#10

45 2 2
                                    

Shane terpaku. Jari-jari lentiknya berusaha mencari kehangatan dari coklat panas di genggamannya. Ia menatap cewek di depannya dengan perasaan campur aduk, antara prihatin dan kaget.

Ia menelan ludah dengan berat. Kembali memikirkan kisah demi kisah yang baru saja dilontarkan Neysa. Sedangkan temannya itu kini hanya diam, sambil mengaduk minuman miliknya.

Sial karna ia menempati meja yang kurang strategis. Di belakangnya, tepat sekali berada AC yang mengeluarkan suhu dingin. Shane merubah posisi duduknya, berusaha mencari posisi paling nyaman. Melihat sahabatnya yang hanya diam, membuat hatinya ikut teriris. Kembali terngiang cerita Neysa barusan. Membayangkan wajahnya saat bercerita saja membuatnya hancur.

"Terserah lo mau percaya apa engga, yang penting gue udah peringatin lo." begitu lah kalimat terakhir yang dilontarkan Neysa setelah bercerita panjang lebar.

Dan ketika Shane mengajukan satu pertanyaan yang membuatnya linglung pagi ini, hanya kalimat ini yang diucapkan Neysa:
"Ga usah heran kalau lo denger dia punya cewek, tapi deketin banyak cewek."

Shane menyeruput minumannya yang sudah mulai mendingin. Dipandanginya Neysa yang hanya diam tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Perselingkuhan.

Kepedulian.

Kematian.

Tiga kata itu berhasil membuat Shane kalut. Sungguh di luar dugaan, ia tidak pernah menyangka dua orang yang baru dikenalnya sejak SMA ini mempunyai masa lalu yang sungguh mengerikan.

Entah bagaimana, saat itu Shane ingin sekali bisa membantu dua orang temannya itu. Tapi disisi lain, ia sendiri juga tidak bisa berdamai dengan masa lalunya.

Jovi.

Satu nama itu, semoga saja bisa membantu.

- - -

Shane menatap pintu di hadapannya sejenak. Angin malam menghembus dari balik punggungnya dan menyelinap dalam pakaiannya, membuatnya sedikit bergidik. Ia mengeratkan jaketnya, kemudian tangannya terulur untuk mengetuk pintu itu.

Dua kali ketukan, lalu pintu terbuka dan menampilkan sosok yang sejak dulu sangat dekat dengannya.

Shane tersenyum, kemudian memeluk wanita itu selama beberapa detik. Dan saat itu pun senyumnya semakin mengembang. Ia rindu kehangatan seperti ini.

"Ayo masuk, Jovi ada di kamarnya."

"Makasi Tante, Shane langsung ke atas ya," Nia mengangguk dan Shane pun langsung melesat ke lantai dua.

Walau baru dua kali ke rumah ini, ia sudah hapal benar setiap sudut rumah ini. Shane melongok ke dalam kamar Jovi, tapi kosong. Hanya ada TV dan playstation yang masih menyala.

"Akhirnya lo menuruti kata gue."

Shane terlonjak. Di belakangnya, Jovi datang sambil membawa secangkir coklat panas.

"Gue seneng kalau lo mau main ke sini. Sering-sering ya. Yuk masuk,"

Shane mengikuti langkah Jovi dalam diam. Diperhatikannya setiap sudut kamar Jovi. Ia duduk di depan TV, mengikuti Jovi.

Diliriknya cowok itu yang sedang menghirup minumannya yang masih mengepul. Menyadari ada yang memerhatikannya, Jovi menoleh.

"Mau?"

Cewek di sebelahnya hanya menggeleng, kemudian menatap TV di depannya yang menampilkan menu utama sebuah permainan balap mobil.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang