#17

34 0 0
                                    

Setelah sempat reda, hujan kembali mengguyur ibu kota dengan lebih deras. Beruntung ketika Jovi dan Neysa nekat pulang, hujan tidak sederas ini, justru hanya rintikan kecil. Karena tidak ingin membuat Neysa terus larut dalam emosi kabungnya, Jovi akhirnya berhasil membujuk Neysa untuk pulang walaupun harus menerjang rintikan kecil yang dianggap badai oleh Neysa.

Jovi memandang keluar jendela, lalu menatap ponsel di genggamannya. Diluar sedang hujan lebat, dan belum mendapat balasan pesannya dari Shane berhasil membuat cowok itu kuatir. Ia sudah mencoba menguhubungi cewek itu, namun tidak pernah tersambung.

Akhirnya, setelah meninbang-nimbang beberapa saat, Jovi meraih jaket dan memakainya dengan cepat lalu mengambil kunci motor secepat kilat.

Ia harus memastikan keadaan Shane.

Tanpa memerdulikan keadaan hujan yang deras, Jovi tetap menancap gasnya dalam. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Shane, ia tidak akan bisa memaafkan Daren dan dirinya sendiri.

Jalanan cukup ramai saat itu walaupun hujan deras. Beberapa orang juga melajukan kendaraannya cukup kencang demi cepat sampai di tempat tujuan. Begitu juga dengan Jovi. Ia tidak peduli dengan keadaannya yang basah kuyup. Badannya kini hanya dilindungi oleh helm dan jaket.

Jovi menajamkan pengelihatannya di tengah guyuran hujan yang menimpa kaca helmnya. Tujuannya hanya satu: rumah Shane.

Dengan gesit cowok itu menyalip kendaraan lain di jalan, tak peduli dengan bunyi klakson yang didapat. Hingga ketika ia sampai pada belokan yang cukup tajam, ia masih dalam posisi kecepatan tinggi, sehingga tak menyadari sebuah mini bus yang datang dari arah berlawanan. Jovi membelokan stang motornya, dan ketika mini bus itu datang, semua terjadi begitu cepat.

Jovi dengan tangkas membelokkan motornya ketika menyadari mini bus yang datang dari arah berlawanan demi menghindari tabrakan. Tapi, siapa sangka motornya justru melaju ke arah yang salah.

Ia terjatuh setelah menabrak pohon besar. Hal terakhir yang ia tau adalah, ia gagal memastikan keadaan Shane. Lalu semuanya berubah gelap setelah bunyi dentuman keras.

- - -

Kakinya menghentak lantai dengan keras ketika menginjak keset depan pintu utama rumahnya. Lebih tepatnya, rumah om dan tantenya.

Shane membuang napas pendeknya. Langit sudah mulai gelap ketika ia sampai di rumah dengan diantar oleh Daren. Dan entah kenapa, saat itu perasaannya tidak enak. Mungkin, ia takut om dan tantenya marah. Tapi setelah masuk ke dalam dan tidak menemukan satu orang pun di dalam rumah, tentu bukan itu alasan di balik perasaan aneh itu. Shane mendesah, lalu melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

Selama perjalanan tadi hujan cukup deras. Tapi ia tetap memaksa Daren untuk segera pulang, dan beruntung cowok itu membawa jas hujan yang cukup dipakai untuk berdua. Walaupun tak bisa dihindari mereka berdua tetap terkena cipratan hujan.

Ia menghempaskan tubuhnya di ranjang. Kembali teringat dengan perbincangannya di kedai Mi Ayam Mang Kumis sore tadi.

"Gue tau lo dan Jovi itu saling suka."

Ia sendiri tidak mengerti dengan perasaannya. Dan, Jovi? Ia tak yakin cowok itu masih menyimpan rasa padanya. Nyatanya, peristiwa Jovi nenyatakan perasaan padanya sudah berlalu setahun yang lalu.

Shane tersenyum tipis. "Sok tau."

"Tapi bener kan?" tanya Daren. Alisnya terangkat menggoda.

"Gue juga ga ngerti. Tapi waktu liat dia sama Neysa... sakit."

Cukup lama hening setelah Shane berkata. Daren mendesah. Rasa bersalah itu kini kembali menggerogotinya. Harusnya, ia tidak pernah melibatkan orang lain dalam masalahnya.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang