Chapter 11

12.6K 940 97
                                    

NOTE: Gambar yang di atas itu gambarnya Nathan (yang ada ijo-ijonya) sama Edward. Terserah sih sebenernya mau bayangin kayak gimana, tapi kalo aku sih lebih ke mereka berdua. Haha. Btw, Chapter 10 di private ya.

CHAPTER 11

LYDIA pada hari itu sial, sial sekali. Tepat sehabis pulang dari kampus, begitu dia hendak melangkah menuju ke halte, hujan turun. Bus datang, dia masuk, dan di dalamnya pengap sekali. Dia, tentu saja, tidak mendapatkan tempat duduk. Dan sialnya lagi, dia masih harus bergencetan dengan penumpang-penumpang yang lain. Saking sempitnya, sepanjang perjalanan, dia bisa merasakan wajahnya menempel pada dada seseorang. Tidak banyak yang dia tahu, tapi yang jelas, itu dada laki-laki. Ini adalah salah satu kesialan yang harus dia terima karena menjadi pendek.

Lima menit. Tujuh menit. Sebelas menit. Dua puluh dua menit.

Click.

Dia membuka pintu dan melangkah turun dari bus.

Hari ini, jadwal kuliahnya lebih pendek. Jadi dia memutuskan untuk mengunjungi Thomas dan mengobrol sebentar. Rumah temannya itu tidak begitu jauh dari kampusnya. Dia hanya perlu sekali saja naik bus dan berjalan beberapa blok dari halte.

Lydia meraih payung lipat yang dia simpan di dalam tasnya dan mulai berjalan menyusuri trotoar. Seperti biasa, pikirannya kembali terbang. Tapi kali ini, entah mengapa, dia teringat kejadian beberapa hari yang lalu. Ketika manusia udik itu tiba-tiba saja ada di tempat tidurnya, dan Lydia tertidur di sampingnya.

Shit!

Dia mengguncang kepalanya. Kenapa malah bagian itu yang dia ingat?!!

Malam itu adalah malam yang lagi-lagi sial untuknya. Begitu menghabiskan coklat panasnya, Nathan tidak segera pergi ke kamar dan tidur. Tapi dia justru mulai berbicara tentang saham dan akhirnya dia menutup pidato panjangnya itu dengan menyanyikan lagu kebangsaan UK: God save the queen. Nathan berkali-kali terjatuh ketika berjalan menuju ke kamarnya. Ketika dia sudah berbaring di tempat tidur, syukurlah, dia segera tidur.

Pada pagi harinya, Edward dan seorang laki-laki lain datang bersamanya. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Marco Godfrey. Saudara? Sepupu? Lydia tidak tahu. Tapi yang jelas, dia juga juga tampan. Well, meskipun dia tidak setinggi Edward ataupun Nathan, tapi tetap saja: dia tampan.

Kurang lebih dua puluh lima meter lagi, dia akan sampai. Rumah Thomas sudah mulai terlihat dari kejauhan.

Dia memegang erat gagang payung di tangannya sambil mempercepat langkah kaki. Beberapa saat berselang, akhirnya dia sampai di depan pintu flat milik Thomas.

Teeet.

Dia memencet bel sekali. Empat puluh lima detik. Masih tidak ada balasan. Dia kembali menekan-

Teeeeeeet.

Kali ini bunyi bel terdengar lebih panjang dari yang sebelumnya.

"Tunggu sebentar."

Suara teriakan terdengar dari balik pintu. Pintu terbuka tidak lama setelah itu dan seorang laki-laki asing terlihat menyambutnya dengan sedikit bingung.

"Hmmm... siapa kau?"

"Ini benar tempatnya Thomas? Thomas Lane."

Raut wajahnya berubah. Dengan melengkungkan sebuah senyuman, laki-laki itu mempersilakan Lydia masuk. "Ohh, hi there. Dia ada di dalam. Mari masuk."

Lydia mengatupkan payungnya dan beranjak masuk. Payung yang dia bawa tadi dia sandarkan di sudut ruangan dan setelah semua hal yang perlu sudah dia lakukan, Lydia mulai berjalan masuk menuju ke ruang tamu. Baru berjalan beberapa langkah saja, suara tawa lebar terdengar menggema mengisi seisi ruangan. Dan akhirnya Lydia melihat mereka: lima laki-laki sedang duduk bersila di depan televisi. Usaha Lydia untuk tidak menarik perhatian langsung gagal total begitu seluruh dari mereka menoleh tajam ke arahnya begitu dia melewati pintu.

Sweet Dystopia [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang