Shane, mendapati wajah temannya itu yang benar-benar kacau, menimbulkan kekawatiran pada diri Shane.

"Iya, lupa digosok, Shan," jawab Neysa acuh.

Sedangkan Shane menghela napas, tangannya membereskan earphone yang tadi digunakannya, lalu kembali menatap teman sebangkunya itu.

"Gue serius tau. Cerita dong," bujuk Shane, walaupun ia tau itu tidak mudah untuk membuat Neysa bercerita.

"Ga penting kok, Shan. Eh, lo udah kerjain tugas makalah?"

Sedetik, Shane melayangkan tatapan tajam pada Neysa. Bisa-bisanya cewek itu mengalihkan pembicaraan.

"Udah. Jangan bilang lo belum kerjain? Hari ini kan hari terakhir kumpulin, Sa."

Neysa mengendus, lalu merebut earphone milik Shane dan memasangnya pada iPhonenya.

"Udah, Shan. Tapi tadi malem tuh printer gue mendadak ngadet gitu. Sial banget ga sih?" katanya sambil menyangkutkan earphone pada telinganya dan memilah lagu-lagu yang akan dimainkan.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang