Chapter 6

10.9K 1K 23
                                    


NOTE: This chapter contains swearing and some strong languages.


CHAPTER 6

"APA kau yakin dengan ini?" Thomas memperhatikan wajah perempuan di depannya ini dengan cermat.

Dari awal, ketika dia datang padanya di tengah hujan satu setengah tahun yang lalu, dia tahu bahwa perempuan ini memang bukanlah seperti pada umumnya. Ada sesuatu yang dia sembunyikan di balik pandangan matanya yang sayu dan tutur katanya yang sopan. Perempuan ini pandai berbohong. Dia pandai menutupi perasaannya, memendamnya jauh hingga tidak ada yang tahu.

Tapi Thomas juga tidak bertanya lagi.

Dia tidak ingin mengungkit masa lalu orang lain yang mati-matian mereka coba untuk tutupi. Thomas hanya cukup tahu satu hal: masa lalu Lydia tidaklah bahagia. Selebihnya, dia mencoba untuk menahan diri, menjaga jarak. Berusaha untuk membuat Lydia merasa normal. Karena dia yakin, Lydia pasti menginginkan itu.

"Tidak." Lydia menjawab ringan.

"Lalu bagaimana? Ini berbahaya. Illegal, girl."

"Lalu apa yang harus kulakukan? Meringkuk di atas tempat tidur dan menangis? Merengek seperti wanita lemah?"

Thomas menarik nafas. Ini dia sisi lain dari Lydia yang muncul tepat di saat dia merasa tertekan, ketakutan. Dia akan berubah dari perempuan baik hati yang sopan menjadi seorang perempuan kasar yang bermulut tajam.

"Kenapa kau tidak pergi saja dari sini? Bagaimana menurutmu?"

Lydia seketika terdiam. Matanya yang terlihat lelah seketika beralih ke arah tembok yang ada di sampingnya. Beberapa saat, dia masih terus bergeming. Tidak ada yang tahu pasti apa yang sebenarnya dia lakukan. Entah mungkin dia sedang berfikir atau hanya sedang melamun.

"Apa- apa maksudmu dengan pergi?"

"Pergi. Pergi dari Inggris, dari UK."

Perempuan itu menyiritkan dahi. Sepertinya temannya ini sekarang sudah jauh lebih gila daripada dia.

"Apa kau gila?"

"Itu solusi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan ini-," Thomas menunjuk ke arah pistol yang baru saja dia berikan pada Lydia. "-pindah ke Jerman atau Swiss atau Belanda, terserah saja. Urus berkas-berkasnya, pelajari bahasanya, siapkan biaya hidupnya. Dan puff, kau bisa segera pergi dari sini."

"Kutanya sekali lagi: apa kau benar-benar gila?" Lydia menaikkan nada suaranya. Entahlah, dia tidak habis pikir kalau temannya ini bisa menyaran hal gila semacam itu kepadanya.

Apa dia sudah benar-benar muak dengan keberadaannya sampai-sampai dia ingin Lydia pergi dari sini?

"Dengar-dengar Jerman dan Perancis bebas biaya kuliah, hanya bayar uang semester saja. Biaya hidupnya juga jauh lebih murah dibanding di sini. Pindah saja ke sana-,"

"Kau sudah gila. Benar. Kau memang sudah gila." Lydia bergumam pelan.

"Ayolah!"

"Lalu bagaimana dengan sekolahku di sini? Coba pikirkan tentang itu sebelum memberikan saran yang macam-macam."

"Ayolah pikirkan ini: kau bukan British Citizen. Kau juga bukan PR. Anggap saja kau lulus dari ehmm, dimana kampusmu?" Thomas berhenti, menunggu jawaban dari Lydia.

"UCL." Lydia menjawab singkat.

"Ya! Dari situ. Apakah masalahmu selesai begitu saja? Tidak. Kau tetap akan sulit menjadi dokter disini. Kau tidak punya kenalan di NHS. Lalu apa yang bisa kau lakukan? Setiap tahun mereka membatasi kuota warga asing yang ingin menjadi dokter disini. Apalagi semenjak kasus dokter Jerman itu, NHS makin memperketat semuanya."

Sweet Dystopia [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang