Chapter 5

11.2K 1K 23
                                    


NOTE: This chapter contains intense violence.

CHAPTER 5

SEKETIKA dia mengingat adegan itu, adegan yang selalu dia putar di dalam kepalanya; seorang laki-laki menindih tubuhnya dan melahapnya dari luar maupun dalam. Tubuhnya mendadak menjadi kaku, nyaris seperti batu. Tidak, dia tidak mau mengingat semua itu. Dia tidak mau meningat masa lalunya yang menjijikkan. Tapi dia tidak bisa menghentikannya. Ketika dia melihat sorot mata Nathan yang gelap dan tajam, dia seolah tahu apa yang akan terjadi. Ketika dia melihat sepasang mata itu, dia melihat kegelapan. Mata itu sama gelapnya dengan mata yang mencabik-cabik harga dirinya beberapa tahun yang lalu.

"Apa aku b- boleh masuk?"

Lydia tenggelam dalam rasa takutnya. Tidak ada sedikitpun kata yang bisa dia ucapkan untuk menjawab pertanyaan Nathan.

"Ha- ha- ha. Tentu saja boleh. Kenapa? Karena ini," Nathan menunjuk ruangan yang ada di sekelilingnya. "Adalah rumahku. Aku bisa melakukan apa saja kan di sini?"

Lydia mengambil langkah ke belakang, mencoba menambah jarak di antara mereka.

"Katakan padaku. Apa kau suka tempat tidurku?"

Lydia tidak bisa berbohong. Semakin banyak langkah yang diambil Nathan untuk mendekatinya, semakin menjadi rasa takut yang ada pada dirinya.

Nathan mengambil langkah maju, Lydia mundur.

Satu langkah maju, Lydia mundur.

"Kenapa terus menghindar, little one? Apa kau takut denganku?"

Lydia hanya bergeming, mencoba untuk mendendalikan rasa takutnya.

"Aku dingin... apa boleh aku dapat pelukan?" tanyanya dengan nada main-main. Semua tingkah laku Nathan yang berkesan kekanak-kanakan itu justru membuat Lydia semakin merasa terpojok.

"Apa karena menurutmu aku jelek? Jadi kau menghindariku seperti itu?-," Nathan masih menatapnya tajam. "-ah, kau pasti lesbian kalau menganggapku begitu. Karena semua orang yang suka laki-laki, menyukaiku."

"Tolong mundur, Nathan." Lydia memperingatkan. Suara yang keluar dari mulutnya terasa kering dan penuh ketidakyakinan. Mendengar gertakannya yang terdengar lemah, Nathan justru menyeringai ke arahnya.

"Kenapa, Laura? Apa kau akan meledak apabila aku terus mendekat ke arahmu," Nathan kembali mengambil langkah ke depan. "Seperti ini?" Dia kembali melangkah. "Atau ini?"

Lydia mulai terpojok. Sekilas dia menengok ke belakang. Beberapa langkah saja dan dia akan terperangkap. Dia meletakkan kedua tangannya pada dada laki-laki itu, mencoba untuk mendorongnya ke belakang; menjauh darinya.

"Tolong jangan." Lydia lagi-lagi mengambil langkah mundur. Hingga kemudian-

DUG.

Punggungnya menumbuk permukaan tembok. Habislah sudah, dia terpojok.

"Katakan, little one, apa menurutmu aku ini menarik?" Nathan mendekatkan wajahnya. Dia terus mendekat, melahap setiap jarak yang ada. Wajahnya terus terpaku pada Lydia yang sudah sedari tadi mengekerut karena takut. Tanpa aba-aba, Nathan membenamkan wajahnya pada relung leher Lydia, mencoba menghirup baunya dalam-dalam.

"Kau tahu, ketika aku tersadar, bau inilah yang pertama kali kucium. Lalu kau tahu apa yang terjadi? Aku mengeras. Di tengah tempatmu yang kecil dan sempit itu, aku mendadak ingin meniduri seseorang." Lydia terguncang, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia takut, astaga, dia sungguh ketakutan! Dan dia merasa semakin terguncang ketika Nathan secara tiba-tiba menempelkan dahinya pada dahi milik Lydia. Nafasnya yang memburu berhembus pada seluruh wajah Lydia. Tidak membutuhkan waktu yang lama hingga Lydia menyadari aroma macam apa yang bergulir di wajahnya itu-

Sweet Dystopia [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang