#19

32 0 1
                                    

"Jov, Mama pergi dulu, ya. Kalau perlu sesuatu panggil suster aja. Mungkin Shane agak telat ke sini karna ada tugas kelompok, katanya."

Jovi mengangguk. Lalu setelah Nia mengecup kening anaknya, ia langsung bergegas untuk kembali ke kantor, meninggalkan Jovi sendirian di kamar.

Cowok itu mendesah. Merasa sangat bosan hanya bisa terbaring di tempat tidur. Padahal ia merasa sudah cukup sehat, tapi dokter belum mengijinkannya pulang.

Tak lama setelah kepergian Nia, terdengar suara ketukan pintu. Lantas sebuah senyum terukir di wajah Jovi. Ia melirik jam dinding, seketika dahinya berkerut. Baru jam 11, masa' iya Shane udah pulang?

Rasa penasarannya pun terjawab kala pintu terbuka dan memunculkan sosok yang tidak diduganya. Awalnya, Jovi menyunggingkan senyum, namun langsung pudar ketika mendapati tatapan tajam dari sosok itu.

"Daren? Lho, lo ga sekolah?"

Daren tetap berjalan ke arahnya tanpa menghiraukan pertanyaan Jovi. "Kapan lo sembuh?"

Sebelah alis Jovi terangkat. "Mana gue tau, tapi sekarang udah lumayan sih. Kok pertanyaan lo aneh?"

"Gue cuma ga tega liat Neysa makin sedih." Tatapan Daren kini melembut. "Dia cemburu liat lo sama Shane."

Hening sejenak. Kini Jovi mengerti maksud Daren. Ia menatap Daren nyalang.

"Lo egois," tandasnya. "Kalau lo mau bikin Neysa bahagia, kenapa ga lo yang usaha sendiri?"

"Gue usaha."

"Tapi bukan dengan cara maksa orang lain! Lo bego atau apa sih, masih ga sadar juga." Jovi mendengus. Ia mengalihkan perhatiannya, lebih memilih menatap tembok di depannya.

"Maksud lo?"

"Gue ga bisa nurutin kemauan lo terus. Lo ga bisa maksa gue maupun Shane. Gue sama Shane itu saling suka."

Mendengarnya, Daren mematung. Tangannya tergempal dengan kuat. "Neysa ga akan bahagia di deket gue. Karna gue cuma masa lalunya yang buruk."

Jovi kembali menatap Daren. Sedikit emosi ikut naik. "Kalau gitu buktiin ke dia, kalau lo bukan Daren yang dulu." Jovi menghela napas sebelum melanjutkan, "sekarang tolong tinggalin gue dulu. Lo mau bikin gue tambah stres?"

- - -

Entah sudah yang keberapa kalinya Shane melirik jam besar yang tertempel di dinding kelasnya. Ia bergerak-gerak tidak nyaman. Rasanya hari ini waktu sangat lambat berjalan.

"Lo kenapa sih, Shan? Kebelet?" tanya Neysa yang sejak tadi menyadari keanehan Shane.

Shane mendelik. "Jamnya rusak kali ya? Lama banget perasaan."

Teman sebangkunya itu ikut melirik jam di depan sana, lalu mendengus. "Emang mau ngapain?"

"Mau cepet-cepet ke rumah sakit. Duh, mana nanti ada kerja kelompok. Kasian Jovi, nyokap bokapnya pasti udah berangkat kerja, jadi enggak ada yang nemenin."

Mendengarnya, lantas membuat Neysa membisu. Ia menarik napas pendek, lalu mengalihkan perhatiannya dengan kembali mencatat penjelasan Pak Husen.

- - -

"Kak, Neysa mau cerita.." bisik Neysa dengan suara bergetar. Ia menatap nisan di depannya dalam sendu.

"Neysa suka sama seseorang. Tapi, kayaknya dia suka sama cewek lain."

Hening.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang